22

619 79 4
                                    

Mereka berdua duduk di teras rumah, menyaksikan kembang api di langit malam tahun baru sambil menggenggam jagung bakar yang hampir habis. Maria tidak pernah membayangkan kalau seorang Biantara bisa duduk di teras rumah sederhananya ini dan menyaksikan kembang api gratisan bersama.

"Biasanya kamu kalau tahun baruan ngapain aja?" Tanya Maria memecah keheningan.

Bian mendongak, kalau diingat-ingat lagi, kebanyakan malam tahun barunya dihabiskan bukan di Indonesia, tapi di London. "Ngumpul sama temen-temen. Tapi pas balik ke Indo kebanyakan sendirian sih."

"Gak sepi?"

"Gak juga, mungkin karena akunya juga gak terlalu ambil pusing? Mau rame-rame, mau sendiri, rasanya ya biasa aja."

"Kalo aku, keluargaku selalu ngerayain tahun baru ramai-ramai, tapi sejak Bapak meninggal, mau seramai apa pun, aku tetep aja ngerasa sepi."

Bian meraih tangan Maria untuk ia genggam, "Mar, Jujur setiap ngeliat kamu, aku sebenernya agak nyesel."

"Nyesel kenapa?"

"Nyesel karena i'm too late to approach you? I guess so. Harusnya aku bisa lebih awal tertarik dan deketin kamu, biar kamu gak terlalu lama ngerasa sepi dan kamu gak hadepin semuanya sendirian."

"Gak perlu nyesel, itu mah emang akunya aja yang gak menarik. Sekarang aja aku masih bingung kenapa kita bisa pacaran, since...nothing special about Maria."

"Maria is pretty tho. Jangan coba-coba remehin selera aku ya."

Maria tertawa, "itu mulut yang kelewat manis banget atau emang aku yang gampang terbang kalo dipuji?"

"Masa sih? Emang iya manis?" Kemudian Bian mencuri kecupan di bibir Maria, "beneran manis gak?"

"Gak gitu ya maksudnya! Maksudku, mulut kamu  itu cheesy."

Sekali lagi Bian mengecup bibir Maria, "masa iya sekarang rasanya jadi keju?"

"Tau ah!"

"Mar, aku kayaknya gak bisa pulang. Ngantuk banget, bahaya loh kalo nyetir pas ngantuk gini."

"Halah."

Bian tertawa karena rupanya Maria mengetahui niat terselubungnya untuk menginap di sini malam ini. "Aku tuh khawatir sama kamu. Cewek, malem-malem, sendirian di rumah lagi."

"Jujur aku lebih takut lagi sama kamu, Bi."

"Masa? Yaudah kamu tidur di kamar Mama kamu, aku tidur di kamar kamu. It's fair for us."

"terserah." Maria berdiri untuk beranjak masuk ke dalam rumah. "Mau ganti baju dulu pake kaos James gak? Kamu gak bakal tidur pakai kemeja kan?"

"Boleh banget."

Bian masuk ke kamar Maria dan berganti baju dengan kaos dan celana pendek milik James yang dipinjamkan Maria. Perempuan itu sepertinya sedang menyikat gigi di dapur. Bian merebahkan tubuhnya di kasur single bed milik Maria, dan memeluk guling Maria. Sepertinya wangi khas Maria tertinggal di ruangan ini.

"Loh?" Ujar Bian yang langsung duduk kala melihat Maria masuk ke kamar. "Kita tidurnya bareng? Gapapa emang?"

"Aku gak pernah tidur di kamar Mamak, biasanya suka mimpi tentang Bapak kalau tidur di sana." Bian mengerti dan bergeser rapat ke tembok, walau sempit, rasanya tidak apa karena ia bisa lebih leluasa memeluk Maria.

"Pintu rumah udah dikunci belom Mar?"

"Udah."

"Asik."

Maria bangun dari tidurnya, "Kalo pikiran kamu jadi ngaco, aku mau pindah ke ruang tamu aja."

"Yah jangan gitu dong."

Dunia ini Milik KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang