"Semesta, aku ingin waktu berhenti hanya untuk sekali."
.
.
.
Tidak tahu apa yang sedang merasuki pikiran Arthur. Bisa-bisanya dia yang terkenal tidak suka berdekatan dengan sembarangan cewek, kini sedang membonceng seorang cewek yang juga baru dikenalnya tadi pagi.
"Ini beneran gapapa kan?" Azura bertanya ketika motor Arthur berhenti di lampu merah.
"Baru tanya?" Mata Arthur melirik ke arah spion.
"Ya siapa suruh muka lo kayak tertekan cuma karena bonceng gue."
"Emang."
"Eh? Terus ngapa-- ASTAGA!!!"
Reflek Azura berpegangan erat pada bahu Arthur. Belum selesai dia berbicara, Arthur langsung menarik gasnya sedikit kencang tanpa peduli dengannya yang belum siap.
"Pelan-pelan bisa nggak sih!? Nanti kalau gue jatuh gimana? Mau tanggung jawab lo?" kesal Azura.
Arthur hanya memutar bola matanya, "lebay."
Mata Azura melotot saat mendengarnya, kemudian dia dengan cepat mencubit perut Arthur.
"Akh! Gila lo!?" Arthur menarik rem secara mendadak hingga membuat Azura menubruk punggungnya.
"Aduh! Kok lo tiba-tiba ngerem sih!"
Kepala Arthur menoleh ke belakang menatap tajam Azura, "diem atau gue turunin lo di sini?" ancam Arthur.
Azura hanya bisa mengembungkan pipinya kesal.
"Dasar es batu," gumam Azura.
"Apa lo bilang tadi?" sengit Arthur.
"Gapapa."
Helaan nafas keluar dari mulut Arthur, "dasar cewek aneh."
Arthur kembali melajukan motornya. Angin sore itu menerpa wajah mereka berdua. Tidak ada yang berbicara untuk sementara waktu, semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Lo bisa berhenti di gang depan," ucap Azura.
Akhirnya motor Arthur berhenti tepat di depan gang.
"Terima kasih udah nganterin gue. Sampai sini biar gue jalan sendiri, rumah lo masih lurus kan?"
Dahi Arthur mengerut, perasaan dia tidak pernah memberi tahu letak rumahnya tapi bagaimana Azura tahu arah rumahnya?
"Kok lo tau arah rumah gue?" tanya Arthur.
Azura memiringkan kepalanya, "nebak aja sih."
Arthur masih merasa ada yang janggal tapi dia memilih untuk segera pulang. Dia menyalakan mesin motornya dan mulai melaju ke depan.
"HATI-HATI DI JALAN YA!" Arthur melirik ke arah spion dimana Azura berteriak sambil melambai ke arahnya.
Senyum Azura terus terangkat. Saat motor Arthur menghilang dari pandangannya baru dia melepaskan senyumannya. Senyum manis itu sedikit luntur dari wajahnya, hanya tersisa tatapan sedu.
"Arthur, kapan kamu akan mengingatku?" Matanya berkaca-kaca.
***
Di sisi lain, Arthur baru saja memparkir motornya di dalam garasi rumahnya. Kakinya melangkah ke dalam rumah dengan nuansa putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAMORGANA
Ficção AdolescentePernahkan kalian mendengar legenda tentang tujuh bunga Tulip? Atau bagaimana jika seseorang yang selalu menemani harimu ternyata hanya sebatas imajinasimu? Setelah banyak hal yang berlalu, Arthur akhirnya menyadari bahwa dia telah jatuh hati pada s...