Aku Tidak Suka Wanita Sepertimu

43 6 3
                                    

Shabira tidak pernah bermimpi menjadi ratu. Sebab ia menyadari itu amat tidak tahu diri. Jangankan menjadi ratu, bahkan menjadi dayang saja rasanya ia tak berani membayangkannya. Namun, sekarang ia justru diperintah oleh pria yang bisa disebut sebagai raja dalam dunianya untuk menjadi ratu yang memanfaatkan gelarnya sebagai raja. Apakah ini sebuah perintah yang berisi kegilaan, ataukah kesempatan langka dalam hidup Shabira barangkali.

"Maksud Mas Adit?"

"Kenapa kau selalu menanyakan hal yang tak perlu, Shabira. Temui adikmu dan lakukan seperti yang kukatakan." Aditya mengusap pipi merah Shabira pelan dengan tatapan meneduhkan.

"Manfaatkan aku, pria yang dapat melakukan apa pun bahkan jika itu tak terbayangkan sekalipun."

Shabira menggigit bibirnya karena bingung. Saat itu Aditya mendekatinya dengan sikap mengejutkan. Ia menyentuh bibir Shabira dengan ibu jari lalu mengelusnya pelan sekali.

"Jangan biasakan menggigitnya. Itu bukannya tugas suamimu, Shabira."

"A-Apa?" Shabira tampak bodoh dengan segala ekspresi yang ia tunjukkan begitu saja.

"Bodoh tapi unik, menarik, cantik, boleh juga." Aditya lalu berbalik.

"Suruh dia masuk," kata Aditya kepada pelayannya.

"Baik, Tuan," jawab pelayan.

"Mas Adit tapi saya sedang tidak ingin menemui dia," ucap Shabira menatap ragu suaminya.

"Kenapa? Ini seharusnya jadi momen menyenangkan sekali, Shabira," sahut Aditya sambil tersenyum ringan.

"Menyenangkan apanya, saya tidak terlalu ... menyukai momen itu."

"Aku tau, aku pun tidak suka melihat perempuan palsu itu." Aditya menghela napas.

Perempuan palsu. Shabira tidak mengira jika itu yang dipikirkan Aditya tentang saudarinya.

"Dia palsu, baru pertama kali lihat saja aku sudah tidak menyukainya. Kau tahu, Shabira, karena dia palsu, jadi aku memilihmu."

"Maksud mas Adit apa, palsu apanya, saya tidak mengerti." Shabira berpikir justru Valencia lebih cantik dan lebih segalanya dari dirinya. Tapi kenapa Aditya malah berpikir begitu tentang Valencia.

"Sudahlah. Kau hanya terlalu naif, Shabira. Tolong ubah itu. Sikap naifmu itu, satu-satunya yang tak kusukai darimu."

"Tuan, nona Valencia sudah menunggu di ruang tamu," kata pelayan.

Shabira memikirkan apa maksud kata naif yang ditujukan padanya. Tapi dia juga mengakuinya, sikapnya memang terlalu naif. Namun selain naif, apa dia bisa jadi orang yang mengabaikan orang lain. Shabira hanya selalu dituntut menghargai, meski dirinya sendiri terkadang tidak pernah dihargai sama sekali.

"Ayo kita temui dia, jangan menunda waktu yang pas untuk bersenang-senang," ucap Aditya seraya memeluk pinggul Shabira sambil menatap mesra mata cantiknya.

Shabira merasakan detak jantungnya terus berdegup hebat setiap kali menerima sentuhan pria itu. Hal yang sama sekali tidak bisa ia tolak, bahkan Shabira langsung mati kutu ditangan Aditya.

Mereka berdua berjalan berdampingan ke tempat di mana Valencia tengah menunggu. Gadis itu duduk sendiri dengan gestur yang begitu mudah diartikan. Ya, Valencia tak tenang, sudah pasti banyak sekali yang dipikirkan olehnya tentang keadaan Shabira sekarang.

"Kak Shabira," ucap Valencia begitu kakak perempuannya muncul di depannya bersama suaminya.

"Valen, mau—"

"Selamat datang di rumah kami," kata Aditya memotong kata-kata yang hendak dilontarkan sang istri. "Silakan duduk dengan nyaman."

Valencia pun duduk ragu-ragu.

Cinderella Nice SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang