13

697 93 4
                                    

Maria benar-benar merasa kewalahan oleh Bian setelah pria ini mendeklarasikan keseriusannya pada Maria  di kediamannya yang bak istana itu minggu lalu. Itu deklarasi sepihak yang seenaknya Bian lakukan, karena Maria tidak pernah setuju akan pernyataan Bian untuk membuktikan keseriusannya itu.

Tiga hari yang lalu Maria melapor polisi karena ada uang berjuta-juta yang masuk ke rekeningnya tanpa ia tahu siapa pengirimnya, lalu ternyata Bian lah pelakunya. Lelaki itu bilang ia mengirimnya untuk uang jajan Maria, tapi Maria malah mengembalikan semua uang itu pada Bian dengan dalih takut itu adalah uang yang dicuci.

"Saya gak pernah ya melakukan praktik kotor sampai harus cuci uang!" ujar Bian dengan kesal waktu itu, di perjalanan mengantar Maria pulang ke rumahnya dari kantor.

Siapa yang gak mau duit? Orang menengah ke bawah seperti Maria tentu mau duit, tapi dia lebih takut akan konsekuensi dari menerima uang sebanyak itu. Bagaimana jika Maria memakai uang itu lalu  suatu hari nanti Bian bosan bermain-main dengannya dan meminta balik uangnya? Maria akan lebih kewalahan lagi. Ia tidak mau lebih menyusahkan hidupnya yang memang sudah susah. Maria ingin punya duit dari kerja kerasnya sendiri, maka dari itu ia ingin cepat-cepat ke Surabaya.

"Minggu depan kayaknya saya udah bisa flight ke Surabaya Pak."

"Hah? Cepet banget, kan mulai kerjanya masih sebulan lagi?"

"Saya kan perlu lihat situasi di sana dulu, sambil cari tempat tinggal. Semua itu kan gak mungkin dilakuin di hari H Pak."

"Yaudah pesen aja tiketnya, berdua sama saya."

"Hah? Gak usah Pak! Saya sendiri aja."

"Duh Mariaaa..." Bian mengusap-usap wajahnya, perempuan ini memang benar-benar nol besar pengalamannya soal pacaran. "Ya saya temenin kamu lah. We're in relationship, right?"

"Sejak kapan ya Pak? Perasaan....."

perasaan Bapak gak pernah nembak saya?

Oke abaikan saja soal Maria yang tidak tau bahwa tindakan Bian selama ini memperlakukannya dengan spesial, menjemput dan mengantarnya ke mana-mana, sudah termasuk pacaran. Maria belum pernah pacaran dan di dalam pengetahuannya yang sedikit tentang berpacaran, ikatan itu baru bisa terjadi hanya jika Bian menembaknya dengan mengatakan "will you be my girlfriend?" Dan mendapat persetujuan dari Maria.

Jadi selama ucapan itu belum ia dengar dari Bian, Maria sanksi mereka sudah berada di dalam hubungan sepasang kekasih.

"Kalo kita ini bukan apa-apa, kamu harusnya nolak saya anter dan jemput ke mana-mana. Rumah saya ke rumahmu jauh loh Maria, ditambah selalu macet. Kamu pikir saya selama ini anter jemput cuma karena iseng doang?"

Maria tidak mengangguk tapi ia memang berpikir Bian kerajinan selama ini. Ia juga tidak menolak karena takut Bian akan memaksa dan marah-marah.

"Jangan-jangan kalau saya elus pipi kamu, belai rambut kamu, kamu kira saya melakukan pelecehan seksual?"

"Ma-maaf Pa—"

"Udah saya bilang jangan minta maaf mulu!"

Rasanya Maria ingin sekali meninju laki-laki ini, tapi ia takut. Bian menarik napas dan menghembuskannya beberapa kali sebelum tersenyum, kayaknya laki-laki ini sedang berusaha untuk menetralkan emosinya. "Maaf, saya marah-marah. Things aren't going well lately. Maaf kalau saya lupa dan malah jadiin kamu tempat saya buang emosi saya dari perkerjaan."

Maria tidak mengangguk, dia kesal mengapa dia yang tidak tau apa-apa ini jadi kena damprat oleh Bian.

"Yaudah, pesan tiketnya dua ya, sayang."

Dunia ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang