Malam readers,saya upload part dua nya. Terimkasih untuk yang mau baca bahkan ngasih vote.
Dua hari lagi Radit akan sidang skripsi. Dan sekarang kelakuannya sudah seperti ibu-ibu mau melahirkan. Sensi tingkat dewa, cepat panik, suka ngomel nggak jelas. Dan korban dari keganasannya tidak lain tidak bukan adalah aku.
Aku sudah terkena berapa kali omelannya. Padahal aku tidak salah. Aku hanya membuat lelucon agar dia tidak tegang. Tapi niat baik diartikan salah. Nasib.
"Radit kok nggak kesini Mara?"
"Ih Mara nggak tahu. Kenapa ayah nanyain Radit?"
"Ya kan kamu yang selalu dipepet. Teman hidup dan matinya". Ayah tertawa.
"Amit-amit ayah. Kalau Radit mati ya Mara nggak mau ikutan mati". Ucapku sambil mengetuk-ngetuk meja didepanku.
"Lagi berantem sama Radit?" Tanya ayah.
"Ish berantem kayak anak kecil aja. Nggak tuh. Dianya aja yang nyebelin". Ayah kembali tertawa. Tapi lebih pelan daripada sebelumnya.
"Ayah kalau lihat kalian berdua itu lucu".
"Emangnya aku sama Radit pemain lawak". Sungutku.
Mbok Asih tiba-tiba mendekatiku sambil senyum-senyum. Eh ini kenapa?
"Kenapa mbok?" Tanyaku.
"Itu non anu....mas Radit didepan nyariin non". Ayah menyenggol lenganku pelan sambil bersiul-siul. Suatu hal yang tidak bisa aku lakukan. Padahal ayah jago sekali bersiul.
Aku mendelik kepada ayah. Bukan tidak sopan. Ayah juga pasti tahu maksudku kok.
"Ciye malem mingguan". Goda ayah. Membuat mbok asih ikut tersenyum menggoda.
"Apasih ayah. Inget ya Mara sama Radit cuma temenan". Jawabku tegas. Aku beranjak dari kursi untuk menemui Radit. Sekilas aku masih mendengar ayah dan mbok asih masih cekikikan.
"Ngapain kesini?" Tanyaku ketus saat sudah berada di ruang tamu menemui Radit.
"Mau minta maaf". Jawabnya sambil mengangkat telunjuk dan jari tengahnya keatas, membentuk peace yang membuatku ingin tertawa.
"Dimaafin. Sana pulang". Radit berdiri mendekat kearahku. Memegang kedua bahuku.
"Kalau kamu marah mending ngomel-ngomel aja. Teriakin aku kayak biasanya. Jangan diemin aku". Radit membuang nafasnya kasar.
"Aku nggak marah".
"Aku tahu aku salah. Udah marah-marah dari kemarin. Itu gara-gara aku stress Mara. Sebentar lagi kan aku bakal sidang. Aku minta maaf ya". Aku menurunkan tangannya dari bahuku.
"Sudah dimaafkan".
"Bohong. Kamu masih marah kan?" Aku memutar kedua mataku. Kesal. Aku sudah beneran memaafkannya. Tapi karena aku sedang tidak mood mungkin jadi keliatan belum memaafkan.
"Enggak Radit. Suer tekewer kewer!". Radit terkekeh lalu mengusap kepalaku. Ralat! Bukan mengusap tapi mengacak-acak rambutku.
"Malem mingguan yuk neng". Aku mendelik.
"Hihhh norak!" Radit tertawa keras kemudian tiba-tiba berhenti lalu tersenyum manis. Aku mengeryitkan dahiku bingung.
"Malem ayah". Katanya. Membuatku menoleh ke belakang dan mendapati ayah sedang tersenyum manis kepada Radit. Aih sama aja mereka berdua. Senyumnya dibuat sok manis.
"Malem mingguan yuk Dit, ayah bete nih". Hih kenapa begitu? Ini ayah ajaib sekali kelakuannya.
"Biasanya juga malem minggu dirumah, ngapain ngajak Radit keluar?" Tanyaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
RomanceTentang seorang Samara yang dipermainkan oleh takdir. Let's enjoy my story. Happy reading! Much love, Cacha