13. Demi Ara

19 3 0
                                    

Waktu terus berjalan, kini jam tengah menunjukkan pukul setengah lima sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu terus berjalan, kini jam tengah menunjukkan pukul setengah lima sore. Namun, nampaknya hujan masih betah untuk berlama-lama mengunjungi bumi. Karena itu, disana masih ada Ara yang menggoyang-goyangkan kakinya sedang menunggu hujan reda. Ia tidak sendiri, Devan masih berada disana untuk menemaninya. Padahal Ara tahu, lelaki itu bisa saja pulang lebih dulu karena ia membawa kendaraan roda empat miliknya.

Ara menoleh kesamping, tak lama kemudian Devan juga melakukan hal yang sama. "Lo pulang aja, Dev, gue bisa nunggu sendiri, kok, udah terbiasa juga," kata Ara.

"Gue pulang kalau lo juga pulang. Lagian kenapa gak mau gue antar? Lo takut gue culik?" Tanya Devan bergurau sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaketnya karena cuaca saat ini lumayan dingin.

Ara tertawa pelan, ia menggelengkan kepalanya. "Ya enggak, lah. Gue cuma gak mau ngerepotin aja," balasnya.

"Repot apanya? Rumah gue searah sama rumah lo," sahut Devan. "Pasti ada alasan lain, kan?"

Ara menyunggingkan senyum tipisnya. Ia menunduk sebentar, memainkan kakinya di lantai sekolah yang sedikit basah terkena cipratan hujan. "Gue takut ketahuan Mama, gue gak mau buat dia khawatir lagi," ucap Ara. Suaranya tidak begitu kuat, tapi telinga Devan yang tajam mampu mendengarnya.

"Gue antar sebelum rumah lo, mau?"

Ara menggeleng, membuat lelaki itu menghela napas panjang. "Ra, ini udah sore, Mama lo akan lebih khawatir kalau anak gadisnya belum pulang jam segini."

Ara menggigit bibir bawahnya bingung, ucapan Devan ada benarnya juga. Ara tahu Mamanya adalah orang yang mudah sekali khawatir terhadapnya, tapi Ara takut akan membuatnya lebih khawatir jika tahu bahwa anaknya diantar pulang oleh seorang lelaki.

Devan menjentikkan jarinya di depan wajah Ara. "Kok malah bengong?" Lelaki itu bertanya lembut, ia mengerti kegelisahan gadis disebelahnya.

"Umm, gue mau pulang sama lo, tapi cuma sampai simpang rumah gue aja, ya?" Ara menatap lelaki itu dengan tatapan memohon.

Devan menatap gadis itu cukup lama, membuat Ara menantikan balasan darinya. "Itu masih jauh dari rumah lo, Ra. Ini udah mau malam, gue antar sebelum rumah lo aja, ya? Supaya lebih aman," ucap Devan.

Ara menimang sejenak, kemudian ia mengangguk pelan membuat Devan tersenyum. Mereka berdiri, hendak menuju ke parkiran bagian roda empat. Tanpa pikir panjang Devan melepas jaket kulitnya dan hanya menyisakan seragam sekolahnya saja ditubuhnya, hal itu pun tak luput dari perhatian Ara.

"Pake ini," Devan memberikan jaketnya kepada gadis itu.

Ara menggeleng, "Enggak, lo aja yang pake."

"Hujannya deras, Ra. Nanti lo bisa sakit kalau kena hujan," Devan mencoba meraih tangan Ara, tetapi dengan cepat gadis itu langsung menghindar. "Enggak, Dev. Lo juga bisa sakit kalau kena hujan."

"Gue gak masalah, asal bukan lo yang sakit."

Ara tak dapat membalas lagi, ia kehabisan kata-kata untuk menolak, gadis itu menurut ketika Devan menariknya untuk mendekat. Lelaki itu memakaikan jaketnya ditubuh Ara, tak lupa menarik resletingnya sampai atas. Setelah itu Devan menarik tubuh Ara untuk mendekat padanya, lelaki itu menaruh tasnya diatas kepala Ara, menutupi kepala gadis itu dari rintik hujan.

Derana AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang