28. Ketakutan Ara

9 3 0
                                    

Cahaya terang menusuk indra penglihatan seorang gadis yang baru membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cahaya terang menusuk indra penglihatan seorang gadis yang baru membuka matanya. Dilihatnya langit-langit kamar yang megah, ia pun melihat sekelilingnya. Ara mengerutkan keningnya saat merasa tak asing dengan ruangan dimana ia berada saat ini. Ia pun bangun dari tidurnya, seketika memori ingatannya kembali dan Ara tahu ia sedang berada di kamar Devan.

Ara menghela napas panjang, ia menundukkan kepalanya dan memejamkan mata sejenak. Tidak lama dari itu, Ara mendengar suara pintu terbuka.

Devan yang melihat Ara sudah sadar langsung mendekatinya. Ia duduk di tepi kasur, melihat wajah Ara yang terluka. Tangannya mengusap lembut pipi Ara yang memerah karena tamparan Cakra masih menyisakan bekas di pipinya.

"Pasti sakit, ya?" Devan mengusap pipi Ara tanpa menatap matanya.

Melihat Devan yang berada tepat dihadapannya membuat air mata Ara keluar dengan sendirinya. Ia teringat dengan ucapan Cakra sewaktu di cafe tadi. Ia takut Cakra akan melukai Devan lagi. Ara tidak ingin Cakra melukai orang-orang terdekatnya lagi, ia tidak akan pernah membiarkan Cakra melakukan hal itu.

Devan mendekap Ara, mengusap punggung gadis itu yang bergetar. "It's okay, sayang. Sekarang lo udah aman sama gue," ucap Devan menenangkan di kala dadanya yang terasa panas mengingat perbuatan Cakra kepada gadisnya.

"Gue takut," cicit Ara pelan dengan suara seraknya.

"Jangan takut, gue jagain lo mulai sekarang. Maafin gue, ya, Ra? Semua gak akan terjadi kalau aja gue ada disana sama lo," Devan mengusap kepala Ara dengan lembut.

Ara menggeleng pelan. "Bukan salah lo, Dev."

"Maaf gue terlambat datang," ucap Devan lagi, nadanya terdengar penuh penyesalan.

Ara mengurai pelukannya, ia menatap Devan dengan senyuman. "Lo gak terlambat, Dev. Jangan salahin diri lo sendiri, lagi pula gak akan ada yang ngira ini akan terjadi, kan?"

Devan mengangguk, ia menyelipkan rambut Ara ke belakang telinganya. Rahangnya mengeras saat melihat bekas tamparan yang masih terlihat jelas di pipi Ara yang putih bersih. Devan mengusapnya lagi, berharap agar Ara tidak merasakan sakit lagi.

"Dia ngomong apa sama lo?" Tanya Devan geram. Ara hanya menatap Devan, kemudian ia menggeleng. Ia bisa melihat mata Devan yang menyorot tajam dirinya.

"Dia cuma ngungkit kejadian dua tahun yang lalu," jawab Ara.

Devan melihat kebohongan di mata gadis itu. "Jangan bohong. Bilang sama gue apa yang bajingan itu bilang ke lo." Kata Devan, tanpa sadar tangannya mengepal kuat berusaha untuk menahan amarah yang menguasai dirinya.

Ara tersenyum tipis menutupi kebohongan yang ia sembunyikan dengan sengaja. Ia hanya tak ingin Devan terlibat lagi dengan Cakra. Ara tahu, Devan pasti akan marah besar jika tahu apa yang Cakra katakan padanya.

"Gue gak bohong, Dev. Jangan dibahas lagi, ya? Gue mau lupain kejadian hari ini," kata Ara.

"Gue gak bisa, Ra. Gue gak bisa diam aja liat lo diperlakukan kasar sama dia. Gue gak mau sampe dia berani nyakitin lo lagi," ucap Devan dengan mata penuh amarah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Derana AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang