Chapter 3 - Tawaran Mendadak

50 8 7
                                    

Sudah tiga hari berlalu sejak Rani terakhir kali berinteraksi dengan Indra. Sepanjang tiga hari ini pula ia selalu berusaha menghindari kakak keduanya itu. Ia tak ingin menjawab segala pertanyaan Indra atas sikapnya selama ini. Bahkan hari ini ia harus berangkat lebih pagi dari biasanya karena semalam ia tak sengaja mendengar kalau Indra hendak mengantarnya ke sekolah. Ia sampai-sampai harus membeli roti sebagai sarapannya di minimarket dekat sekolah.

Rani sadar sikapnya selama ini pada Indra cukup keterlaluan. Ia sama sekali tak merespon jika kakaknya itu menelfon ataupun mengirim pesan. Apalagi ia selalu menghindarinya. Jelas Indra merasa jengkel diperlakukan seperti itu tanpa tahu apa-apa. Tapi ia hanya bisa mengatakan 'maaf' saja di depan Indra. Rani menghela nafas pelan, kepalanya terasa sakit kalau memikirkan hal itu.

"Hei," sesuatu sedingin es menyentuh pipi Rani, membuat lamunannya langsung buyar. "Kamu belajar apa ngelamun, sih? Diam aja. Nih, minum dulu," kata Mega sambil meletakkan sebotol air mineral dingin dan beberapa camilan di atas meja.

Senyum Rani mengembang, "Makasih, Mega,"

"Kamu lagi baca apa?" Mega menarik buku yang ada di hadapan Rani dan membacanya sekilas. "Jaringan Tumbuhan dan Hewan. Kamu gak jenuh Ran, jam istirahat masih belajar?"

"Aku belum faham tadi, makanya aku baca-baca lagi," kata Rani, lalu meneguk air minumnya. "Yang lain masih di kantin, Meg?"

Mega mengangguk, "Pada ngumpul sama anak-anak cowok. Makanya aku balik." Mega kembali membuka camilan kentang terakhirnya, lalu meletakkannya di tengah-tengah antara dirinya dan Rani. "Ran, aku tadi lihat flyer Festival Seni Nasional di mading. Kamu ikut seleksi gak? Kamu anak padus (paduan suara), kan?"

"Udah kepilih, kok. Naura yang ikut Vokal Solo,"

"Naura teman sekelas kita?"

Rani mengangguk, "Dia vokalis utama di padus sekolah." Ia pun kembali fokus membaca materi di buku paketnya. Kelas mulai ramai, beberapa anak sudah kembali dari kantin.

Tiba-tiba Mega menepuk lengan Rani, membuatnya sedikit terkejut, "Eh ngomong-ngomong soal Naura, anak itu kemana ya? Beberapa hari ini gak masuk sekolah kayaknya,"

"Kata Dimas, dia sakit. Tapi gak tau sakit apa,"

Tak lama, terdengar bel masuk berdentang. Anak-anak yang masih berada di luar mulai berhamburan memasuki kelas. Tak terkecuali dengan Dimas, Bagas dan juga Alan.

"Ran," panggil Dimas sambil duduk di bangkunya yang berada di depan Rani, ia duduk menyamping. Rani menatap Dimas, menunggu cowo dengan rambut cepak itu bicara apa. "Istirahat kedua nanti kamu temui bu Citra ya, di ruang guru."

Rani merasa agak heran dengan pesan Dimas. Kenapa bu Citra memanggilnya?

"Oke," kata Rani akhirnya.

***

Setelah bel istirahat kedua berdentang, Rani bergegas menuju ruang guru seperti pesan Dimas tadi. Bu Citra adalah guru pembina di ekskul padus. Tumben sekali bu Citra memanggilnya, padahal ia bukanlah tim inti. Apalagi saat ini bu Citra sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan anak-anak yang akan mengikuti seleksi pertama Festival Seni Nasional.

Sampai di depan ruang guru yang pintunya terbuka, Rani mengetuk pelan sambil menengok ke dalam ruangan. Semua guru menempati mejanya masing-masing lantaran ini jam istirahat, hanya satu dua meja saja yang kosong.

"Rani, cari siapa?" tanya seseorang bernada suara berat.

Rani mendongak dan mendapati seorang bapak-bapak dengan kumis cukup tebal, "Saya mau menemui bu Citra, pak."

Khirani (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang