16 | Mama Lee, lagi.
"Papa, Jaemin pulang dulu. Jaemin harus ambil pakaian Om Mark. Dia pasti nggak pulang buat mantau Mama."
Haechan menatap anak sulungnya. Dia mengangguk, "Mau Papa anter?" tawarnya yang mendapatkan gelengan dari Jaemin.
"Jaemin sendiri aja. Itu adek juga harus ditemenin. Nggak mungkin dia sendirian di sini."
"Yaudah, hati-hati. Jangan ngebut."
Jaemin mengangguk. Dia menatap ke ruang operasi selama beberapa detik lalu melangkah pergi.
Di dalam mobil, Jaemin hanya menyalakanya. Punggungnya bersandar lemas. Selama ini, Jaemin tidak pernah melihat orang tuanya, terutama Mama, terluka. Kalau sakit juga, Mama lebih sering menyembunyikannya. Baru akan mengatakannya kalau benar-benar parah dan harus pergi ke rumah sakit.
Jaemin menatap gedung rumah sakit yang menjulang tinggi. Dia tau, gedung rumah sakit itu sekarang dimiliki oleh Papa mertuanya dan akan diwariskan ke Mark. Tidak heran kalau para Dokter, perawat dan staff rumah sakit mengenal Mark.
Remaja yang hampir berusia 18 tahun beberapa hari lagi itu menjalankan mobilnya meninggalkan parkiran rumah sakit. Mobilnya dia jalankan pelan, masih sadar diri kalau sekarang dia banyak pikiran dan tidak mau membuat ambulance lagi-lagi datang ke rumah sakit dengan dia ada di dalamnya.
Saat sampai basement, Jaemin langsung keluar. Dia melirik sebuah mobil yang baru sampai bersamanya. Jaemin menggeleng. Dia memilih untuk segera memasuki gedung apartemennya.
Jaemin memasuki kamarnya dengan Mark. Berniat untuk mandi karena tubuhnya terasa sangat lengket.
Di bawah guyuran air, Jaemin kembali mengingat ucapan Mamanya Mark. Baru kali ini dia mendengar ucapan yang begitu jahat ditujukan padanya. Dia menarik napasnya dalam-dalam. Rasa sakitnya bahkan masih sama, tidak berkurang sedikitpun.
Selesai mandi dan berpakaian, Jaemin berniat membenahi pakaian Mark tapi terhenti saat pintu apartemennya diketuk. Jaemin mengerutkan alisnya. Dia berjalan menuju pintu utama dan membukanya.
Sapaan hangat yang akan Jaemin ucapkan, mendadak terhenti saat melihat siapa yang berdiri di depannya.
Mama Lee.
Wanita itu menyerobot masuk ke dalam apartemen sang anak dan menantunya. Memperhatikan seisinya yang bisa dibilang rapih.
"Selama ini, kamu nyuci sendiri?"
Jaemin menelan ludahnya. Kalimat jahat apa lagi yang akan wanita itu katakan?
"Gantian, kalo enggak ya laundry."
Wanita yang sudah melahirkan Mark itu mengangguk. Dia tidak membalas lagi. Menurutnya, baik suami atau istri harus bisa membenahi rumah sendiri. Dan dia tidak marah saat anaknya mengerjakan pekerjaan rumah.
Soalnya sebelum menikah, terkadang Mark mencuci pakaiannya sendiri atau membereskan kamarnya.
"Ke sini, Mama ingin berbicara denganmu."
Jaemin mendekat, "Mau Jaemin ambilkan min–"
"Tidak perlu. Saya setelah ini juga akan pergi."
Jaemin mengangguk. Dia mendudukkan tubuhnya di sofa lain. Jantungnya berdegub kencang. Jaemin tidak siap untuk ini. Tapi, Jaemin tidak memiliki celah untuk kabur. Ada, tapi Mama Lee tidak akan memberikan celah itu pada Jaemin.
"Kamu tau, saya paling tidak suka ada istri yang tidak memasak."
Jaemin mengangguk. Dia sangat mengerti itu.
"Dan saya juga tidak menyukai kalau keinginan saya tidak tercapai dengan cepat." sambung wanita itu, dia memandang tepat kedua mata Jaemin. "Saya tidak peduli kalau jarak umur kalian sangat jauh, saya tidak peduli apapun asalkan saya mendapatkan keinginan saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SINGULARITY » MARKMIN ✔️
FanfictionBeberapa keadaan memaksa Mark untuk menikahi anak mantan kekasihnya sendiri. MARKMIN Kalau kalian nggak suka cerita yang jarak umurnya terlalu jauh, aku saranin jangan baca ini. Bijak dalam memilih bacaan, teman-teman. Top! Mk Bot! Jm