CHAP 12 : PERGI

454 42 10
                                    

Win melamun. Sesaat dia menyesali keputusannya untuk segera berangkat ke luar negeri. Kalau dipikir-pikir ayahnya benar, dia seharusnya tidak gegabah dan melepas tanggung jawab, bagaimanapun dia punya pekerjaan di sini dan teman-temannya ... Teman-teman dekatnya yang tidak seharusnya dia tinggalkan.

Bright benar-benar berhasil memporak-porandakan hidupnya!

Lamunannya terhenti ketika terdengar suara ketukan pintu dan suara ibunya yang meminta izin untuk masuk.

"Masuk saja Mae, tidak dikunci." Jawab Win, tak lama pintunya terbuka. Sang ibu berjalan mendekat. "Jadi, apa yang ingin Mae ketahui?" Dia bertanya langsung pada intinya.

Ibunya tertegun, "Bagaimana kamu ... Sudahlah. Sejak kapan kamu suka dengan Bright?"

Win menaikkan sebelah alisnya. "Phi Mintra dan Phi Mesa yang memberitahu?" Ibunya mengangguk sebagai jawaban. "Kalau begitu bukankah seharusnya Mae sudah tahu jawabannya?"

"Mereka berdua hanya memberitahukanku secara garis besar. Mintra dan Mesa berpikir kalau keinginanmu untuk pergi disebabkan oleh dia ... Mae juga berpikir seperti itu," Ibunya samar-samar berucap di akhir kalimat.

"Aku penasaran kenapa kalian berasumsi seperti itu?"

Ibunya tersenyum lembut, "Entahlah, mungkin ini yang disebut firasat wanita. Kamu tidak akan mengerti, jawab saja pertanyaan Mae."

Win tampak gelisah, dia membuka lalu menutup kembali mulutnya seakan ragu untuk menjawab. "Sejak awal pertama kali aku bertemu dengannya." Dia berucap, menatap wajah sang ibu mencoba mengukur reaksinya.

"Bukankah itu cukup lama? Pernah menyatakan perasaanmu?" Ibunya terkejut tapi tidak menghakimi. Win mengangguk, tak tahu harus jawab apa.

"Dia menerimamu, 'kan? Seharusnya begitu jika aku lihat dari cara dia memperlakukanmu pada saat dia berkunjung ke rumah ini." Win diam tak menjawab, ibunya bertanya sekali lagi, tampak ragu. "Dia ... Menerimamu, 'kan?"

Win hanya tersenyum, senyum menyakitkan yang bahkan dirinya sendiri tidak berusaha untuk menutupi.

"Dia menolakmu," Ibunya berucap dengan tenggorokan tercekat. "Oh! Apakah karena dia punya pacar? Baru-baru ini aku melihat berita kalau Bright berpacaran dengan lawan mainnya. Tapi bukankah kamu menyatakan perasaanmu sebelum dia berpacaran? Bagaimana bisa ...."

Win menggeleng. "Aku menyatakan perasaanku saat dia sudah berpacaran." Jelas Win.

"Itukah sebabnya dia menolakmu karena dia sudah punya pacar?"

Lagi-lagi Win menggeleng, "Jika alasannya memang seperti itu, aku dengan lapang hati menerima tapi alasan utama dia menolakku karena dia straight,"

"Oleh sebab itu kamu ingin segera pergi." Jelas sang ibu berbicara dengan dirinya sendiri.

"Tidak," Tukas Win membuat sang Ibu menatap tepat di kedua bola matanya. "Aku ingin pergi karena dia berkata kalau dia berharap tidak pernah melihatku selamanya. Aku hanya mencoba untuk mengabulkan."

Ibunya membola, kemarahan menyebar di seluruh wajahnya. "Kenapa kamu sampai melakukan hal seperti itu untuknya?"

"Karena sakit Mae, hatiku sakit dan aku tidak sanggup melihat wajahnya. Katakanlah aku lemah, aku tidak bisa berpura-pura seakan semua baik-baik saja setelah apa yang terjadi." Tatapan Win terlihat sangat sendu.

"Tapi tidak perlu pergi sampai sejauh itu, 'kan?"

"Aku benar-benar ingin melupakannya."

Sang ibu menghela napas mendengar penuturan anaknya, "Pada saat Mae berbicara dengan Mintra dan Mesa, Mae bertanya-tanya kenapa kamu tidak pernah sekalipun memberitahuku kalau kamu jatuh cinta padanya. Tidak bermaksud ikut campur, Mae hanya ingin menjadi sosok orang tua yang bisa kalian percayai di saat kalian ingin bercerita tentang apapun juga bisa selalu andil dalam perjalanan dan perkembangan kalian."

• Lost You || BrightWin •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang