8 : Anak Baru

523 43 5
                                    

Uta menarik napasnya dalam-dalam. Ia harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Tidak bisa berlama-lama di zona nyaman. Dengan mengumpulkan tekad dia pun berjalan memasuki ruang aula yang menjadi tempat Open House.

Aula kampus memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Tempat ini punya kapasitas hingga 6000 orang lebih karena selalu menjadi tempat diadakannya acara-acara besar kampus seperti kelulusan, penerimaan mahasiswa baru, maupun acara internal kampus seperti kegiatan UKM atau pentas seni, salah satunya adalah Open House.

Acara ini dihadiri banyak mahasiswa karena selain mereka pendaftar UKM Teater, mahasiswa lain ingin menyaksikan dan meramaikan Open House ini karena dipenuhi berbagai tenant seperti jajanan, aksesoris, dan lainnya. Setiap orang yang masuk akan diberikan name tag sebagai pengenal apakah dia pengunjung, panitia atau anak baru dari UKM Teater kampus.

Uta berjalan menuju depan panggung yang dipenuhi dengan kursi. Ia mencari-cari sosok temannya yang telah memasukkan dirinya ke dalam UKM ini namun tak kunjung melihat batang hidungnya. Tiba-tiba saja ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Maaf, lo anak baru UKM ini bukan?"

Uta menoleh pada sang penanya. Dia remaja yang seumuran dengannya. Tingginya mungkin setara dengan Gundala karena dihadapan orang ini Uta hanya sehidungnya saja. Kulitnya putih dan hidungnya mancung. Perawakannya tegap menunjukkan bahwa dirinya sering berolahraga.

"Lo siapa?" Tanya Uta balik.

"Gue nanya duluan, malah ditanya balik."

Uta mendengus. "Iya, gue anak baru. Sekarang jawab pertanyaan gue."

Remaja itu mengulurkan tangannya padanya. Tidak. Remaja itu menarik tangan Uta dan menjabatnya secara langsung meskipun Uta hendak menolaknya.

"Gue Lingga. Salam kenal, Utama."

Uta malah mengenyitkan dahinya. Dia sama sekali tidak mengenal orang ini tetapi mengapa Lingga bisa mengenalnya.

"Tahu nama gue dari mana?"

"Kan lo pake name tag, gimana sih?" Balas Lingga. Uta menatap name tagnya sendiri dan terdapat namanya yang tertera disana. Begitu juga Lingga.

Tolol lu, Ta. Rutuknya sendiri.

"Duduk yuk, kayaknya sebentar lagi bakal mulai." Saran Lingga.

Uta yang tidak tahu lagi harus mencari Gundala dimana akhirnya mengangguk saja. Ia sekali lagi mengecek ponselnya. Tidak ada sinyal. Mungkin karena ramainya orang di dalam aula ini. Ia pun mengikuti Lingga yang sedang mencari tempat duduk di barisan ke 4.

"Sini, Uta." Panggil Lingga untuk duduk di sampingnya setelah menemukan posisi yang tepat.

"Panggil gue, Tama." Ralat Uta. Tapi Lingga menggeleng.

"Gue lebih enak kalau manggil pakai kata depannya. Gak apa kan?" Tanya Lingga.

"Serah lo." Ucap Uta tidak ingin menanggapi.

Lingga tertawa. Sebaliknya Uta malah heran. Apa yang lucu dari jawaban tadi?

"Gue dari tadi ngelihatin lo yang celingak celinguk kebingungan. Nyari siapa sih?" Tanya Lingga lagi.

"Temen." Jawab Uta.

"Temen apa pacar?" Lingga memanas-manasi lagi.

"Bacot." Singkat jelas padat Uta mengeluarkan kata pamungkasnya. Lagi-lagi itu membuat Lingga tertawa. Membuat Uta mengeryitkan dahi. "Ketawa mulu dah."

"Hahaha... ya lo dikit-dikit berkata kasar. Lo tuh muka-muka imut tapi mulutnya gak bisa dijaga, hahahaha..." jawab Lingga.

"Najis." Balas Uta.

U DAN GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang