^^^

1.1K 100 8
                                    

Aroma yang menusuk hidung memenuhi sebuah ruangan bawah tanah. Mereka yang tak terbiasa dengan bau busuk ini bisa saja langsung memuntahkan semua isi perutnya. Jejak-jejak abstrak tercetak jelas pada dinding serta lantai. Begitu banyak noda kotor yang tertinggal, menandakan tempat ini telah sering digunakan. Setiap jejak itu akan mengering maka akan ada jejak baru yang terbentuk.

Pria-pria berbadan tegap disertai pakaian formal serba hitam tengah memenuhi ruangan tersebut. Digenggaman mereka masing-masing terdapat sebuah benda tajam penuh darah. Sementara dibawah mereka orang-orang yang meminta pengampunan meronta-ronta. Mereka sekarat, tetapi teriakan menuju ajal itu hanya menjadi angin lewat untuk sekedar didengarkan.

Tak punya perasaan? Ya, dalam pekerjaan gelap seperti ini hati nurani memang tak lagi dibutuhkan. Mereka hanya bekerja demi uang, di dunia mereka jika tak ada uang maka siap-siap untuk menjadi santapan seseorang. Jadi, daripada mereka menjadi sebuah makanan bagi orang lain maka mereka sendiri yang akan menjadikan seseorang sebagai makanan mereka. Di mangsa atau memangsa, hanya itu, tak ada hal lain untuk memilih.

Sementara itu di sudut ruangan dengan pencahayaan remang sosok pemilik mata hitam memandang santai. Ia menikmati bagaimana teriakan yang sebenarnya memekakkan telinga tersebut memenuhi ruangan. Jonggun sedikit mengangkat bibirnya, ia sedikit terhibur dengan aksi yang dilakukan para orang yang bekerja dengannya tersebut. Mereka sudah banyak berkembang rupanya, itu yang Jonggun pikirkan.

Pada awalnya bawahannya itu hanyalah seorang manusia yang berhati sangat lembek, dan Jonggun tak suka itu. Siapapun yang bekerja untuknya tak boleh memiliki belas kasih kepada siapapun. Karena didalam dunianya yang gelap dan kejam siapapun yang berhati lemah akan mati lebih dulu. Jonggun yang kala itu belum genap berusia 20 tahun mendidik para bawahannya dengan tangannya sendiri. Ia juga membunuh beberapa orang yang menurutnya akan menghambat perjalanannya ke depan. Dia membunuh tepat dihadapannya pekerja lain yang menyaksikan dengan langsung. Jonggun tak kejam, ia hanya menunjukkan bahwa inilah dunia gelap yang harus mereka tempuh pada saat itu juga.

Dulu Jonggun juga merasa heran, bukankah para anak buahnya ini sudah terbiasa berkutat dengan dunia yang kelam? Nampaknya dunia mereka masih jauh dari kata kelam, mereka hanya menapaki permukaannya saja, bukan seperti Jonggun yang memang hidup dalam sebuah lubang kegelapan sejak ia lahir.

Hari-hari yang tak terhitung Jonggun habiskan untuk melatih para anak buahnya tersebut. Sampai ketika sesi latihan telah berakhir, Jonggun berhasil menciptakan puluhan manusia yang bisa disebut sebagai mesin pembunuh, walaupun tak begitu sempurna setidaknya mereka kini dapat sedikit diandalkan, ya walau mereka kadang bisa menjadi bodoh dalam suatu waktu. Tetapi kini Jonggun tak harus selalu mengotori tangannya sendiri untuk membunuh para sampah yang tak bisa mengembalikan uangnya tersebut.

Teriakan-teriakan tersebut kian melemah. Entahlah, mungkin para Malaikat maut telah membawa celurit pencabut nyawa? Lihat saja mata para sampah ini, begitu melotot dengan mulut yang menganga, mungkin memang benar visualisasi dari Malaikat pencabut nyawa itu sangat seram. Hingga suara kesakitan itu tak lagi terdengar pada telinga barulah mereka berhenti melakukan kegiatan membunuh para manusia itu.

Pekerjaan tak manusiawi mereka tak berakhir sampai situ saja, setelah memastikan bahwa nyawa para manusia itu telah hilang sepenuhnya mereka menyayat kulit para orang tersebut seperti memperlakukan hewan. Tak peduli dengan cipratan darah segar yang mengenai pakaian formal mereka, tangan-tangan mereka dengan lihai mengambil organ-organ yang bernilai tinggi untuk dijual.

Masih di tempat yang sama Jonggun mulai menatap bosan. Orang-orang yang bekerja untuknya itu kini sudah terlatih, jadi dia harus melakukan apa? Berbicara dengan Shaorung? Hm, tetapi dia tak ada, Jonggun sendiri yang menyuruhnya untuk membawakan para orang lain yang berhutang ke hadapannya.

Sangkar || GunGooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang