Don't Judge Book By Its Cover

529 498 108
                                    

Don't Judge Book By Its Cover|| Kategori : Cerpen || Kehidupan

***

Suatu hari di sebuah bank, aku dan para pekerja lainnya sedang mendengarkan cerita Gendis, temanku yang juga sebagai pekerja di bagian penerima saldo dari siapa saja yang mau memasukkan uangnya ke dalam bank. Gendis bercerita bahwa tadi sekitaran pukul 7 lewat 30 menit dirinya sempat di tegur oleh HRD karena terlambat masuk kerja. Jam masuk adalah pukul 7 pas. Itu artinya Gendis terlambat 30 menit. Aku sempat terkejut mendengar pengakuan Gendis saat itu. Aku heran seketika. Pasalnya aku tak biasa melihat Gendis terlambat bahkan sampai di tegur HRD. Semua pun juga ikut merasakan heran. Gendis termasuk pekerja yang disiplin. Tak pernah sekalipun ia terlambat. Hal itulah yang membuat Gendis lebih unggul di banding diriku dan yang lain. Tapi, untuk pertama kalinya Gendis terlambat.

Kemudian ia bercerita bahwa sebenarnya keterlambatannya itu bukan kemauan dirinya dan bukan tanpa alasan. Gendis lalu memberitahu kepada kami, Saat di perjalanan dirinya di mintai tolong oleh seorang Nenek yang tidak ia kenal. Sebenarnya saat itu pula ia tak sengaja menabrak Sang Nenek yang tengah menyebrangi jalan. Gendis pun sempat meminta maaf dan memberikan uang sebagai ganti rugi. Namun, Nenek itu malah menyuruh Gendis untuk menghantarkannya ke kantor pos yang letaknya lumayan jauh dari bank. Padahal Gendis sudah hampir sampai. Bank pun hanya berjarak beberapa kilometer saja dari tempatnya berhenti sekarang.

Gendis yang bingung dan cemas karena takut terlambat ingin menolak permintaan Nenek, namun, ia juga takut di penjara dengan kasus tabrak lari. Nenek itu tak terluka parah. Baju yang dikenakannya agak sedikit kotor. Gendis pun dengan berat hati memilih untuk menghantarkan Nenek itu. Daripada nanti ribet urusannya, pikir Gendis. Saat perjalanan menuju kantor pos pula, Nenek itu memintanya untuk berhati-hati dalam berkendara. Gendis mengiyakan saja permintaan Nenek itu. Padahal dalam hati ia sudah meringis sebal karena pada saat ia melihat jam di tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit.

Sesampainya di kantor pos, Nenek itu pun turun. Sebelum masuk ke sana, Nenek itu berpesan kepada Gendis untuk menunggunya sampai ia selesai mengirimkan surat. Mulut Gendis terlopong tak percaya dengan keinginan Nenek yang menurutnya mulai berlebihan. Gendis tiada pilihan lain selain mengikuti kemauan Nenek itu lagi. Sekitaran 10 menitan akhirnya Nenek itu keluar dari kantor pos. Dan mereka langsung beranjak dari sana. Gendis menghantar Nenek itu ke tempat dimana ia menabrak Sang Nenek.

"Terima kasih, ya.. semoga kamu sehat selalu.. panjang umur.. dan diberikan rezeki yang berlimpah.." ucap Sang Nenek memberikan doa.

"I..iya, Nek. Sama-sama." Gendis pun pamit dari sana dan langsung tancap gas menuju bank.

Ketika ia sampai, baru saja masuk, HRD sudah memanggilnya untuk pergi ke ruangannya. Saat itu Tono-selaku satpam di bank-yang memberitahunya. Gendis menepuk jidat. Ia berpikir bahwa dirinya akan dimarahi. Ternyata itu benar! HRD menegurnya bahkan menurunkannya dari pada pekerja teladan. Karena seharusnya Gendis disiplin dan menjadikan dirinya sebagai contoh untuk yang lain. Gendis kesal, kecewa, dan tak terima. Itulah yang membuat wajahnya sangat kusut ketika sedang bekerja. Setelah menceritakan itu, kami hanya bisa mengangguk dan memberikan simpati kepada Gendis.

"Sabar... Tidak ada salahnya kan tolong orang... dapat pahala," ucapku sambil mengelus lengan Gendis.

Gendis merungut, "Iya dapat sih dapat tapi lihat nih, gara-gara Nenek itu aku jadi diturunin dari pangkat pekerja teladan," Aku menghela napas pelan sambil menggeleng. Aku memilih untuk melanjutkan pekerjaan ku saja. Membiarkan Gendis yang masih menggerutu gak jelas di sana. Tak lama setelah itu aku melihat seorang Nenek yang memasuki bank.

Thousands Of Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang