23. Devan dan prioritasnya

7 3 0
                                    

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Ara pun segera membereskan alat tulisnya dan bergegas keluar kelas bersama dengan Kaynara dan Hanna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, Ara pun segera membereskan alat tulisnya dan bergegas keluar kelas bersama dengan Kaynara dan Hanna. Melihat Ara yang hanya diam saja sedari tadi membuat kedua sahabatnya ikut merasakan kesedihan gadis itu. Mereka sudah paham betul bagaimana sikap Ara jika sedang ada masalah, walaupun gadis itu tidak mengatakannya secara terang-terangan.

Di persimpangan kelas, Ara melihat Devan yang berdiri di ujung tangga. Lelaki itu tersenyum padanya, seolah tahu isi hati gadis itu yang tidak karuan. Devan mendekat, membuat ketiganya berhenti melangkah.

"Ara pulang sama gue, boleh?" Tanya Devan langsung kepada Kaynara dan Hanna.

Tentu saja mereka memberikan izin. Mereka kira, mungkin saja Devan bisa mengubah suasana hati Ara yang tidak baik. "Jagain temen gue, awas kalau sampai lecet, gue hajar lo," kata Kaynara bergurau, mengundang tawa dari Ara. "Lebay," cetus Ara.

"Gue jagain temen lo sampai rumahnya, tenang aja," ucap Devan.

Hanna memegang lengan Ara. "Kita duluan, ya, langsung kabari kalau udah sampai rumah," katanya yang diangguki oleh Ara.

Setelah kepergian Kaynara dan Hanna, Ara dan Devan pun juga langsung menuju parkiran tempat dimana mobil Devan berada. "Mau langsung pulang?" Tanya Devan begitu sudah berada di dalam mobilnya.

Ara mengerjapkan matanya dengan lambat, ia tidak menjawab pertanyaan lelaki itu. Melihat gadis itu yang menarik napas dalam-dalam, Devan cukup mengerti.

"Gak mau pulang?" Tanyanya. Tidak lama ia mendapat anggukan kepala dari Ara. Devan tersenyum tipis, ia memakaikan sabuk pengaman pada Ara sambil bertanya, "Kalau ke pantai mau?"

Ara menolehnya, ia menatap Devan dengan ragu. "Jadwal lo kosong? Gak ada latihan hari ini?" Tanya Ara memastikan terlebih dahulu, takut jika ia hanya mengganggu waktu lelaki itu.

"Ada, tapi gue skip untuk hari ini," balasnya sembari menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Kalau gitu gak usah dulu, lo latihan aja, kita bisa ke sana di lain waktu. Utamakan yang lebih penting dulu, Dev."

"Karena itu gue ada sama lo sekarang, gue memang selalu utamakan yang lebih penting bagi gue, Ra." Ucap Devan, menghabiskan kata-kata yang ingin keluar dari mulut Ara.

Ara mengerjapkan matanya dua kali, entah mengapa rasanya ada yang aneh di dadanya. Ia pun segera mengalihkan pandang ke depan. Mobil Devan membelah jalanan kota yang cukup padat di sore hari, menuju ke salah satu pantai yang cukup banyak pengunjungnya.

Setelah turun dari mobil, tak sengaja Ara melihat seorang penjual es krim yang sedang duduk menjaga dagangannya. "Mau itu?" Tanya Devan begitu melihat pandangan Ara yang mengarah kesana. Ara menatap Devan penuh harap, "Boleh?"

Lelaki itu mengacak gemas rambut Ara. "Apapun buat lo," katanya sembari menarik tangan Ara untuk mendekati pedagang es krim tersebut.

"Bang, kasih dua, ya, rasa vanilla," ucap Devan. Ara menolehnya, sedikit terkejut dengan permintaan Devan barusan. Entah ia asal menyebut atau memang ia tahu vanilla adalah one of the things Ara likes the most.

Derana AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang