3. sekedar pelayan

108 18 0
                                    

Karena terlalu banyak perihal rasa sakit yang didapatkannya, seringkali Ciel tidak mempercayai kehidupan itu dapat dirasakan dengan kebahagiaan pula. Dia bahkan tidak bisa menciptakannya sendiri, Ciel hanya memikirkan bagaimana caranya bertahan. Serta menunggu para musuhnya untuk membalaskan dendam.

Tidak perlu repot-repot untuknya mencari mereka, karena mereka pasti akan datang sendiri. Setelah mengetahui bahwa pewaris Phantomhive masih hidup, mereka pasti tidak akan membiarkannya terjadi.

"Hanya anak kecil."

Sudah terlalu sering pula Ciel mendengar perkataan seperti itu. Meskipun kebenarannya memang tidak bisa dihindari, Ciel selalu berusaha untuk tidak di anggap anak kecil. Dia sudah dewasa, tidak peduli jika kedewasaannya tidak dapat terlihat. Ciel hanya perlu membuktikannya saja.

"Kakak," lirih Ciel saat mentari pagi menyilaukan pengelihatannya.

Sebastian yang kebetulan berada di kamarnya, langsung menatap ke arah Ciel. Dia sudah sering melihat Ciel seperti itu, bisa dikatakan Ciel merindukan kakaknya. Dia masih merasa bersalah, karena sejauh ini sudah berbohong. Dan juga memerankan peran seseorang di dunia ini.

"Ada apa tuan muda? Kau masih sakit?" Sebastian sengaja bertanya seperti itu, agar Ciel tidak merasa bahwa Sebastian mengetahui banyak hal tentangnya.

"Lagi-lagi mimpi yang sama, aku selalu merasa hatiku terhubung dengan kakak."

Sebastian juga sudah tahu bahwa mimpi Ciel selalu tentang kakaknya. Dia hidup kembali tanpa adanya kedua orangtuanya yang berada di dekatnya. Serta dia kehilangan segala-galanya yang di anggap berharga. Itu wajar saja, Sebastian yang hanya sekedar pelayan iblis saja terkadang memikirkan keadaan Ciel. Mungkinkah dia sanggup menjalaninya? Dia hanya seorang anak-anak.

Masih berusia tiga belas tahun itu bukan usia yang dewasa. Ciel sepenuhnya masih anak-anak, terlalu sulit untuknya beranggapan semuanya akan baik-baik saja.

"Jangan khawatir dan merasa takut, tuan muda. Selagi saya berada di dekatmu. Maka semuanya akan baik-baik saja, kau sudah terikat kontrak denganku. Maka keselamatanmu adalah kewajibanku," kata Sebastian sambil mengelus puncuk rambut anak itu.

Hari yang melelahkan bagi Ciel, dia yang mengharuskan diri untuk berperan sebagai kakaknya itu. Diam-diam menangis sambil mengakui kesalahannya. Jika semuanya sudah selesai, Ciel tidak akan mengulanginya. Dia berkeinginan untuk berakhir, dan membiarkan Sebastian mengambil jiwanya. Itu bukanlah hal yang menakutkan, Ciel sedari awal juga sudah mati. Berkat kontraknya bersama Sebastian, Tuhan memberikan kehidupan padanya sedikit lebih lama lagi.

Ciel beranjak dari ranjangnya, dengan helaan napasnya yang tercekat. Ciel merasa ketakutan, bisa jadi penyakitnya kambuh. Dia memang selemah itu, tapi terpaksa berlagak kuat hanya untuk memerankan peran yang sempurna.

Mungkin memang terkesan bodoh. Meskipun begitu kenyataannya, Ciel tidak peduli. Dia akan melakukan apa saja guna membalaskan dendamnya. Di malam mengerikan itu, di saat dia tidak memiliki banyak tenaga. Ciel menyaksikan orangtuanya di bunuh, kakaknya yang terus melindunginya sampai di detik-detik terakhir.

"Aku harus tetap hidup, semua yang aku lakukan demi membalaskan dendam pada mereka yang membuatku berakhir seperti ini," ucap Ciel tersenyum miring atas kepuasaannya.

"Yes my lord."

─── ・ 。゚☆: *.☽ .* :☆゚. ───

Sudah menjadi kebiasaan bagi Ciel, menikmati makanan yang manis sambil menikmati teh hangat buat Sebastian. Dia memang terbiasa akan hal itu, dan membuatnya merasa lebih baikan. Padahal baru hidup selama tiga tahun bersama Sebastian, tapi sosok itu bisa melakukan banyak hal dengan kesempurnaan. Mungkin karena dia seorang iblis, kemampuannya menandingi manusia. Bahkan bisa lebih dari itu.

Hati TerhubungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang