4 : Orang atau Tantangan?

684 45 0
                                    

Hari ini adalah hari Minggu. Seperti biasa Uta melakukan jogging pagi di lapangan Gasibu, di depan Gedung Sate. Ia melirik jam tangan di tangan kirinya, pukul 6 pagi. Waktu yang tepat untuk berlari pagi.

Suasana di lapangan Gasibu sudah mulai ramai. Beberapa orang melakukan pemanasan untuk lari, bermain badminton, berlatih skateboard dan sepeda, adapun yang hanya sarapan di dekat gerobak-gerobak pedagang kaki lima.

Uta dengan pakaian simplenya, yaitu kaos biru dan celana pendek serta kacamatanya mulai melakukan pemanasan di bawah pohon. Setelah dirasa cukup ia mulai melompat-lompat kecil. Bersiap untuk jogging. Ia membuka layar ponselnya dan memutar playlist lagu favoritnya. Memasang headset bluetooth di telinganya dan mulai berlari.

Uta sudah rutin jogging sejak SMA. Membuat tubuhnya tak kalah bagus dengan anak-anak yang hobi berolahraga. Bedanya, mereka selalu memamerkan tubuhnya, sedangkan Uta tidak. Dia hanya ingin hidup sehat saja. Walaupun karena itu pula banyak kaum hawa yang diam-diam menyukai Uta karena postur tubuhnya yang ideal.

Uta berlari mengelilingi track hingga putaran ke lima. Napasnya masih aman dan teratur. Kakinya pun belum terasa lelah. Membuatnya terus saja berlari tanpa henti. Setidaknya sampai ia sudah tidak kuat lagi.

Satu jam tiga puluh menit berlalu.

Uta baru memperlambat larinya dan pergi menuju tasnya disimpan. Ia mengambil tumbler air minumnya, lalu meminum habis seluruh persediaan airnya sambil duduk.

Seluruh kaosnya sudah basah oleh keringatnya. Membuat otot tubuhnya menjiplak dengan mulus. Otot dada dan sixpacknya cukup membuat orang yang lewat di depannya tertarik untuk melirik padanya. Hanya saja ya, tabiat Uta yang pada dasarnya memang tidak peduli sekitar. Kecuali satu.

"Asik, gue kira seorang Uta cuma suka ngegoa di rumah." Gundala mengejutkannya dari belakang. Dia menggunakan setelan olahraga juga namun yang berbeda ia memakai kaos jersey merah. Uta hampir tersedak minumannya sendiri.

"Uhuk! Asu lo!" Umpatnya. "Ngapain lo kesini?"

"Mau tidur. Ya olahraga lah, Uta... utanginang si optimum pride, kukakakakak." Ucap Gundala sambil mempraktekkan suara dan gerakan robot. Uta kembali meminum airnya hingga tetes terakhir.

"Btw lo punya badan yang bagus juga. Gue kira kurus kerempeng." Tunjuk Gundala ke arah badan Uta. Uta menunduk dan melihat otot perut dan dadanya yang terjiplak jelas. Sontak ia mengambil jaket dan menutupi tubuhnya.

"Mending lo lari aja sana, dah." Usir Uta.

"Iyaa, tapi jagain tas gue ya."

"Ngapain? Gue mau pulang."

"Jangan atuh. Bentar we bentar, 2 jam aja."

"Tolol, ngapain 2 jam ngeliatin lo lari?"

"Biar lo terbiasa liatin gue. Nanti setiap putaran gue bakal dadah ke lo."

"Gak jelas. Udah sana lo."

"Jagain tapi ya." Pinta Gundala lagi.

Mata Uta memutar malas. "Ck, iya iya."

Gundala tersenyum senang. Ia mulai berlari tanpa pemanasan terlebih dahulu. Diulangi. Tanpa pemanasan. Uta pun menggeleng melihat tingkah laku Gundala. Liat aja sejam kemudian mungkin terjadi sesuatu. Batinnya.

Uta menoleh ke kanan dan ke kiri. Seakan mencari sesuatu. Ketika melihat gerobak kupat tahu, ia pun berjalan menghampiri dan membelinya. Sekaligus membeli 2 botol air minum.

Uta memakannya di tempat tasnya dan tas Gundala tersimpan. Gundala benar-benar melambaikan tangan padanya di setiap putaran. Bahkan ia memanggil namanya, "UTA!!" Tidak peduli orang-orang melihat kepada mereka.

U DAN GTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang