Setelah berhasil berkelit dari Radit kini kami sudah berada di apartemen. Bukan perjuangan yang mudah untuk berkelit dari Radit. Berbagai kata aku coba rangkai untuk mengalihkan pembicaraan yang sama sekali tidak kuinginkan.
Sam menyambutku dan Radit dengan bahagia. Tapi yang pertama dipeluknya adalah Radit. Why you did it, you hurt me Sam...ah aku berlebihan sekali.
"Oom dit!" Teriaknya sambil berlari memeluk Radit.
"Halo jagoan! Udah makan? Om sama bunda bawa makanan buat Sam nih".
Sam mengangguk antusias. Tubuhnya bergerak-gerak memutariku untuk mencari makanan yang kubawakan.
"Nda apa?" Tanyanya tidak sabaran.
"Chicken". Jawabku sambil menangkap tubuhnya agar tidak berputar-putar lagi.
"Holeeee...sam mau makan nda". Ucapnya antusias. Aku mengangguk dan memanggil Ningsih untuk menyiapkan makan siangnya yang sudah menjelang sore.
Aku dan Radit duduk dimeja makan. Diposisi kami sekarang, aku bisa melihat Sam yang begitu aktifnya sedang berputar-putar memainkan mobil-mobilannya. Dan Ningsih seperti biasa, ikut berputar-putar juga untuk menyuapi Sam.
"Sam, duduk dulu. Makanannya dihabisin habis itu baru mainan". Ucapku sehalus mungkin. Sam hanya mengangguk-nganggukkan kepalanya.
"Dia kayak kamu ya". Ucap Radit.
"A-apanya?"
"Nggak bisa diemnya. Am i right?"
"He he he". Aku hanya bisa menjawabnya dengan tawa kriuk.
"Waktu kuliah kamu yang nggak bisa diem".
"Hm, udahlah jangan bahas kuliah. Kamu mau bongkar aibku saat ada anakku?". Radit tergelak.
Aku mencelos melihatnya tertawa. Tawa sahabatku yang hilang bertahun-tahun, tawa yang mungkin tidak akan pernah kudengar dan kulihat lagi kini nyata dihapadanku.
Bagian dari hatiku merasa hangat tapi ada sedikit bagian lainnya yang terasa sakit.
"Mara...ra?"
Goncangan dibahuku membuatku tersadar. Tangan Radit menggoncang bahuku pelan.
"Are you ok? Kamu ngelamun sekarang kerjaannya".
"Um, oh ok kok Dit. Tadi kamu ngomong apa?"
"Oh enggak. Cuma mau pamit, aku mau anter Gayatri".
"Oke. Titip salam untuk Gayatri".
"Akan sampaikan. Jagain Sam ya, aku pulang dulu".
"I...i-iya". Tenggorokanku mendadak kering, aku menelan sedikit salivaku sebelum kembali berbicara. "Hati-hati".
Radit hanya tersenyum lalu mengusap pelan pundakku. Membuatku teringat ketika dulu dia mengusap kepalaku saat meminta maaf, pamit atau saat memberikan petuah-petuahnya yang sangat sok untuk ukuran mahasiswa kala itu.
Aku masih mematung didekat meja makan, dan hanya mampu tersenyum kecut saat mengingat kembali masa-masa itu.
Radit sudah memeluk Sam. Menciuminya tanpa ampun hingga membuat Sam kegelian. Hal yang sering kulakukan juga.
Kenapa aku harus melihat hal seperti ini? Kenapa harus terjadi?----
"Jadi besok kamu pulang ya?" Tanya Radit saat kami baru saja makan malam diapartemennya. Sam sudah tertidur karena kenyang dan kelelahan.
"Iya. Makasih ya Dit".
"Aku yang makasih Mara. Aku sebenarnya masih ingin bermain bersama Sam" seharian tadi di Dufan masih terasa kurang".

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me
RomanceTentang seorang Samara yang dipermainkan oleh takdir. Let's enjoy my story. Happy reading! Much love, Cacha