Chapter 8 || Tanda Tanya

8 3 0
                                    

"Biarkan kisah ini mengalir seperti alunan melodi."

.

.

.

"Gue? Pacaran? Mustahil." 

Arthur menendang kerikil di setiap langkah kakinya, kini tujuannya adalah lapangan basket. 

"Lagian kenapa gue harus pacaran sama tuh cewek? Emang salah gue peduli sama seseorang? Dasar temen nggak ada akhlak." 

Arthur terus berjalan menyusuri jalan di sekitar lapangan basket. Waktu sudah menunjukkan jam pulang tapi dia memilih berada di sini, di lapangan basket. Tangannya bergerak melepaskan kaos seragamnya, dia menggunakan kaos berwarna hitam jadi tidak masalah dia melepas baju seragamnya toh juga sudah jam pulang.

Tangannya terulur untuk mengambil bola basket dan mulai mendribble.

"Seenaknya aja bilang kalau gue lagi pacaran, sial!"

Arthur mulai mendribble ke tengah lapangan. Kini perasaannya sedang bercampur aduk, sedikit ada rasa kesal dalam hatinya.

"Emang gue cowok apaan??"

Satu lemparan tepat masuk ke dalam ring basket.

Arthur menangkap bola itu dan kembali bersiap melempar bola, "emang hati gue semudah itu ditaklukin??"

Lemparan kedua berhasil masuk tepat sasaran.

"Gue cuma peduli sama dia."

Lemparan ketiga masuk.

Arthur menangkap bolanya dan kembali bermain, tiba-tiba dia teringat dengan ucapan Liam saat di dalam UKS tadi.

"Nggak kayak biasanya lo kayak gini, dulu lo nggak pernah peduli sama siapa pun apalagi cewek," jelas Liam.

"Gue sama dia nggak pacaran."

"Kalau bukan terus apa? Temen? Lo, gue dan Riska yang udah temenan dari lama aja lo nggak pernah sepeduli ini."

Arthur terdiam.

"Lo suka sama Azura?"

"Sial." Mengingat perkataan Liam, Arthur melemparkan bolanya ke ring basket.

Arthur berdecak kesal saat lemparannya gagal masuk ke dalam ring.

"Ya kali gue... akh!!" Arthur meraih bola basket dan kembali melemparkannya ke ring.

Lagi-lagi meleset.

"Sialan, gue kenapa sih? Semua ini pasti gara-gara ucapan aneh Liam." 

Arthur menghembuskan nafas lelah. Dia berjalan ke arah bangku yang berada di dekat pohon mangga. Dia duduk dan menutup matanya sebentar, suasana sore ini sudah sepi karena kebanyakan murid memang sudah pulang. Namun, suasana sepi sedikit membuatnya tenang.

Nggak mungkin gue suka sama dia, apalagi bakal pacaran. 

Arthur terus menolak pikiran Liam yang mengatakan dia menyukai Azura. Matanya masih terpejam hingga tiba-tiba dia merasa sesuatu yang dingin telah menyentuh pipi kanannya, sontak kedua matanya terbuka. 

"Lo? Ngapain di sini?" 

Matanya menajam ketika melihat Azura yang datang, dia memperhatikan wajah Azura yang sudah tidak lagi pucat.

"Gue? Nungguin lo lah emang ngapain lagi? Nih, minum dulu, kelihatannya lo cape banget setelah main basket." Azura memberikan sebotol air dingin kepada Arthur. 

FATAMORGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang