"Sayang, bukumu ketinggalan." Tangannya terjulur ke arah Alia yang sudah membuka pintu hendak keluar dari kamar hotel. Mau tidak mau Alia menoleh kepadanya, lelaki tampan dengan senyuman menggoda itu tidak pernah gagal membuatnya terpesona. Ia merutuki dirinya dalam hati, kenapa harus ada acara ketinggalan buku segala sih?
Ia berbalik sepenuhnya, mendapati tubuh bagian atas Hans yang bidang tanpa sehelai benang pun. Rambutnya berantakan khas bangun tidur, suaranya serak dan terdengar berat. Rencana Alia untuk pergi tanpa membuat Hans bangun sudah gagal.
Helaan napas menyerah Alia terembus pelan seraya berjalan menghampiri Hans, menarik buku bewarna biru milik Audrey namun Hans menahannya. Dengan senyuman jailnya, Hans menarik Alia kembali ke dalam pelukannya, yang tidak pernah gagal menenangkannya. Menciumnya tanpa memberi kesempatan Alia untuk menghindar, meski begitu Alia pun tidak ingin menghindar.
Hans membuang buku itu ke sembarang tempat. Melepaskan tas Alia dan merangkul tubuh Alia ke tengah ranjang. Perempuan itu berada di bawah tubuhnya. Hans melepaskan ciumannya dan mengagumi kecantikan Alia dengan sorot matanya yang haus akan kepuasan. Dia tidak pernah merasa bosan bercinta dengan Alia, entah kenapa perempuan itu selalu bisa memuaskan hasrat seksualnya tapi tidak pernah cukup, Hans selalu ingin lagi dan lagi.
Membuatnya tidak pernah bisa lepas dari Alia.
Suara ponsel bergetar berkali-kali di meja samping. Membuat Hans bergerutu kesal. Momen foreplay-nya bersama Alia sudah membuatnya tidak kuat menahan gairah, tapi getaran ponsel miliknya menurunkan hal itu secara perlahan-lahan. Harusnya dimatikan saja ponsel miliknya. Si penelepon pun sepertinya cukup keras kepala meski tidak ada respon ia terus saja menelepon. Akhirnya Hans menggeser tubuhnya meraih ponsel lalu dengan kesal menjawabnya. Seketika suaranya berubah rendah, bangkit dari ranjang dan berdiri di samping jendela, tanpa berpakaian.
Alia memperhatikan dan mendengarkan dengan saksama. Lalu mengenakan kembali pakaiannya. Ia tahu siapa yang menelepon. Anehnya, kali ini Alia tidak merasa marah, cemburu atau kesal.
"Iya, sayang, maaf hapeku silent. Ada apa?Jangan ke dokter itu lagi kan sudah kubilang, coba ke dokter lain.. nggak, babe, Dahana kuat dia bakal sehat lagi, kamu yang tenang. Besok aku pulang, sabar ya."
Hans berbalik menghadap Alia dan mendapati perempuan itu sedang memungut buku di lantai dan bersiap pergi.
"Al, sorry, Dahana kambuh lagi asmanya, dia--"
"Kamu pulang hari ini aja, Hans, keluargamu butuh kamu," potong Alia, menaruh buku di dalam tasnya.
"Aku sudah janji tiga hari ini waktu untuk kita berdua, kan Alia. Sini," Hans menjulurkan pergelangan tangannya, meminta Alia untuk meraihnya dan kembali ke pelukannya.
Alia bergeming. Hans tidak sabar menunggu, akhirnya dia menghampirinya dan mendekapnya mesra. Mencium puncak kepalanya gemas.
"Aku sayang kamu, Allisandra."
Bagi Hans kalau dia tidak mengungkapkan perasaannya, rasa seperti ada yang hilang, tidak lengkap, aneh dan ganjil.
"Semua hal akan berubah dan berlalu, Hans." Alih-alih membalas ucapan sayang Hans, Alia justru bicara sesuatu di luar konteks. Kening Hans berkerut lalu melepaskan pelukannya dan berhadapan wajah dengan Alia.
"Dan ada hal-hal yang nggak bisa kuubah," lanjut Alia lagi.
"Kamu ngomong apa, sayang?"
"Nggak apa-apa aku cuma bicara sendiri. Kamu harus pulang, Dahana butuh kamu."
Alia memundurkan tubuhnya dari tangan Hans. Tersenyum simpul lalu pamit dan keluar dari kamar hotel. Tidak merespon panggilan Hans yang terdengar kebingungan. Hans tidak mungkin mengejarnya keluar kamar dalam kondisi telanjang bulat, ini digunakan Alia untuk segera keluar mencari taksi.
Di dalam taksi, Alia mengembuskan napas lega lalu membisukan ponselnya. Merebahkan kepalanya ke belakang kursi. Rasanya sakit meninggalkan Hans seperti itu saat perasaannya masih menginginkannya lebih. Tapi entah kenapa pikirannya selalu berkata untuk pergi. Meskipun untuk hari ini saja Alia mampu melakukannya. Hari-hari selanjutnya, Alia tidak tahu.
Setidaknya ada kekuatan yang tersimpan di dalam hatinya, kekuatan yang tidak diketahuinya ternyata ada, kekuatan yang membuatnya mampu menyuruh Hans untuk kembali pada keluarganya. Sebelumnya, Alia selalu merasa kecewa, sakit hati dan marah setiap kali Hans lebih memilih istrinya saat mereka bersama. Sekarang, ini kali pertama dia merasakan kelegaan saat istrinya menghubungi Hans, dengan begitu dia bisa punya alasan untuk pergi. Dan mengurangi rasa bersalahnya.
Alia cukup bangga pada dirinya sendiri, meskipun belum bisa sepenuhnya melepaskan Hans tapi ini langkah pertama yang bagus, pikirnya.
Tubuhnya menegak, lalu mengambil buku di dalam tasnya. Membuka sampul buku dan membaca nama Audrey Millana--Audi, dalam tulisan bersambung. Entah apa yang Alia pikirkan tentang buku atau pemilik buku itu tapi ia mengulum senyum kecil lalu memasukannya kembali ke dalam tas. Mengambil ponselnya dan menekan tombol panggilan. Dalam dering ketiga suara seorang laki-laki membalasnya.
"Dav, kirim nomor telepon Audrey sekarang ya." Alia menelepon David, rekan kerja satu divisi Audrey. Tidak butuh waktu lama, ponsel Alia berbunyi satu kali, pesannya singkat tanpa basa-basi hanya berisikan nomor telepon dengan nama 'Audrey Procurement' yang ditulis David di kontaknya. Alia menyimpan nomor Audrey dan membuka akun sosial medianya. Mengetikkan nama lengkap Audrey dan menemukan lebih dari dua akun, namun foto diri Audrey langsung dikenali oleh Alia.
Selama perjalanan menuju rumahnya, Alia berselancar menyelami kehidupan Audrey yang terabadikan dalam foto-foto dan video.
"Knowing you're in a better place its a bittersweet blessing, my dear. This world is sometimes horrifying; war, hatred, bullying, suicide, poverty, crime, child murder. But there is also kindness and happiness, it's just that I haven't found it again since you passed away"
Alia tertarik pada foto terakhir yang diunggah delapan bulan lalu dengan takarir yang membuat perasaannya seperti tersengat listrik, ada rasa tergugah yang menghentakan dari mati surinya. Foto bayi hitam putih dengan senyum lebar dan mata indah, wajahnya sangat mirip dengan Audrey versi laki-laki. Awalnya ragu, namun foto wajah bayi itu seolah menghipnotisnya dan membuat Alia akhirnya menekan tombol 'suka' dan sekaligus menekan tombol 'mengikuti'.
Ada sesuatu pada diri Audrey yang membuat Alia ingin berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Cinta Dalam Tiga Detik [END]
Ficción GeneralHanya dalam waktu tiga detik saja Audrey mengklaim dirinya jatuh cinta pada Allisandra. Hal pertama yang dilakukan Audrey adalah menghindarinya sekuat tenaga. Namun semakin hari pikirannya semakin penuh dengan sosok perempuan cantik itu. Audrey tida...