14. Euforia

15 3 0
                                    

Setelah selesai berbelanja dan melakukan hal-hal lain di hari ini, Ara dan mamanya pun bergegas untuk pulang berhubung hari sudah menjelang sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah selesai berbelanja dan melakukan hal-hal lain di hari ini, Ara dan mamanya pun bergegas untuk pulang berhubung hari sudah menjelang sore. Di dalam mobil, Ara setia melihat pemandangan di luar kaca jendela. Sementara itu, Diana memperhatikan anaknya dengan seksama.

"Ara," Diana memanggil, membuyarkan lamunan Ara.

"Ya, Ma?"

"Yang tadi itu... Beneran bukan siapa-siapa kamu, kan?" Tanya Diana mengungkit pertemuan dirinya, Ara dan Devan di pusat pembelanjaan tadi.

Tanpa lama Ara mengangguk meyakinkan sang Mama. "Iya, Ma. Ara memang gak kenal sama dia," ucap Ara.

"Ara gak bohong sama Mama, kan?"

Untuk pertanyaan yang satu itu, Ara butuh waktu beberapa detik untuk menjawabnya. Ada rasa bersalah yang terasa dalam hatinya. Ia merasa bersalah karena sudah membohongi Mamanya. Dan juga, ia merasa bersalah kepada Devan karena sudah bersikap demikian.

Ara hanya tidak ingin membuat Mamanya khawatir. Sudah beberapa kali ia mendapat peringatan dari Diana untuk tidak berhubungan ataupun berteman dengan lelaki manapun itu. Ara juga tidak ingin membuat Mamanya kembali merasakan trauma akan kehilangan. Namun, Ara tidak tahu bahwa yang ia lakukan, ternyata melukai hati lain selain Mamanya.

•••

Pagi kembali menyapa, Ara juga kembali berangkat ke sekolah. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, hari ini Ara diantar oleh Papanya yang kebetulan ada pertemuan dengan klien-nya pagi-pagi sekali. Ara senang, tentu saja, ia bisa kembali merasakan diantar oleh orang tuanya seperti murid-murid lain.

Sedikit info, Ara tidak terlalu suka berkendara. Itu sebabnya, ia selalu menaiki angkutan umum seperti bus kota jika ingin pergi ke suatu tempat, ke sekolah misalnya. Ia bisa saja menaiki motor ataupun membawa roda empat ke sekolah, karena untuk orang tuanya bukanlah hal sulit untuk memberikan kendaraan yang diinginkan anaknya. Namun, Ara lebih menyukai bus kota dibanding dengan kendaraan lainnya. Sebab, selain tidak capek mengemudi, ia juga bisa menikmati pemandangan di luar kaca dengan santai.

Dari kejauhan, Ara melihat Devan yang sedang melihat lapangan basket dibawah sana dengan raut datarnya. Ara menggigit bibir bawahnya risau, ia ingin menghampiri lelaki itu, tapi Ara juga takut akan respons Devan nantinya.

Tidak sengaja seorang laki-laki dari segerombolan orang yang merupakan teman-temannya menyenggol Devan yang sedang berdiam diri di sana. Biasanya Devan tidak akan terusik dan akan membiarkannya pergi, tapi entah mengapa kali ini Devan merasa marah dan langsung menarik bahu lelaki itu.

"Apa, sih, lo, main tarik-tarik aja!" Laki-laki yang bernama Tio itu menepis tangan Devan dari bahunya dengan kasar. Ia menepuk-nepuk pundaknya, seolah tangan Devan memberikan kotoran di bajunya.

Derana AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang