Samudra Nararya

667 33 6
                                    

Now, 2015

"Sam lagi ngapain mbok?" Tanyaku setelah melepas sepatu high heels yang seharian ini sudah melekat dikakiku.

"Dikamar non, mainan sama bapak". Aku mengangguk lalu melangkah kekamar.

"Nda..." Ucap Sam begitu aku membuka pintu kamar.

"Halo anak bunda. Miss me?" Sam berlari kearahku, merentangkan kedua tangannya yang membuatku gemas untuk memeluknya.

"Miss you nda" Jawabnya sambil mencium pipiku.

"Miss you too. Sam udah makan?"

Sam mengangguk. "Udah. Tadi ma eyang".

"Sam rewel nggak yah?" Tanyaku pada ayah.

"Enggak dong. Cucu eyang nurut ya". Jawab ayah dengan senyuman di wajahnya.

Senyuman yang tidak pernah hilang sekalipun aku melakukan kesalahan. Ayah yang luar biasa. Yang mencintaku dan Sam dengan sepenuh hatinya. Tetap menerimaku saat aku telah melakukankesalahan yang besar.

Samudra Nararya. Belahan jiwaku. Nyawaku. Kebahagianku. Aku sangat mencintainya sama seperti aku mencintai ayahku.

Melahirkan Sam bukan suatu kesalahan. Aku tak pernah menyesalinya. Aku bahagia saat pertama kali mendengar tangisan dari bibir mungil Sam. Dan seterusnya hidupku bahagia melihat perkembangan Sam.

Satu-satunya kesalahanku yang kuingat adalah, aku tetap mencintainya.

"Nda, es klim". Aku mengerutkan dahiku.

"Emang Sam belum makan es krim ya?"

"Sudah Mara. Tadi sore dia udah makan es krim. Beli diminimarket depan komplek waktu jalan-jalan sama ayah". Aku memberengut sebal. Pura-pura marah kepada Sam.

Tapi dasarnya anak kecil dia tidak akan tahu maksud dari sikapku.

"Sam mau es klim nda". Pengucapan kalimat dan tatapannya mengingatkanku akan sosoknya. Sosok yang sudah jauh pergi meninggalkan aku. Aku terdiam sesaat, pikiranku kembali pada beberapa tahun yang lalu saat aku berhadapan dengannya. Rasanya seperti ini.

"Nda..."

"Eh iya..ehm. Oh Radit kan udah makan es krim tadi". Ucapku.

"Dit?"

"Dit?" Aku mengulang pertanyaan Sam.

"Kamu sepertinya capek Mara. Ayah panggil Asih buat nidurin Sam".

Aku mengangguk.

Tak lama ayah kembali masuk kedalam kamar dengan mbok Asih lalu membawa Sam keluar.

Ayah masih dikamarku. Duduk dimeja kerjaku. Badanku yang lelah menuntunku untuk ikut duduk di pinggiran ranjang tempat tidurku.

Ayah menghela nafas. "Tadi kamu menyebut nama Radit. Apa kamu merindukannya Mara?"

Apakah aku menyebut nama Radit? Aku bahkan tidak sadar.

Aku menggeleng. "Tidak yah".

"Ayah kangen padanya. Apa dia baik-baik saja disana?"

"Pasti yah. Dia pasti bisa menjaga diri". Jawabku datar.

Setelah berbincang sedikit tentang Sam, ayah pamit keluar untuk beristirahat.

Aku merebahkan badanku diranjang. Mataku menatap langit-langit kamarku. Memikirkan segala yang telah terjadi.

Tidak lama kemudian handphoneku berbunyi. Aku mengangkat sebelah alisku melihat caller id yang terpampang dilayar.

Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang