2. Awan manis

122 20 22
                                    

---

"Karang! Buruan, nanti kemalaman!" Aman meneriaki adiknya dari gerbang rumah.

Karang datang tergesa-gesa memakai sepatunya. Karang mengusap dadanya. "Kaget Karang. Jangan teriak-teriak, nanti Nara bangun!" Karang bergegas menghampiri Aman dengan senyum yang merekah.

"Ya biarin aja Nara ikut, nanti Kakak kasih pentol." Ucap Aman sembari tersenyum jahil.

Nara adalah kucing peliharaan Karang dan Aman. kucing berbulu putih dengan mata berwarna biru dan abu, kedua bola mata Nara berbeda warna. Itu yang membuatnya unik, jadi Aman memungutnya dari pasar.

"Maunya beli permen kapas!" Karang mencubit lengan Aman dan duduk manis dibelkang Aman, Aman hanya mengaduh sakit dan melanjutkan gayuhan sepedanya.

Mereka akan pergi menuju pasar malam, jarang sekali kampung mereka mengadakan pasar malam, dalam dua tahun mungkin bisa dihitung jari.

Karang yang meminta pergi, jujur saja, Aman sangat malas untuk pergi keluar rumah, apa lagi jarak pasar malam dan rumahnya lumayan jauh.

"Ayah gak akan pulang malam ini, Karang puas-puasin mainnya. Lain kali, jangan keras kepala." Aman angkat bicara ditengah perjalanan.

"Hmm." Karang berdehem dan mengangguk. Ia patuh saat ini.

"Mau beli apa?" Tanya Aman sembari tersenyum menengok kebelakang sejenak, biarkan ia melihat wajah imut Karang saat ini.

"Permen kapas." Jawab Karang singkat, ia memeluk badan Aman kala menyadari jalan yang sedang mereka lalui sedikit berbatu.

"Pegang yang kuat, nanti jatuh. Sebentar lagi sampai."

Hanya anggukan yang Karang berikan. Aman tak keberatan, asal bisa membahagiakan Karang ia juga senang.

"Kakak cuman bawa sepuluh ribu, kita bagi setengah-setengah, ya?"

"Iya Kak Aman.." Karang menggelitik pinggang Aman asal.

"Heh, kamu mau mati!?" Aman tak suka, ia tak tahan dengan gelitikan, itu seperti pertanda kematian untuknya, ia bisa menggila.





































































































































Karang menatap Aman jengkel, pasalnya ia ingin membeli permen kapas keinginannya itu, tapi Aman belum juga memberikannya uang yang dijanjikan saat ditengah jalan sebelumnya.

"Kak Aman!" Panggilnya lagi untuk kesekian kalinya pada Aman yang masih asik memakan pentol yang ia beli sejak lima menit yang lalau.

"Hmm." Aman tak peduli, ia ingin menikmati pentolnya tanpa gangguan dari siapapun, termasuk Karang.

"Kak Aman!!" Karang mengguncang-guncangkan bahu Aman kuat, membuat pentol yang ingin AMan masukkan kedalam mulutnya hampir meleset. Untung Aman cepat siaga dan memasukkan pentol itu kedalam mulutnya sempurna.

"Kak Sulaiman yang guantengnya tiada tara MAASYAALLAH!" Karang menekan kata terakhirnya juga mendekatkan bibirnya pada daun telinga Aman.

Aman yang awalnya asik mengunyah sembari memejamkan mata, dan mensyukuri nikmat Tuhan yang tiada tara dibuat meringis kala merasakan gendang telinganya sedikit berdengung.

"Aish, apasih!?" Aman mengelus telinganya sayang. Masih ada nyeri yang tersisa.

Karang kesal dibuat menunggu terlalu lama. Lain kali, biarkan Karang yang membuat Aman menunggu.

Karang & HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang