1 : Hujan, Lupa, dan Senyuman

1.9K 72 3
                                    


Hari mulai mendung. Seorang remaja laki-laki berkacamata hanya menatap langit dari jendela kacanya. Tangannya memutar-mutarkan pulpen dengan lihai. Tidak memedulikan penjelasan dosen mengenai mata kuliah di minggu pertamanya. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya dia bisa pulang cepat tanpa harus merasakan hujan.

"Baiklah, pertemuan minggu ini kita cukupkan sekian. Jangan lupa absen dan baca materi untuk pertemuan kedua nanti." Dosen itu menutup pelajaran.

Para mahasiswa pun mulai bersiap dan membereskan barangnya. Berbeda dengan remaja yang duduk dekat jendela. Dia sudah berdiri terlebih dahulu dan berjalan ke meja dosen untuk tanda tangan absen. Kemudian ia pergi keluar kelas. Mahasiswa pertama yang keluar dari kelasnya.

"Woi Tama! Buru-buru amat. Sabar gih tungguin gue." Seorang perempuan berambut panjang dengan jaket hoodie pinknya menepuk bahunya. Kemudian ikut berjalan di sampingnya.

"Mau hujan, Rara. Gue males kalau pulang hujan-hujanan." Lelaki yang dipanggil Tama itu pun mempercepat jalannya.

"Yaelah, hujan masih air. Mending di kampus dulu aja."

"Gak. Titik." Remaja itu pun pergi menuruni tangga dengan cepat. Meninggalkan Rara yang berusaha mengejar walaupun sia-sia.

"Si anjir malah ninggalin. Woi Utama!"

Remaja dengan nama Uta Mahendra Trisatya ini terus berjalan tak memedulikan temannya sendiri. Tama adalah nama panggilan dari kata "Uta Mahendra" menjadi "Tama". Itu panggilan yang diinginkannya ketimbang Uta.

Dia berjalan keluar gedung tanpa melihat kanan kiri hingga tak sengaja sebuah motor sport hampir menabrak dirinya.

TIIITT!!

Uta refleks menghentikan langkahnya. Hanya sepersekian detik saja jika telat mungkin ia akan bertabrakan. Motor itu pun minggir dan berhenti tak jauh darinya. Pengendaranya membuka helm dan melihat ke arah Uta. membuatnya merasa kesal.

"Kelas pak Sandi udah selesai?" Tanya pengendara itu.

"Hah?"

"Sorry gue ngebut tadi. Gue mau ngejar kelas pak Sandi." Pengendara itu. Dari dekat Uta bisa mengetahui kalau anak di depannya lebih tinggi sedikit darinya. Ia hanya sehidung orang itu saja. Mahasiswa berwajah tampan itu mendekati Uta.

"Udah selesai. Gue baru keluar kelasnya." Jawab Uta kesal karena hampir ditabrak. Dan mengapa ia harus berhenti dan basa basi dengan orang yang tidak ia kenal. "Udah ya, gue mau-

"Gue nitip motor sama helm bentar ya. Bentaaarr.... aja. Gue cuma mau tanda tangan. Bye!"

Mahasiswa itu tiba-tiba memasangkan helmnya ke kepala Uta lalu berlari cepat masuk ke dalam gedung. Uta meronta dan langsung melepas helm di kepalanya. Ia ingin marah tapi orang tersebut sudah menghilang.

"Si anj-"

JLEGER!!

Petir menyambar langit yang mendung tebal itu. Sedetik kemudian hujan pun turun dengan deras. Terpaksa Uta berteduh di teras gedung. Rara berjalan keluar gedung dan melihat Uta sedang berdiri lesu memegang helm merah milik mahasiswa yang tidak dikenalnya.

"Lah gak jadi pulang? Pffttt..." Tanya Rara sambil menahan tawa.

"Kagak." Jawab Uta singkat. Padat. Jelas.

"Terus itu helm siapa? Helm lo kan Bogo kek telor."

"Gak kenal. Ada orang tiba-tiba nitip helm sama motor ke gue. Padahal kan gue mo pulang malah hujan kan. Asu emang."

"Itu helm gue."

Suara bass itu cukup mengagetkan Uta dan Rara. Uta terkejut karena orang itu benar-benar sudah sampai ke teras gedung lagi. Rara agak terdiam melihat penampilan mahasiswa di depannya itu. Siapa yang tidak akan terpincut di depan mahasiswa tampan sepertinya.

U DAN GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang