Valencia Sialan!

123 15 4
                                    

Shabira mengurung diri di kamar karena kesal dengan ayahnya. Padahal sudah jelas Valen yang salah sudah menjebaknya. Iming-iming pekerjaan dengan bayaran mahal, rupanya Valen mengambil keuntungan darinya. Kalau saja Shabira tak salah kamar, mungkin dia sudah jadi santapan om hidung belang. Walaupun akhirnya dia tetap mengalami kesialan serupa.

"Argh! Aku gak mau inget kejadian malam itu!"

"Shabira kamu keluar sekarang ayah mau bicara."

Shabira menoleh ke pintu sambil menggertakkan giginya. "Gak mau!"

"Shabira ayah harus bicara sama kamu."

Shabira takkan lupa saat ayahnya melarang dia menampar Valen. Padahal dia sudah membuat hidup Shabira kacau.

"Mau apa lagi Yah. Belum puas bikin anak ayah ini sakit?" ujar Shabira pada ayahnya.

"Shabira, kamu kok ngomongnya gitu."

"Ayah lebih sayang sama Valen padahal yang anak kandung ayah kan aku!"

"Shabira kamu jangan gitu. Valen udah gak punya ibu sekarang. Dia hanya punya kamu dan ayah."

Shabira lebih suka jika Valen pergi dari hidupnya sekalian. Dia sempat mengira Valen kemarin berubah. Rupanya malah lebih parah.

"Capek ngomong sama ayah."

"Shabira. Ayah mau kasih tahu kamu sesuatu."

Shabira malas mendengarnya. Apa pun itu pasti akan jadi berita buruk untuknya. Sejak kapan dia pernah bahagia. Dia sudah kehilangan kebahagiaan itu bersama kepergian ibundanya.

"Kamu harus menikah."

"Apa?" decak Shabira kaget. "Menikah?"

"Iya. Ayah minta tolong sama kamu jangan menolak. Ini demi kelangsungan hidup keluarga kita," kata ayahnya memaksa.

"Maksud ayah apa? Demi hidup kita gimana sih?" tanya Shabira tak mengerti sama sekali.

"Ayah punya utang."

***

"Jadi, Tuan memilih Shabira?"

"Oh. Namanya Shabira."

"Ya, dia putri sulung saya, Tuan. Apa Tuan yakin tidak mau dengan putri saya Valencia?"

Pria bertubuh tinggi, paras yang menawan, tampak maskulin dan seksi dari segala sisi. 30 tahun, seorang pengusaha sukses. Putra sulung keluarga Fahrezi yang tersohor dengan kesuksesannya mengelola perusahaan yang bergerak di bidang properti. Namun sayang di usianya yang matang dan pantas. Ia masih melajang, padahal teman seusianya sudah banyak yang berkeluarga. Dia, Aditya Fahrezi.

"Hem." Aditya menggaruk sebelah alis. Tampak mempertimbangkan ucapan ayah Shabira.

"Tuan, putri saya Valencia dia lulusan universitas ternama dan sudah pasti lebih menarik dibandingkan Shabira."

Aditya mengernyitkan kening. "Kenapa Anda malah memihak salah seorang saja. Bukannya mereka sama-sama putri Anda?"

Ayah Shabira mengelap keringatnya gugup. "B-Bukan begitu, Tuan Adhitya. Saya hanya tak ingin mengecewakan Anda."

Aditya menatap dua foto yang ada di tangannya.

"Shabira, ini kebetulan yang sangat aneh. Hem, tapi kamu memang gadis aneh sejak awal."

Ayah Shabira memperhatikan ekspresi Aditya yang sedikit tersenyum melihat foto Shabira.

Apa benar tuan Aditya menyukai Shabira. Tapi, kalau Shabira tak mau dinikahkan bagaimana. Dia pasti akan menolak apa pun yang menjadi titahku. Apa yang harus aku lakukan.

"Tuan Gunawan, saya tak akan mengubah pilihan. Saya tetap memilih Shabira, putri sulung Anda."

Gunawan tidak punya pilihan. Yang terpenting sekarang adalah melunasi hutangnya pada keluarga Fahrezi yang bernilai cukup banyak. Uang itu juga digunakan untuk membiayai pengobatan ibu Shabira dulu sebelum meninggal. Sudah sepantasnya Shabira yang membayar, batin Gunawan. Tapi Valencia menyukai Aditya, siapa yang tak suka dengan orang sehebat Aditya Fahrezi. Meski dingin dan terkenal dengan sikap angkuhnya. Aditya tetap digilai para gadis di luar sana tak terkecuali Valencia.

"Baik, Tuan."

"OK. Saya kira sudah selesai. Anda bisa keluar dari ruangan saya sekarang. Ingat! Utang Anda belum benar-benar lunas sampai putri Anda berhasil memberikan saya keturunan."

"Ya, saya permisi, Tuan."

Gunawan akhirnya keluar dari ruangan Aditya, ia harus tetap membujuk Shabira bagaimanapun caranya agar mau menyetujui pernikahan tersebut.

"Ayah gila!" Shabira refleks mengumpat pada ayahnya setelah mendengar penjelasan yang tak masuk di akal baginya. Kenapa harus dirinya yang dikorbankan?

"Ayah benar-benar sangat benci aku ya? Sampai menjodohkan aku dengan pria semacam itu? Astaga tidak! Ayah menjual anak ayah sendiri demi kepentingan pribadi?"

"Shabira jaga bicara kamu. Ayah melakukan ini demi melunasi hutang yang digunakan untuk biaya pengobatan ibumu, tahu!"

Shabira menahan amarahnya yang sebentar lagi meledak. Valencia muncul membuat Shabira bertambah geram. Sudah gagal menghajar saudara laknat tersebut. Sekarang tingkah polosnya semakin membuatnya muak.

"Kak, kenapa harus kakak yang dipilih oleh Tuan Aditya? Aku bersedia menggantikan kakak! Tapi tolong bujuk tuan Aditya agar memilihku saja!"

"Valen, mana berani ayah membujuk tuan Aditya. Ini sudah final, yang dipilihnya adalah Shabira," terang Gunawan pada putri kesayangannya.

Sejak awal Gunawan memang tak menyayanginya. Padahal Valen hanyalah anak tiri. Dia putri dari istri kedua ayahnya yang selingkuh dengan pria lain. Valencia bukan darah daging Gunawan tapi di nama belakangnya malah disematkan nama Gunawan. Sedangan Shabira yang anak kandungnya tak mendapatkan bentuk kasih sayang itu dari Gunawan. Shabira tak habis pikir kenapa nasibnya sangat sial. Untuk apa dia hidup kalau sudah begini. Dia lebih baik mati menyusul ibunya saja kalau boleh memilih.

"Tapi, Yah. Valen lebih segalanya dibandingkan Kak Shabira. Kenapa tuan Aditya malah memilih dia sih!" Valen menatap sinis Shabira.

Apa dia dilahirkan ke dunia hanya untuk mengacau. Iblis! Batin Shabira.

Shabira masih diam walau dia sudah hampir diambang batas kesabarannya. Tak cukup hanya ditampar satu kali, rasanya ia ingin menampar Valen berulang-ulang sampai anak itu sadar bahwa sikapnya sangat menjijikkan.

"Valen, kamu harus menahan diri. Ini demi kelangsungan hidup kita," terang Gunawan.

Hidup kita? Hidup bersama tapi selalu saja Shabira yang harus menerima hal buruknya.

Valencia menghentakkan kakinya lalu pergi dari sana.

"Baik, asalkan bisa keluar dari rumah yang bagaikan neraka ini. Shabira akan terima perjodohannya. Shabira akan menikah dengan Aditya Fahrezi. Puas!"

"Benarkah Shabira? Tapi kamu jangan bicara begitu, Nak. Rumah ini tetap rumahmu. Kenapa kamu bilang rumah ini bagaikan neraka?" ujar Gunawan.

Shabira menyeka air matanya. Dasar tak punya perasaan! Apa Gunawan tak sadar selama ini Shabira menderita?

"Aku akan bersiap." Shabira lalu masuk ke kamarnya.

Di dalam kamar ia menangis sendirian. Walau rasanya amat menyakitkan. Tapi Shabira menahan sekuat tenaga. Setelah ini tak tahu apa yang akan terjadi padanya. Dia pasrah atas hidupnya yang seringkali ditimpa nasib sial.

Shabira sesenggukan sambil meratapi nasibnya setelah ini. Melihat rengekan Valencia ingin sekali dinikahi orang yang bernama Adhitya Fahrezi membuatnya berpikir untuk balas dendam.

"Baiklah, aku akan melakukannya karena Valen menyukai pria itu."

Namun tiba-tiba Shabira teringat sesuatu yang pernah terjadi padanya. Bagaimana jika pria akhirnya mengetahui bahwa dirinya sudah tidak perawan lagi. Mungkin saja dia akan dihadapkan pada masalah. Atau haruskah dia jujur saja pada pria itu. Tapi sialnya Shabira sendiri tak tahu siapa pria yang tidur dalam posisi telungkup di kasur yang sama dengannya waktu itu. Belum sempat melihat wajahnya, Shabira buru-buru pergi keluar kamar hotel tersebut karena takut.

"Valencia sialan!!"

Cinderella Nice SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang