Because I'm Women (Next Chapter)

249 187 30
                                    

"Mama!!"

Begitu sampai di ruang tamu aku melihat anakku yang berlari menghampiri ku. Aku pun langsung menggapai tangan anakku dan memeluknya erat.

"Bagaimana sekolahnya sayang? Apa yang kamu pelajari hari ini?" tanyaku dengan raut wajah antusias.

"Tadi aku belajar melukis. Lihat deh, aku lukis papa dan mama terus aku ada di tengah. Bagus kan?" anakku langsung menunjukkan hasil karyanya. Bingkai yang dilapisi kanvas itu terlihat indah di pandanganku. Namun, itu tidak berlangsung lama, karena pada satu titik pandanganku seketika berubah sedikit menjadi sendu. Tepat ke arah lukisan perempuan di sana. Lukisan yang dikatakan anakku adalah diriku.

Oh nak andai kamu tahu apa yang kamu lukis itu sangat jauh dari penampilan mama. batinku lirih.

"Mama? Mama kenapa? Mama suka kan lukisan aku?" tanya anakku. Sepertinya anakku menyadari raut wajahku yang berubah.

Aku sebisa mungkin tersenyum ke arah anakku, "Mama suka kok lukisan kamu. Tapi lain kali kamu harus melukis sesuai dengan keadaan Mama, sayang. Itu akan jauh lebih bagus," ucapku.

Anakku lantas memasang wajah bingung sambil menatap lukisannya. "Maksud Mama apa?" tanya anakku lugu.

"Lihat deh, Mama kan nggak kecil. Mama kan gendut. Masa di lukisan kecil badannya?"

Anakku kemudian menggelengkan kepalanya. "Enggak mama. Menurut aku ini udah sesuai sama mama. Mama tetap seperti ini buat aku Mama cantik dan Mama pandai masak. Mama juga nggak gendut kok. Mama itu gemoy,"

Aku tidak bisa menahan ini, ini terlalu lucu. Mata besar itu dan senyuman manis itu.

Aku dengan gemas menarik kedua pipi anakku. "Bisa saja ni princess nya Mama. Sudah, lebih baik kamu ke kamar, ganti baju habis itu makan. Mama udah siapin nugget sama sosis buat kamu," ucap ku.

"Yeayyy!!! Oke, aku ganti baju dulu yaa...."

Aku mengangguk pelan seraya memandangi punggung anakku yang menjauh. Aku pun segera kembali ke kamar untuk menyimpan kembali laptop ku. Sebelum itu, aku telah lebih dulu menyalin video tersebut di flashdisk lalu kemudian aku hapus agar tidak meninggalkan jejak apapun di laptop yang akan membuat Mas Panca curiga sewaktu-waktu.

Aku menggenggam erat flashdisk itu. Dengan helaan napas panjang aku berkata, "I'm the winner...,"

***

Hari mulai larut seiring berjalannya waktu. Tepat tengah malam, aku dikejutkan dengan beberapa berkas yang tersimpan di dalam amplop coklat yang Mas Panca berikan padaku. Singkatnya ketika Mas Panca pulang beberapa menit lalu, ia langsung membangunkan ku dengan cara yang tidak elit. Tidak bisa ku jelaskan, yang pasti terlalu menyakitkan. Lalu Mas Panca memberikanku berkas itu dengan kasar.

Aku tidak langsung berkutik. Aku malah terdiam lama. Nyawaku seperti belum menyatu di tubuhku.

"Ini apa, Mas?" tanya ku dengan hati-hati sebelum aku membuka dan membaca berkas itu.

"Kau lihat saja sendiri!" sahutnya dengan ketus.

Tanpa menunggu lama, aku dengan cepat membuka amplop coklat dan mulai mengeluarkan satu persatu berkas itu. Aku membaca perlahan apa yang tertulis di sana. Mataku pun membulat seketika.

"Surat perceraian?" tanya ku meminta penjelasan kepada Mas Panca. "Maksudnya apa Mas?"

"Jangan berpura-pura bodoh kamu! Aku ingin kita pisah!" seru Mas Panca. "Dan cepat tanda tangani surat itu karena aku ingin semuanya terselesaikan!"

Aku menggelengkan kepala seraya menaruh kembali berkas itu ke dalam amplop. Mas Panca mulai kebingungan. Meskipun begitu ia tetap mempertahankan wajah sangarnya.

Thousands Of Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang