CHAP 11 : SELAMAT TINGGAL

460 38 13
                                    

"Pagi semua." Win menyapa keluarganya yang saat ini berada di ruang keluarga, mereka balas menyapa.

"Kamu berangkat kerja jam berapa?" Tanya ibunya.

Sebelum menjawab Win duduk di samping Mesa, "Hari ini aku tidak kerja,"

Mesa menatap adiknya dan bertanya, "kenapa? Kamu ambil cuti?"

Win menggeleng. "Malas, aku sedang tidak ingin bekerja."

Keluarganya menatap Win dengan tatapan tak percaya, Win hanya mengangkat bahu. "Kapan Mae akan berangkat ke Swiss?" Dia bertanya.

"Ku rasa Minggu depan. Tunggu," Ibunya memicingkan mata. "Bagaimana kamu tahu Mae akan pergi ke Swiss?"

"Phi Mesa dan Phi Mintra yang memberitahuku." Jawab Win, "Jadi Mae akan pergi Minggu depan?"

"Ya. Seharusnya dua Minggu lagi tetapi lebih cepat lebih baik, Mae tidak ingin berlama-lama di sana,"

"Kenapa? Bukankah Swiss indah?"

"Tentu saja, tetapi aku punya keluarga yang harus ku urus. Belum lagi Pho-mu tidak bisa jauh-jauh dariku."

Seketika anak-anaknya tertawa sedangkan sang ayah hanya cemberut, merajuk.

"Kenapa bertanya?" Ibunya penasaran.

"Aku ingin ikut, hitung-hitung liburan."

"Memangnya diperbolehkan agensi?" Tanya Mintra dengan nada mengejek.

"Pasti boleh, jangan sebut namaku jika tidak diperbolehkan," Win menyeringai.

Mesa melempar bantal ke arah adiknya, "Percaya diri sekali."

"Seratus persen!" Seru Win yang sekali lagi dihadiahi lemparan bantal.

Sebelum terjadi perang bantal, ayah mereka berkata, "Win, kamu 'kan tidak bekerja, bisa temani Pho ke pameran?"

Win menoleh. "Di mana?"

"MOCA Museum."

"Tentu," Win mengangguk. "Tapi Pho yang menyetir." Dia menunjukkan gummy smile berharap sang ayah luluh, itu berhasil walau sedikit jengkel.



"Menurutmu bagaimana?"

Seolah tampak berpikir, dia mengerutkan kening dan mengetuk dagunya menggunakan jari telunjuk. "Bagus."

"Hanya itu?" Si penanya jelas tidak puas dengan jawaban tersebut.

"Entahlah, aku tidak mengerti seni sama sekali. Lagipula itu hanya sebuah lukisan acak," Dia tersenyum kikuk.

Di depannya terdapat sebuah lukisan abstrak—orang-orang menyebutnya begitu—sebuah kanvas putih yang dicoret dengan warna biru, merah dan kuning, sama sekali tidak ada artinya. Selain terlihat mirip gambaran anak TK.

"Aku menyesal membawamu ke pameran ini."

"Kalau begitu kenapa tidak ajak yang lain saja? Aku tidak mengerti seni. Ayo kita pulang atau setidaknya pergi ke tempat yang lain? Aku mulai lelah dan Pho terus-menerus bertanya tentang hal yang sama sekali tidak ku pahami." Win merengek, suaranya naik satu oktaf.

Ayah Win tersenyum, senyum mematikan yang langsung membuat anaknya bungkam. "Seni itu kompleks, seorang arsitek juga membutuhkan seni untuk membangun sebuah bangunan dan orang yang bercita-cita ingin menjadi arsitek sekarang malah mengeluh karena tidak paham." Ejek sang ayah membuat Win cemberut.

"Dikatakan pada orang yang menyuruhku masuk jurusan ekonomi dan berakhir sebagai aktor." Win berucap datar.

"Oho, rupanya anak Pho yang satu ini mulai berani."

• Lost You || BrightWin •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang