Biru Yang Baru

1K 607 466
                                    

Biru Yang Baru|| Kategori : Cerpen||WarningKataKasar||Sad Romance

***

Aku mampu menahan dinginnya lautan. Tapi, aku tidak mampu menahan dingin mu.

Aku tidak berbohong. Ini sangat sulit bagiku untuk membuatmu luluh. Malam ini, ku tatap sendu wajahmu yang nampak tak bahagia. Tak ku temukan senyum itu walau sudah ku cari berkali-kali. Dengan ragu tangan ku menjulur perlahan ke arahmu.

Aku berusaha memanggil mu, "M..mas?"

"Jangan sentuh gue, bitch!" kamu membentak ku, bersamaan dengan tatapan tajam yang kamu lempar ke arah ku. Keberanian ku pun menciut.

Tatapan itu benar-benar terlihat seperti ingin membunuh ku. Tak punya pilihan aku hanya bisa menunduk. Membiarkan saja dirimu melakukan apa yang ingin kau lakukan. Dentingan dari sendok mulai terdengar setelah beberapa menit hening. Aku diam-diam tersenyum kecil karena akhirnya kamu memakan masakan yang aku masak.

"Malam ini gue gak di rumah. Tutup pintu dan jangan nunggu," ucap kamu dengan nada tegas.

Perkataan mu cukup membuat diriku bertanya-tanya. Aku pun kembali memberanikan diri membuka suara, "Kenapa? Memangnya kamu mau kemana?"

"Pergi kencan sama pacar gue," ucap kamu santai.

Aku terdiam sejenak. Perasaan ini tidak bisa diganggu gugat. Perih sekali.

"Kamu masih mencintainya, Mas?" tanya ku lirih.

"Tentu saja. Memangnya kenapa? Are you jealous?" tanya kamu dengan tatapan sinis.

"Bukan seperti itu, Mas... Tapi, bukan kah tidak pantas seorang laki-laki yang sudah memiliki istri, pergi meninggalkan istrinya demi mantan pacarnya?"

Braaakkkk!!!

Kamu menggebrak meja makan dengan wajah penuh amarah. Katakan saja aku telah lancang membuat mu emosi. Tapi, perlu kamu tahu aku lebih emosional mendengar kamu akan pergi bersama mantan pacar mu.

"Semua yang terjadi disini hanya di atas kertas. Jadi jangan berharap!" kamu meneguk air di gelas dengan kasar lalu membantingnya ke lantai.

Tanpa pamit kamu pergi meninggalkan ku. Tanpa persetujuan kamu pergi meninggalkan ku. Tanpa melihat dan tanpa belas kasihan kepadaku.

"Waalaikumsalam, Mas...," dan sepertinya kamu lupa bagaimana cara mengucapkan salam.

***

"Mau sampai kapan kamu begini, Nina?" tanya Kakak ku yang kini sedang duduk bersama ku di ruang tamu. Tangan nya mengelus lembut tanganku. Tatapannya sendu dan berkaca-kaca.

"Sampai dia bisa terima kalau aku istri sah nya...," jawab ku.

"Listen to me, Nina. Menyerah lebih baik daripada berjuang tapi, hanya sendirian," kakak ku memberikan nasihat.

Namun, aku tidak membalasnya. Aku hanya semakin erat memeluk Kakak. "Please sister, aku ingin ketenangan."

Ku dengar helaan nafas berat dari Kakak ku. Ku rasakan yang dia memelukku lebih erat sembari mengelus rambut ku. Malam ini tanpa suami, aku hanya ingin di temani. Aku kesepian. Walau begitu Kakak selalu ada untukku. Karena sungguh hanya dia yang tersisa. Yang ku punya setelah semuanya pergi.

"Have a nice dream, Nina. Percayalah hari esok akan lebih indah,"

***

Keesokkan hari, aku bangun dari tidur. Tak ku jumpai sosokmu sampai pagi ini. Aku menghela napas, berusaha berpikir positif. Membuang jauh-jauh ke-khawatiran ku. Kaki ku mulai turun dari ranjang. Ku rasakan hawa dingin yang menusuk di bawah telapak kaki ku. Aku berada di kamar, singkatnya tadi malam Kakak menyuruhku untuk segera tidur di kamar. Kakak pamit kepadaku subuh tadi. Setelah shalat subuh, aku tak kuasa menahan kantuk di karenakan mata ku yang sembab. Jadi setelah Kakak pergi aku memutuskan untuk tidur sejenak. Niatnya sejenak tapi, malah kebablasan.

Thousands Of Pieces Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang