| Enam Belas : Makan Siang |

46 9 2
                                    

            Pagi itu Jiyeon terbangun seorang diri, diliriknya Eunwoo sudah tidak ada di sisinya. Dengan gerakan perlahan gadis itu menurunkan kakinya ke lantai sembari mengusap kedua matanya. Mr. Cooky selalu tersenyum untuknya, boneka yang menjadi kenangan indah di Paris. Jiyeon tersenyum, Cooky menjadi penghuni tetap di kamarnya dan Eunwoo, mengetahui jika harga boneka tersebut selangit tentu saja Jiyeon akan menjaganya dengan baik.
"Selamat pagi, Cooky." Katanya tersenyum, pandangannya beralih pada sesuatu di nakas. Ada sebuah kertas dengan cokelat dan setangkai mawar merah di atasnya.


Meski di cium, Putri Tidur tidak juga bangun.
Jadi aku pergi bekerja lebih dulu.
Good Morning, My Sunrise.

Jiyeon tidak bisa tidak tersenyum lebar, rupanya sikap 'sok romantis' Eunwoo masih berlanjut hingga di Seoul. "Tck—dia kesambet apa sih?!" Gumam Jiyeon, dia segera meraih ponselnya untuk memotret pesan manis yang ditinggalkan sang suami untuk dijadikan feed instagram. Aksi pamer kemesraan masih berlanjut, Jiyeon terlanjur menyukai gimmick yang dia buat di sosial media.
Baru saja diupload, postingan Jiyeon tersebut segera mendapatkan like dan komentar, salah satunya dari Soojung sahabatnya. Gadis itu tertawa melihat komentar julid Soojung yang pura-pura iri, namun senyuman itu lenyap seketika mendapati ada komentar lain yang ikut bercuit di kolom komentarnya. Hanya sebuah emot hati merah namun sukses membuat jantung Jiyeon dag dig dug, pemilik akun yang sudah lama menghilang namun tiba-tiba kembali hadir meramaikan sosial medianya. Ya, pemilik akun itu adalah Kim Taehyung, seseorang yang dahulu selalu mewarnai instagram story Jiyeon dan selalu mendapatkan mention dari gadis itu. Semangat Jiyeon pagi itu tiba-tiba luruh, mengapa Taehyung harus kembali mengusik hidupnya?
Lamunan Jiyeon buyar ketika dering ponsel menembus indera pendengaran, ada nama Soojung di sana. Tentu saja Jiyeon tahu apa yang akan sahabatnya itu tanyakan.
"Ada apa?"
"Heh—itu serius Taehyung berkomentar? Atau itu akun fake?"
"Itu memang dia."
"What?! Setelah membuat nestapa dia tiba-tiba datang dan berkomentar seperti tidak punya dosa. Tidak waras!"
"Nanti saja kuceritakan, aku mau berangkat kerja!"
"Hey—aku belum selesai tahu." Jiyeon mematikan panggilan itu sepihak, pikirannya kembali kalut. Tampaknya kehidupannya akan kembali rumit, dia harus menyiapkan mentalnya.
"Okay, sepertinya aku memang harus menghadapi Taehyung bukan menghindarinya." Gumam Jiyeon menguatkan hatinya. Segera gadis itu membersihkan diri dan bersiap untuk pergi bekerja, selesai bersiap dia menyempatkan diri membuat sarapan untuk kakek. Para pelayan takjub akan sikap rendah hati gadis itu, padahal sudah menyandang status Nyonya Cha tapi masih mau repot-repot berkutat di dapur.
"Selamat pagi, Kek. Tidak banyak yang  bisa kubuat, aku sudah bertanya pada kepala pelayan mengenai makanan yang kau suka dan tidak sukai. Semoga lidah Kakek cocok dengan masakanku ya."
Kakek Cha tertawa lebar, "Kau tahu, ini sarapan paling menyenangkan selama hidupku. Aku bisa merasakan makanan yang dibuat oleh cucu menantu, dan bisa makan bersama seperti ini."
"Kakek cicipi saja dulu."
"Baiklah." Kakek mulai menyantap makanan yang Jiyeon hidangkan, dan benar saja rasanya sesuai ekspektasi pria baya itu. "Emm—ini sangat enak, Nak. Lebih enak dari masakan Tuan Kang."
Jiyeon terkekeh, "Eyy—jangan begitu, Kek. Aku jadi tidak enak pada Tuan Kang." Tawa kakek menggelegar, dia merasa sangat senang pagi itu.
"Aku dan Eunwoo jarang sarapan bersama, dia berangkat pagi dan pulang malam. Bisa makan bersama begini, adalah momen langkah. Hanya terjadi ketika peringatan kematian kedua orang tuanya."
Jiyeon bisa melihat jelas raut wajah kesepian itu, dia bisa merasakan kesedihan kakek. "Jangan khawatir, Kek. Aku pastikan kita akan sarapan dan makan malam bersama mulai sekarang." Jiyeon berkata penuh keyakinan, bagaimana mungkin kakek tidak tersenyum.
"Terima kasih, Nak. Kau itu, seperti mentari di rumah ini."
"Kakek bisa saja, jika aku mentari, rumah ini sudah terbakar, Kek."
Lagi-lagi kakek terbahak, "Hahahaha!" Jiyeon selalu bisa mencairkan suasana, gadis yang menyenangkan. Itulah mengapa kakek menyukainya sejak pertama bertemu.

***

Jiyeon baru saja selesai melakukan pemotretan dengan salah satu brand ternama, tanpa sengaja dia bertemu dengan Naeun—si musuh bebuyutan. Naeun tersenyum miring, kalau sudah begini Jiyeon tahu akan mendapat serangan dari gadis itu.
"Wah, tidak disangka kita bertemu di sini. Bagaimana rasanya setelah menjadi nyonya baru?" Basa-basi yang sangat menyebalkan bagi Jiyeon, sebab terselip ejekan di dalam kalimatnya.
Jiyeon tersenyum cantik, "Tentu saja sangat menyenangkan. Kau tahu bukan siapa suamiku? Kau pasti bisa membayangkan betapa bahagianya menjadi Nyonya Cha. Ah, kau harus segera menyusul Naeun, Sayang. Umur kita terus bertambah, jangan sampai masa keemasan kita berlalu." Wajah Naeun tampak sangat kesal, Jiyeon sukses besar menohok hati si musuh.
Naeun tersenyum sinis lagi, matanya menelisik Jiyeon dari atas hingga bawah. "Kau yakin bahagia? Lalu kenapa aku tidak melihat perubahan apapun padamu? Emm—maksudku, kau masih saja berpenampilan udik. Bukankah seharusnya nyonya besar berpenampilan sesuai dengan kelasnya?! Ah—aku lupa kau berada di kelas yang berbeda ya? Hahahaha…."
Jiyeon cukup tersinggung dengan ucapan Naeun, "Apa dan bagaimana penampilanku, rasanya itu bukan sesuatu yang menjadi urusanmu. Jika kau punya waktu untuk mengurus penampilanku, harusnya kau punya lebih banyak waktu untuk mengurus pacarmu yang sedang dalam masalah serius." Setelah mengatakan itu, Jiyeon meninggalkan Naeun yang tampak murka.
"DIA BUKAN PACARKU LAGI, SIALAN!" Jiyeon terkekeh mendengar teriakan Naeun padanya, gadis itu pasti kesal setengah mati. Jiyeon tidak akan pernah menjadi lemah apalagi di depan Naeun, dia tidak akan pernah membiarkan harga dirinya diinjak-injak.
Gadis cantik yang telah berubah nama menjadi Cha Jiyeon itu melesat menuju cafe sahabatnya Soojung. Dia pun menceritakan apa yang dia alami saat berada di Paris, pertemuannya dengan Taehyung.
"What?! Jadi dia datang menemuimu di Paris?!" Teriak Soojung membuat pengunjung caranya menatap aneh ke arahnya, dia segera membungkuk meminta maaf.
"Ya, bayangkan bagaimana syoknya aku."
"Aku bisa bayangkan, kau tidak pingsan kan?"
Jiyeon mendorong dahi Soojung, "Bodoh! Tentu saja tidak. Hanya gemetaran sedikit."
"Lalu bagaimana dengan Eunwoo?!"
"Dia tahu, aku cerita semua padanya. Dia sangat pengertian, bahkan menghiburku."
Soojung tersenyum, "Eyy—kau tampaknya menyukai suamimu."
"Apa maksudmu?!"
Soojung hanya terkekeh, "Jadi, apa yang Taehyung katakan?"
"Dia bilang merindukanku, dia ingin menjelaskan apa yang terjadi tapi aku tidak mau dengar."
"Bedebah sialan! Tidak perlu di dengar, semua sudah terlambat." Soojung ikut kesal, pasalnya dia menyaksikan bagaimana Taehyung menghancurkan sahabatnya.
"Ya, aku tidak mau berurusan dengannya lagi."
"Bagaimana jika dia kembali ke Seoul? Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Soojung lagi, Jiyeon terdiam tampak berpikir.
"Entahlah… aku tidak tahu, tapi aku akan menyiapkan mental menghadapinya. Lagipula Eunwoo akan melindungiku."
Soojung tersenyum, "Kau selalu memuji suamimu."
"Aku hanya bicara fakta." Ponsel Jiyeon berdering, ada nama 'My Hubby' di layar. Seketika kening Jiyeon menyerngit bingung, sejak kapan ada nama kontak semacam itu di ponselnya. Ah, begitu teringat Eunwoo yang meminjam ponselnya semalam barulah gadis itu sadar. Astaga—Eunwoo selalu seenaknya.
Jiyeon mengangkat panggilan tersebut, "Ada apa?!"
"Tck—ketus sekali."
"Ada apa Eunwoo?" Ulang gadis itu lebih lembut dari sebelumnya.
"Datang ke kantorku, bawakan aku makan siang."
Jiyeon mendesah, "Kenapa aku harus repot-repot datang ke kantormu hanya untuk mengantar makan siang? Kau bisa delivery atau makan di luar seperti biasa."
"Wah, istri macam apa kau ini. Suami minta dibawakan makanan kau menolak. Aku kan punya istri yang siap melayani kapan saja, kau ini lupa akan tugasmu ya?!"
"Aku juga sedang bekerja Eunwoo, jarak lokasiku dengan kantormu kan jauh—”
"Aku tidak mau tahu, kau harus sampai di sini sebelum jam makan siang berakhir atau kau akan menyesal!"
"Hey—” Eunwoo telah mematikan sambungan keduanya secara sepihak, Jiyeon meniup poninya kesal. Soojung tertawa melihat ekspresi wajah sahabatnya.
"Eunwoo?"
"Ya, dia minta diantarkan makan siang. Apa aku ini kurir huh?! Dia terkadang bersikap manis kadang juga berubah menjadi iblis menyebalkan!"
Soojung tersenyum, "Kau ini sangat tidak peka, dia hanya ingin bertemu denganmu tahu."
"Apa sih yang kau katakan?"
"Suamimu, merindukanmu Park Jiyeon! Eh maksudku Cha Jiyeon." Mendengar perkataan Soojung, Jiyeon hanya menatap aneh pada sahabatnya itu kemudian geleng-geleng kepala.

***

Eunwoo menatap heran sang istri yang sejak kedatangannya tampak badmood dengan wajah yang ditekuk. Tidak ada senyuman ceria favoritnya, pasti telah terjadi sesuatu.
"Kau cemberut karena kusuruh datang kemari?!" Jiyeon menggeleng, "Lalu kenapa? Kau terlihat lebih tua saat cemberut begitu."
"Heol—menyebalkan! Aku sedang kesal, aku juga lelah datang jauh-jauh kemari tapi aku tidak masalah membeli makan siang. Hanya saja kau menyuruh datang di waktu yang tidak tepat, saat moodku sedang drop."
"Apa yang terjadi?"
"Tadi aku bertemu Naeun."
"Oh, pantas saja."
"Kau tahu?! Dia menghina penampilanku udik, apa dia katarak?!"
Eunwoo menelisik penampilan Jiyeon, lalu tertawa. "Naeun memang benar sih, penampilanmu ketinggalan jaman. Apa kau selalu memakai kemeja dan celana jeans begini saat bekerja?! Aku ingat saat pertama kali menemuimu, gayamu juga seperti ini. Hanya beda warna pada kemeja saja."
Sialan! Eunwoo membuat Jiyeon semakin kesal saja. "Mulutmu sangat keterlaluan Eunwoo! Setidaknya kau membelaku, bukannya setuju pada perkataan Naeun."
Eunwoo terkekeh, "Makanya kau harus berubah, kau itu seorang istri dari pengusaha paling sukses tahun ini Jiyeon. Masa masih berpenampilan seperti ini, dan juga—apa kau tidak pernah dandan saat bekerja? Wajah polosmu memang cantik, tapi hanya aku yang boleh melihatnya"
Jiyeon mendesah, "Kau tidak tahu apa-apa Eunwoo, aku punya alasan kenapa berpenampilan begini."
"Aku tahu semuanya, kau selalu mendapatkan masalah karena kecantikanmu kan?! Tapi Jiyeon, pada dasarnya cantik mau kau tutupi seperti apapun percuma. Naeun justru merendahkanmu bukan?"
Eunwoo duduk di samping Jiyeon, merangkul gadis itu lembut. "Kau harus beli pakaian baru, yang modis dan branded. Kau kan sudah kuberi black card tempo hari gunakan itu sepuasmu." Jiyeon hendak menyela, dengan segera Eunwoo menutup mulut gadis itu. "Pokoknya mulai besok kau harus dandan, tidak akan ada yang berani menggodamu lagi, semua sudah tahu kau istri siapa. Aku juga akan menyiapkan dua bodyguard untuk menjagamu."
"Kau tidak—”
"Sssttt—jangan bicara apapun, aku mau makan." Setelah mengatakan hal tersebut, Eunwoo menyatukan bibir keduanya sembari merebahkan Jiyeon di sofa. Terkejut, Jiyeon mendorong dada bidang suaminya.
"Tunggu Jung—kau bilang mau makan."
"Iya, aku mau makan kau."
"Apa?!"
"Kau—adalah makan siangku, aku tidak butuh makanan yang kau beli. Aku hanya butuh istriku." Total wajah Jiyeon memerah mendengar ucapan sarkas tersebut.
"Ja—jangan gila, kalau ada yang masuk bagaimana?!" Jiyeon benar-benar panik, dia tidak siap jika harus melayani Eunwoo sekarang di kantor pula.
"Tidak akan ada yang berani masuk, kecuali mereka sudah bosan bekerja padaku. Pintunya juga terkunci otomatis." Eunwoo menunjukkan benda kecil di tangannya, kunci ruangannya yang menggunakan remot kontrol.
"Emm—tetap saj—” Eunwoo tidak membiarkan makan siangnya lolos begitu saja sebab dia sudah kelaparan dan tidak bisa konsentrasi bekerja. Hanya Jiyeon yang ada di kepalanya.
Jiyeon merapikan pakaiannya yang berantakan akibat ulah Eunwoo, pria itu melakukan hal yang sama. " Kau benar-benar kurang ajar Eunwoo! Kau menyuruhku datang hanya untuk dilecehkan!"
Eunwoo tertawa, "Mana ada suami melecehkan istri, kau ini yang kurang ajar pada suami."
"Aku mau pulang saja, tidak mood bekerja karena kau."
"Mau melanjutkan di rumah?!"
"Jangan gila!"
Eunwoo tertawa, sang istri begitu menggemaskan jika sedang kesal. "Ah, sekarang baru terasa lapar. Aku tidak sarapan tahu."
"Salahmu sendiri, tadi pagi aku sarapan bersama kakek."
"Wah, kakek sangat beruntung. Nah, sekarang suapi aku ya."
"Kau bisa makan sendiri."
"Makan dari tangan istri lebih nikmat."
"Kau—”
"Kau tampan?"
"Aish!" Jiyeon memasukkan suapan besar ke dalam mulut Eunwoo saking kesalnya, pria itu sampai nyaris tersedak. Tawa Jiyeon pun meledak.

To be continue ....

[M] Asquiesce | CEW√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang