| Enam : Mantan |

59 8 3
                                    

            Jimin masih terus memperhatikan Jiyeon dengan tatapan dalam dan penuh keterkejutan bercampur kerinduan, sementara Jiyeon tertunduk merasa tidak nyaman. "Hey, Dude. Aku tahu calon istriku sangat cantik." Tegur Eunwoo, seketika Jimin tersadar dari suasana aneh itu.
"Ah, maaf. Aku terlalu kagum tadi." Jimin memasang senyuman ramahnya.
"Kau ini, Jiyeon bisa merasa tidak nyaman nanti." Jieun memeluk lengan tunangannya.
Jimin tertawa sumbang. "Maaf-maaf."
"Jiyeon, ini Park Jimin calon suamiku." Jieun seolah menekan kata calon suami dengan begitu jelas. "Dan dia Park Jiyeon, calon istri Eunwoo, Sayang."
"Ah, senang bertemu denganmu." Jiyeon membungkuk sebentar meskipun hatinya berdebar kencang karena kecanggungan. Bagaimana mungkin dia bertemu cinta pertama sekaligus pacar pertamanya ketika SMA dalam keadaan semacam ini. Park Jimin, dia adalah mantan terindah Jiyeon—dulu.
"Aku juga senang bisa bertemu denganmu—lagi." Jimin tersenyum, namun Eunwoo memicingkan matanya menangkap kejanggalan. Sesungguhnya Jimin merasa tidak rela dan kesal mengetahui calon istri Eunwoo adalah Park Jiyeon. Wanita terindahnya.
"Apa maksudmu, lagi?"
"Hahaha aku hanya bercanda, Bung." Jimin meninju bahu Eunwoo dengan tawa renyah namun matanya terus mencuri pandang ke arah Jiyeon membuat gadis itu tidak nyaman.
"Sudah-sudah, ayo duduk. Kita makan dulu." Ajak Jieun, kebetulan makanan pesanan mereka pun sudah datang. Obrolan mereka diawali dengan beberapa perbincangan ringan guna mencairkan suasana.
“Takdir macam apa ini, kenapa juga aku harus bertemu Jimin dalam keadaan seperti ini? Astaga aku baru ingat sejujurnya kami belum benar-benar putus dulu. Aku bahkan baru ingat semuanya sekarang,” batin Jiyeon.
“Aku mencarimu ke mana-mana dan justru kita bertemu di sini. Bagaimana bisa kau menjadi calon isteri Eunwoo? Ada yang aneh di sini. Eunwoo —aku tahu persis siapa yang dia cintai,” batin Jimin.
"Ah, jadi dimana kau mengenal Jiyeon, Jung?" Jimin mulai tidak sabaran sebab rasa penasaran yang tinggi.
Eunwoo menggenggam tangan Jiyeon di atas meja, gadis itu sampai terkejut akibat tindakan spontan yang pria itu lakukan. Apalagi, kini Eunwoo mengecup mesra punggung tangannya. "Kami bertemu dalam sebuah event dua tahun lalu, Jiyeon sedang memotret di sana. Ya, aku benar-benar jatuh cinta padanya saat itu. Setelahnya aku mulai mencari tahu dan mendekatinya. Setahun terakhir dia menjadi milikku." Gumam Eunwoo bangga, berbeda dengan Jiyeon yang tengah menatapnya tidak percaya.
“Dua tahun kepalamu. Dia benar-benar berbakat jadi seorang aktor,” Jiyeon memaki Eunwoo dalam hati.
"Benar kan, Sayang?" Eunwoo menatap Jiyeon penuh cinta, gadis itu tersenyum.
"Ya, tentu saja. Aku tidak percaya pria sekelas Eunwoo akan mengejar-ngejar diriku. Hahaha ...." Jiyeon tertawa sumbang.
“Wanita ini licik juga, siapa yang mengejar siapa,” Eunwoo membatin kesal.
"Selama itu hubungan kalian, dan kau tidak cerita apa pun padaku? Wah, Cha Eunwoo—kau benar-benar sesuatu ya?!" Cibir Jieun merasa kesal sahabatnya tidak memberitahu dirinya perihal penting seperti itu.
Eunwoo meringis. "Maaf, Jieun. Aku saja menyembunyikan hubungan kami dari semua orang termasuk kakek. Ya, baru sekarang aku mengungkap hubungan kami sebab kakek sudah mengancam akan menikahkanku dengan wanita pilihannya."
"Huft' dasar." Cibir Jieun masih kesal. "Hah, tidak heran sih kau jatuh cinta pada Jiyeon. Dia sangat cantik. Ah, memangnya apa yang membuatmu merahasiakan hubungan kalian?"
"Ah, itu rahasia kami berdua." Eunwoo tersenyum lagi, Jieun mendengus sebal. "Ya, kan Sayang?"
"Iya." Jiyeon tersenyum dipaksakan, sejujurnya gadis itu sudah sangat jengkel sebab Eunwoo seenaknya mengarang cerita sejak tadi dan tidak memberinya kesempatan untuk bicara.
"Kau sangat beruntung Jung, Jiyeon gadis yang luar biasa." Jimin mengatakan itu dengan tatapan teduh miliknya, namun sukses membuat Jiyeon mati kutu.
"Ya, tentu. Dan kau beruntung mendapatkan si bawel ini!" Tunjuk Eunwoo pada Jieun.
"Hey, maksudmu?!" Protes Jieun.

Eunwoo dan Jimin tertawa. "Ya, akulah yang beruntung sebab Jieun akan menjadi milikku." Jimin menarik Jieun ke dalam pelukannya, gadis itu merona bahagia dalam pelukan sang pemilik hati. Eunwoo meringis perih di dalam hati, sungguh ironis sekali hatinya masih saja nyeri tiap kali melihat kebersamaan kedua sahabatnya.
"Aku permisi ke toilet sebentar." Jiyeon bangkit mengalihkan atensi semua orang padanya. Ya, dia hanya ingin menenangkan diri sejenak sebab suasana di sana terlalu sesak.
"Mau kutemani?" Tawar Eunwoo, gadis itu mendelik.
"Tidak perlu, Sayang." Jiyeon tersenyum manis namun matanya mengutuk Eunwoo.
"Baiklah, hati-hati." Jiyeon mengangguk lalu melangkah pergi menuju toilet, Cha Eunwoo benar-benar menyebalkan.
"Astaga, Jung. Dia hanya ke toilet." Cibir Jimin, Eunwoo hanya terkekeh geli mendapati godaan teman-temannya.

Jiyeon membasuh wajahnya di wastafel, sungguh dia tidak mengerti mengapa takdir harus mempertemukannya dengan Jimin lagi. Ah, lebih tepatnya kenapa harus sekarang? Dan kenapa juga Jimin harus menjadi teman baik Eunwoo? Memikirkan semua itu membuat kepala Jiyeon nyaris pecah, dia sudah cukup terbebani oleh pernikahannya bersama Eunwoo, kini dia akan lebih sering bertemu Jimin sang mantan dalam berbagai situasi sebab tampaknya dia dan Eunwoo sangat akrab.
"Hah, ternyata takdir masih suka mempermainkan diriku. Tapi—aku tidak akan kalah, sudah cukup aku menderita oleh takdir yang tidak adil! Aku—akan membalik keadaan selama ini, aku akan bahagia dengan caraku sendiri. Aku, tidak akan jatuh cinta atau semacamnya pada siapa pun." Jiyeon menyeringai di akhir kalimatnya.
Setelah merapikan dan melakukan beberapa touch-up pada make-upnya Jiyeon segera keluar dari toilet. Namun, langkahnya dikejutkan dengan kehadiran Jimin di sana. Pria itu bersandar pada dinding toilet sembari bersedekap, kemudian tersenyum miring pada Jiyeon. "Apa kabar Jiyo?"
Deg'
Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia mendengar panggilan itu untuknya, tubuh Jiyeon terasa kaku bahkan ketika Jimin bergerak mendekatinya dia tidak bisa kemana-mana, kakinya mendadak menempel pada lantai. "Tampaknya kau baik-baik saja, bahkan kau terlihat bahagia. Wah, tidak kusangka kau akan menikahi sahabatku."
Setelah berhasil mengontrol perasaannya, Jiyeon tersenyum manis. "Ya, tentu saja. Aku bahagia, bukankah kau juga begitu? Kau juga akan menikahi Jieun bukan?" Balas Jiyeon, mendadak raut wajah Jimin menjadi dingin.
"Bisa-bisanya kau bersikap seolah-olah tidak terjadi apa pun di antara kita, kau lupa akan janjimu?" Jimin mengatur napasnya yang terasa begitu cepat. "Aku—mencarimu kemana-mana setelah kembali dari Inggris dan kau menghilang. Kau lupa jika kau—"

Jiyeon memegang bahu Jimin. "Jimin, itu semua sudah lama sekali lagi pula itu sudah berlalu. Saat ini kita sudah memiliki kehidupan masing-masing, jadi lupakan saja apa yang terjadi di masa lalu. Okey?" Jiyeon menyeringai sebelum meninggalkan Jimin.
"Apa Eunwoo tahu soal masa lalu kita?" Langkah Jiyeon otomatis terhenti, dia tidak mampu untuk menoleh. Kenapa juga Jimin harus mengungkit masa lalu. "Biar kutebak, Eunwoo pasti tidak tahu bukan? Bagaimana jika kuberitahu dia jika kau dan aku—"
Jiyeon menoleh cepat. "Lakukan saja sesukamu, karena aku yakin calon istrimu Lee Jieun pun tak tahu soal kita bukan? Jadi jika kau ingin beritahu silakan." Jiyeon tersenyum lagi, sukses membuat Jimin bergeming. Ya, dia kalah telak, Jiyeon sudah banyak berubah dia bukan lagi gadis manis yang polos dan menggemaskan. Dia telah berubah menjadi wanita dewasa yang kuat dan penuh intimidasi. Ya, satu-satunya yang tidak berubah adalah kecantikan gadis itu, ralat justru semakin cantik saja sekarang. Jimin tersenyum kecut setelah Jiyeon menghilang dari pandangan.
"Aku-tidak bisa menerima semua ini, kau harus bertanggung jawab Park Jiyeon." Gumamnya.

Sementara itu, setelah keluar dari toilet Jiyeon segera bersandar pada dinding di dekat tangga, dia perlu mengontrol jantungnya yang hampir berhenti berdetak. "Astaga, kenapa aku bisa bicara seperti itu sih?! Bagaimana jadinya jika Jimin benar-benar mengatakan pada Eunwoo jika aku mantannya. Oh ya ampun, pria menyebalkan itu akan merendahkanku habis-habisan. Setelah ditinggal kabur oleh mempelai pria, aku juga pernah ditinggal pergi oleh cinta pertama. Tck, miris sekali nasibmu Park Jiyeon." Jiyeon terus mendumel sendiri, tidak menyadari Eunwoo ada di belakangnya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Bermain petak umpet?" Tegur Eunwoo, Jiyeon nyaris terjungkal karena terkejut.

"Kau—bisakah tidak mengejutkan orang lain? Kenapa kau datang tanpa suara?!"
"Tck, gadis aneh. Kau ke toilet lama sekali! Sebenarnya apa yang kau lakukan? Aku mencarimu kemana-mana dan kau malah bersembunyi di sini."
"Ah, aku sakit perut jadi aku menenangkan diri sebentar di sini. Sekarang sudah baikkan, ayo kita kembali." Jiyeon tersenyum agar Eunwoo berhenti menatapnya aneh.
"Kau mencurigakan."
Eunwoo melotot ketika Jiyeon mencium pipinya secara tiba-tiba. "Ayolah, Sayang. Kita kembali." Katanya tersenyum manis, saat itu Eunwoo merasa ada sengatan listrik di tubuhnya. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, tubuhnya mendadak linglung bahkan ketika Jiyeon menyeretnya pergi dari sana dia masih setengah sadar. Oh ayolah, bahkan itu hanya sebuah serangan dadakan di pipi, efeknya di luar dugaan.

"Kau rupanya mulai nakal ya?" Eunwoo tersenyum menggoda.
"Aku hanya membalas apa yang kau lakukan padaku? Salah?"
Eunwoo tersenyum bahagia. "Tidak, aku suka. Sering-seringlah melakukannya."
Jiyeon menatap Eunwoo horor. "Huh— dasar pria mesum." Eunwoo hanya tertawa menanggapi, entahlah tertawa menjadi kebiasaannya ketika berdekatan dengan Jiyeon. Semua bebannya seakan terbawa angin hanya dengan perdebatan kecil bersama gadis cantik itu.

[M] Asquiesce | CEW√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang