^^^^^^^

847 83 6
                                    

Satu amplop coklat dengan lembaran uang ratusan ribu won berada di tangannya, jika di hitung, nominal dalam amplop itu bisa mencapai puluhan juta won. Ia melongo, bibirnya membulat, dalam dua puluh dua tahun hidupnya baru kali ini ia memegang uang yang sangat banyak.

Pria dengan surai legam yang di sisir sangat rapi itu memutar bola matanya, ia mulai jengah menatap si pirang yang duduk berhadapan dengannya ini sebab tak berhenti berdecak karena uang-uang itu.

Uang itu adalah bayaran Jungoo selama satu bulan bekerja dengan Jonggun. Apa? Jangan kalian kira jika Jonggun hanya membayar Jungoo dengan memberi tempat tinggal yang layak, membelikan pakaian bermerk atau sekedar memanjakannya dengan makanan enak. Jungoo kan 'bekerja' dengan Jonggun, setiap pekerjaan tentunya akan menghasilkan uang, lagipula Jungoo kan melakukan dua pekerjaan sekaligus untuk Jonggun.

"Berhenti kagum sama uang-uang gak seberapa itu, Kim Jungoo," Jonggun berucap malas.

Mata Jungoo masih tak berhenti melihat uang-uang itu, ia berucap, "Gue gak pernah punya uang sebanyak ini."

Jonggun mengernyit, kenapa ucapan Jungoo barusan terdengar menyedihkan?

Jonggun menyunggingkan bibirnya licik, ia bersuara kembali, "Gue bisa bayar lo lebih banyak lagi Jungoo, tapi lakuin lagi satu pekerjaan mudah setiap hari."

"Apaan emang?" Jungoo mengalihkan atensinya, ia kini menatap ke arah Jonggun dengan antusias.

Jonggun menjawab dengan raut serius, "Blowjob."

Jawaban dari Jonggun itu secara otomatis membuat Jungoo menyemburkan cacian kepada si mata hitam, "Brengsek! Otak kotor lo itu perlu di cuci! Dasar Jonggun idiot!"

Tanpa berucap sepatah kata apapun lagi Jungoo keluar dari ruangan itu dengan kesal, entah kemana ia akan pergi yang jelas Jungoo tak ingin berbicara dengan Jonggun, bisa tercemar otaknya yang masih suci nanti.
.

.
Jungoo berakhir di depan Minimarket, ia meminjam sepeda milik Jonggun, sebenarnya Jungoo tak bilang terlebih dahulu sih, ia kan tak ingin berbicara dengan si mesum itu lagi.

Ia beristirahat di kursi yang memang telah di sediakan oleh toko itu, kakinya lelah mengayuh pedal, cukup banyak waktu termakan hingga Jungoo bisa sampai ke sini. Untuk apa coba Jonggun membangun rumah mewahnya di lokasi yang cukup dalam seperti itu, kalau itu Jungoo maka ia akan membangun rumah mewahnya di tempat yang dilalui banyak orang, sehingga orang-orang itu akan tau seberapa kaya raya dirinya.

Jungoo kembali berpikir, tetapi sepertinya rumah milik orang yang memiliki bisnis 'kotor' semacam itu memang sengaja dibangun di lahan yang cukup tersembunyi?

Si pirang itu mengangkat bahunya, untuk apa ia memikirkan hal seperti itu?

Mulutnya kembali menyedot sekotak susu rasa pisang, sudah dua kotak ia tenggak, tetapi ia masih ingin rasa manis itu mengaliri tenggorokannya. Jungoo kembali mengingat uang yang diberikan Jonggun tadi, sekitar tiga puluh juta won lebih, bagi Jonggun mungkin nominal itu tak banyak, tetapi bagi Jungoo jumlah itu sudah sangat banyak. Sebenarnya ini bukan kali pertama Jonggun memberinya uang, tetapi untuk nominal yang besar baru kali ini. Mudah sekali nampaknya bagi Jonggun itu untuk menghamburkan uang-uang itu.

Jungoo baru sadar, ini pertama kalinya ia keluar sendiri, biasanya ia akan keluar dengan Jonggun ataupun para pengawal itu. Tak buruk, ia cukup menikmati ini.

Tangannya mengambil ponsel yang tiba-tiba berdering dalam saku celana. Ia membenarkan letak kacamata tanpa lensa miliknya yang melorot, Jonggun menyuruh Jungoo untuk memakainya, awalnya Jungoo menolak, tetapi daripada menjadi perdebatan panjang, Jungoo mengalah saja. Jonggun berkata bahwa ia perlu menyembunyikan tatapannya yang bisa berubah dalam waktu yang singkat.

Sangkar || GunGooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang