Chapter 9 - Menagih Kebenaran

3 1 0
                                    

Happy reading, teman-teman 

Jangan lupa komen dan vote ya 

.

.

Indra mulai mengutak-atik handphone-nya untuk menghubungi Yudha. Ia yakin, semua pertanyaannya tentang perubahan sikap Rani selama ini pelan-pelan akan terjawab. Yudha-lah harapan satu-satunya malam ini. Ia harus segera bicara dengan ayahnya, atau bisa-bisa malam ini ia tak akan tidur nyenyak.

Saat hendak menyentuh tombol panggilan untuk Yudha, sudut mata Indra menangkap siluet seseorang yang berjalan memasuki ruang keluarga. Ia pun mendongak dan mendapati sosok Agung. Kegiatan menelfonnya pun tertunda.

"Selamat malam, tuan Indra," sapa Agung.

"Selamat malam. Ada apa, mas Agung?" tanya Indra.

"Saya hendak memberikan laporan. Tuan besar sudah menunggu saya di ruang baca."

'Laporan? Soal Rani? Berarti, ayah ada di rumah, sekarang?' batin Indra. Benar juga. Agung ditugaskan ayahnya untuk mengawasi Rani, tentu saja ia harus memberikan laporan.

"Tuan Indra, saya per..."

"Tunggu, mas Agung," potong Indra sambil mengantongi handphone-nya. "Aku ikut, ya?"

Meskipun terlihat ragu, pada akhirnya Agung mengiakan permintaan Indra. Mereka berdua pun berjalan menuju ruang baca. Sebuah ruangan khusus berukuran cukup besar di mana Yudha biasa bekerja saat di rumah, sekaligus tempat bagi semua koleksi buku keluarga ini berada.

Saat melihat Agung dari belakang, tiba-tiba Indra kembali teringat kejadian di café milik Dani tadi sore. Meskipun samar, tapi ia sempat menangkap reaksi Agung yang menunjukkan kalau ini bukanlah kejadian pertama. Dengan sabar pria itu menenangkan Rani sambil mengucapkan beberapa kata yang tak dapat Indra dengar dengan jelas.

'Ah, mas Agung pasti juga tahu sesuatu, kan?' batin Indra. 'Coba kita lihat, laporan seperti apa yang akan mas Agung sampaikan pada ayah.'

"Masuk!" terdengar suara berat milik Yudha yang mempersilahkan Agung untuk masuk.

Yudha tengah duduk di meja kerjanya, di belakangnya terdapat jendela besar yang mengarah ke taman belakang. Pria pemilik alis tebal itu tetap terlihat tenang meski melihat Indra ikut masuk mengikuti Agung.

"Indra, ada apa?" tanya Yudha pada Indra.

"Aku ingin bicara dengan ayah. Tapi biar mas Agung dulu saja. Aku masih punya banyak waktu," jawab Indra. Ia memilih untuk duduk di sofa yang ada di tengah ruangan sembari menunggu.

Meskipun tak memperhatikan Yudha dan Agung yang sedang berbincang, tapi Indra memasang telinganya dengan seksama. Ia ingin tahu apa yang akan dikatakan Agung tentang kejadian tadi sore.

"Duduk, gung," perintah Yudha.

Terdengar suara kursi yang digeser, "Tuan..."

"Berikan laporanmu," kata Yudha dengan suara tegas.

Indra membolak-balik majalah bisnis yang tadi ia ambil dari nakas di dekat sofa. Walaupun terlihat seperti membaca majalah tersebut, namun ia masih terus berkonsentrasi mendengarkan laporan Agung.

"Hari ini, nona berangkat sekolah seperti biasa, tuan. Menurut laporan yang saya terima dari tim Zeta dalam, semua berjalan baik-baik saja hingga nona pulang sekolah. Kami langsung kembali ke rumah," jelas Agung begitu datar, membuat Indra sedikit bosan. "Lalu sekitar pukul setengah lima sore, nona Fara datang untuk menjemput nona Rani. Kami pergi ke café milik tuan Dani untuk merayakan keberhasilan di acara Festival Seni Nasional. Dan sekitar pukul enam tiga puluh petang, tuan Indra tiba. Selanjutnya persis seperti laporan yang saya kirimkan lewat pesan singkat tadi, tuan," jelas Agung.

Khirani (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang