Emosi

28 8 1
                                    

"Sialaaaan!!!" Teriakan itu membuat seisi ruangan menggema. Gunawan pun buru-buru menghampiri sumber suara yakni dari kamar putri kesayangannya, Valencia.

"Sayang, ada apa?" tanyanya pada Valencia dengan cemas.

Valencia menatap Gunawan dengan tatapan marah, tapi beberapa detik setelahnya ia menangis.

"Valen udah nggak kuat lagi, Ayah, kak Bira ... dia kenapa, ya? Kok Kak Bira, jahat sama Valen."

"Kamu ngomong apa Valen? Kamu habis menemui Bira?"

"Kak Bira sekarang udah berubah, Ayah, dia udah nggak kayak Kak Bira yang dulu lagi."

Gunawan pun terdiam. Ia lalu mendekati Valencia, menghapus air mata di pipi putrinya itu, baru memberikan pelukan.

"Pasti kak Bira berubah, Sayang, dia kan udah menikah. Apa mungkin kamu merindukan Kak Bira yang dulu karena kamu kesepian?"

Valencia meremas telapak tangan menahan geram. Mana mungkin ia rindu Shabira, itu mustahil. Ia kesal atas apa yang dilakukan Shabira padanya hari ini. Terlebih sikap Aditya yang membela Shabira habis-habisan. Itu membuatnya ingin memaki setiap orang yang ditemuinya di sepanjang perjalanan pulang tadi. Tapi ia menyadari satu hal, semuanya belum berakhir. Kebahagiaan Shabira, itu adalah hal yang harus ia renggut bagaimanapun caranya.

"Em, iya, rasanya aku hancur Ayah. Kak Bira jadi lebih menyayangi Mas Aditya. Bahkan tadi sewaktu Valen datang, Kak Bira mengusir aku."

"Apa?" Gunawan memegang bahu Valencia erat. "Bira ngusir kamu?"

Valencia mengangguk lemas. "Iya, katanya Valen nggak boleh datang lagi," jawabnya membuat gestur seolah amat menderita. Itu merupakan keahlian Valencia di hadapan Gunawan.

Benar saja, baru beberapa detik, Gunawan sudah terpedaya.

"Kenapa Bira sangat keterlaluan. Padahal kamu hanya kangen saja," ucap Gunawan yang kelihatan marah.

Valencia tersenyum senang karena Gunawan sudah masuk dalam jebakannya. Selanjutnya ia pasti berhasil membuat Gunawan membantunya, ia harus membuat Shabira hidup tidak tenang meski sudah bersuamikan Aditya.

"Tapi Valen, kita tetap tidak bisa menyalahkan Bira."

Mata Valencia melotot. "Maksud ayah? Kenapa nggak bisa menyalahkan Kak Bira? Jelas dia salah, tadi ayah sendiri yang bilang kalau Kak Bira keterlaluan, kan?"

"Iya, tapi ayah sudah janji tidak akan ganggu dia lagi setelah ia menikahi Aditya. Apalagi Bira berjasa membayar utang keluarga kita," pungkas Gunawan.

"Ayah apa-apaan sih! Ayah tau kan Valen sakit! Apa ayah nggak kesel sama sekali kak Bira bikin Valen sampe-" Valencia memegang dadanya seolah-olah sedang nyeri.

"Sakit!"

"Valencia!" Gunawan langsung cemas melihat Valencia kesakitan. "Kita ke rumah sakit sekarang!"

Valencia mengangguk. Mungkin rumah sakit adalah tempat yang paling pas untuk sekarang.

****

"Aditya, putraku."

Aditya menghembuskan napas malas. "Duduklah, tak perlu berbasa-basi."

Tak lama Shabira muncul, ia melihat seorang wanita cantik di samping Aditya, tengah berdiri sambil memegangi tangan Aditya, tapi Aditya kelihatan tidak peduli.

"Selamat siang," ucap Shabira menyapa.

"Dia siapa?" tanya wanita itu melihat kearah Shabira.

"Istriku," jawab Aditya. "Sayang, duduk di sini," titah Aditya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinderella Nice SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang