End.

1.1K 50 13
                                    


~Happy Reading~


"hm, iyaa. Terserah."Sae berpikir untuk mengiyakan karena Rin tampak sangat ingin berkumpul bersama temannya, tetapi karena Sae sakit jadi ia harus/wajib menemaninya.

__

Beberapa menit telah berlalu tak cukup satu jam teman teman Rin datang kerumahnya. Entah apa yang ingin dilakukan oleh mereka untuk menghilangkan rasa bosannya itu. Entahlah, bagi mereka yang penting rasa bosan ini hilang.

Canda dan tawa terus terusan mengisi rumah mereka. Sae berada dilantai atas sembari menutup telinganya dengan bantal, karena sungguh berisik baginya. Sae menghela nafas lembut. Rasa sesak di dada dan wajah yang memerah membuatnya sangat lemah sekarang. Ia mencoba untuk beristirahat tetapi diganggu dengan suara teman Rin.

Jujur saja, Sae sendirian dikamar dengan hawa yang panas. Tubuh bercucuran dengan keringat saking panas hawa tersebut. Ingin dirinya untuk menyalakan pendingin ruangan tetapi Rin melarangnya dengan alasan

"Jangan nyalain pendingin ruangan dulu. Biarin aja tubuh lu berkeringat, buat nurunin demam lu" -Ocehan dari Rin.

Itu sangatlah membuat Sae tersiksa dikamarnya. Tubuh dan tangan yang panas itu mencoba bangkit dari kasur dan mengambil ponselnya. Dibuka-nya aplikasi pengirim pesan untuk memberitahu Rin agar tak terlalu berisik dan memohon agar remote kendali pendingin ruangan dikembalikan kepada pemiliknya.

 Dibuka-nya aplikasi pengirim pesan untuk memberitahu Rin agar tak terlalu berisik dan memohon agar remote kendali pendingin ruangan dikembalikan kepada pemiliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mau tak mau Sae menghela nafas kasar dan melempar ponselnya keranjang dengan kasar. Surainya dilerai oleh dirinya sendiri. Sae dengan keadaan terpaksa turun kebawah dengan wajah yang pucat.

Kakaknya yang tetiba turun tiba tiba saja menjadi pusat perhatian karena kondisi lusuh dan pucat.Tanjakan dari tangga terus terdengar, sontak Rin berbalik mengarah ke Sae. Kelihatan sempoyongan dengan kerutan kening menyedihkan diwajahnya.

Rin berdiri dari Sofa.
"Kakak gapapa? Jangan paksain tubuh kakak." Ia beranjak ke Sae dan menggengggam kedua lengannya. Tatapannya seolah olah khawatir kepadanya.

"Kakak panas banget Rin... Kakak mohon nyalain AC.. kakak ga tahan panas...." Sae merengek kepanasan kepada Rin, berharap ia dibelas kasihi oleh Rin.

"Ngomong naon atuh teh, suaranya kecil bet" keluh bachireng.

"Chira, ga baik nguping gitu"  kepala bachira ditempeleng oleh isagi.

"Tau nih, rumah orang ga tau malu cireng"
Helaan nafas dari kunitot.

"Lu yang harusnya dibilangin gitu. Ga liat apa tuh cemilan yang dikasi sama kak Sae lu semua yang ngabisin ngentot" jari tengah diberikan untuk kunitot dari nagintol.

"Ya namanya juga gua laper puki" kunitot.

"Yaudah sana makan tolol" nagi.

Tatapan tajam Rin diberikan untuk anak berempat itu karena berisik dengan kata yang kasar. Sejujurnya Sae tak suka kepada orang yang sering berkata kasar, tetapi karena ia mengira semua masa muda semuanya berubah begini, jadi dia memakluminya saja.

"Disini terlalu berisik, kita kekamar aja biar lu bisa ngasi tau dengan suara yang jelas."

Sae mengangguk.

»

Clack.

Pintu kamar ditutup. Rin berbalik dan ditepi ranjang tepat disamping Sae.

"Maaf ganggu waktumu dengan temanmu, Rin...."

"Gapapa. Mau ngasi tau apa tadi?"

"Ga penting si... Tapi disini kakak panas banget.. kakak boleh minta remote acnya ngga Rin? Please....." Rengekan terdengar lagi dan lagi.

Rin menggeleng. "Ga boleh."

"Rin......"

"Hah..… udah gua bilang kan? Biarin aja tubuh lu keringetan, kak." Rin berpikir bahwa hanya itu saja permintaan Rin yang tergampang.

"Ga bisa, Rin.... Kakak ga tahan panas..." Rengekan masih saja tak berhenti henti.

"Mau sembuh atau tetap sakit?"

"Mau sembuh....." Lirihnya.

"Yaudah kalau gitu nurut. Sana istirahat aja."

"Ck" decak Sae.

"Apaan cak cek cak cek? Hadeh....
Ini cara yang paling mudah untuk sembuh, mau kakak apaan?"

Sae menggeleng dan mengerucutkan bibirnya. "Ngga" itu terdengar sedikit kasar.

"Gua gini ga maksud nyiksa lu, tapi gua Sayang sama lu, kak."

Mata membola sempurna. Akhirnya Sae mendengarkan kalimat sayang kepada dirinya setelah sekian lamanya. Terakhir ia mengatakannya pas masih kecil yang tak ada kata Sae menyakiti dan meninggalkan Rin.

"Kata sayang sama seseorang ga boleh dibecandain, Rin.." ia mengerutkan keningnya lagi dan lagi.

"Gua ga pernah bercanda."

"Rin beneran sayang sama kakak. Rin juga tau kalau kalimat sayang ga bisa dibecandain, tapi kali ini Rin jujur. Selama ini Rin sayang kakak dari awal sampe akhir, maaf baru ngasi tau kakak kalau Rin sayang banget sama kakak. Maafin semua kalimat kasar Rin yang pernah keluar dari mulut Rin untuk kakak." Rin membalikkan wajahnya, malu dengan tangisan keluar dari matanya.

"eh..........Rin?.."

Rin berbalik menatap wajah Sae dengan senyuman sendu yang terukir dan genangan air mata sembari mengatakan

"Sekali lagi maaf. Rin sayang kakak."

Sae tak tahu lagi, senang tak karuan didalam hatinya. Rasanya ingin berteriak telah meluluhkan kembali adiknya seperti dulu lagi, usaha selama ini tidak ada kata sia sia telah berjuang mendapatkan kembali hatinya.













—Pelukan erat dengan genangan air mata membasahi bahu masing masing. Berharaplah perpisahan tak akan ada didunia ini.—










—THE END.—


Maaf udah end, uthor ga sanggup.

See u in the next time.

Please Forgive Me,Rin ||END-Rinsae||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang