Ara mendudukkan bokongnya di kursi miliknya. Keadaan kelas yang masih sepi dimanfaatkan Ara untuk menidurkan kepalanya diantara lipatan kedua tangannya diatas meja.Ia merasa kurang fit hari ini, mungkin karena tidurnya yang tidak cukup tadi malam. Ada yang mengganggu pikirannya sehingga ia sulit memejamkan mata, alhasil Ara hanya dapat tertidur dalam waktu dua jam saja.
Kaynara dan Hanna yang baru datang pun mendelikkan matanya ketika melihat Ara yang berada di kelas. Keduanya segera menghampiri Ara dan duduk berhadapan dengan Ara. Kedatangan mereka berdua gagal membuat Ara tertidur dan terpaksa gadis itu harus mengangkat kepalanya.
"Lo aman? Kemana aja, sih, lo? Mama lo teleponin gue, dia panik banget tau, gak?" Hanna bertanya kepo sekaligus khawatir.
Ara menganggukkan kepalanya dengan malas. "Gue cuma hilang bentar," balasnya dengan mata yang hendak menutup.
Plak!
Kaynara menampar pelan pipi Ara, merasa gemas dan kesal yang bersamaan pada temannya itu. "Yang bener, Ra! Lo gak tau kita pada panik?"
"Sakit, Kay!" Ara mengusap pipinya. Rasa kantuknya hilang karena tamparan Kaynara di pipinya.
"Makanya jawab yang bener," kata Kaynara.
Ara menghela napas, jujur saja ia sangat mengantuk dan ingin tidur saja di kasur empuknya.
"Kemarin gue pingsan di jalan, terus ditolong sama orang dan baru pulang malamnya." Ujar Ara dengan singkat.
"Siapa?" Tanya Hanna.
"Apanya?"
"Orang yang nolongi lo," kata Hanna.
Ara menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Ia bingung harus menjawab apa. Masalahnya, dirinya sendiri pun tidak tahu siapa laki-laki itu.
"Gue gak tau," jawab Ara pelan.
"Ck, masa gak tau, sih, Ra! Memangnya lo gak kenal dia?" Tanya Kaynara yang dijawab gelengan oleh Ara.
"Gue gak kenal dia, begitu pun sebaliknya," ucap Ara.
"Masa, sih, gak kenal. Terus kenapa dia mau tolongin lo kalau dia gak kenal sama lo?"
Ara mengendikkan bahunya, "Ya mungkin dia suka membantu kali," jawabnya asal.
"Ck, ngaco, nih, si Ara."
•••
"Itu tangan kenapa, dah? Lo abis ngapain sampai di perban gitu?" Arsen menunjuk perban di lengan Devan menggunakan dagunya.
Devan mengangguk pelan dan mengucapkan terima kasih kepada penjual kantin yang memberikan pesanan mereka, sebelum menjawab pertanyaan Arsen.
"Kepo lo," balas Devan.
"Lah, si anying, ditanyain malah gitu, gue ini khawatir, loh," ucap Arsen dengan wajah melasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Derana Amara
Fiksi RemajaAra hanya bisa tertawa miris dalam hati ketika banyak orang yang bilang ingin menjadi dirinya yang mempunyai keluarga harmonis dan berlimpah harta. Ara memang kaya, tetapi ia tidak merasakan keharmonisan didalam rumahnya. Pertemuan yang tidak disen...