Kondisi jalan yang sudah mulai sepi membuat Helena bisa sampai ke tempat itu lebih cepat dari saat ia berangkat untuk yang pertama. Ia tidak merasa kesal, atau terganggu saat harus mengantar calon adik tirinya pulang dulu. Helena tentu akan melakukan hal yang sama dengan temannya yang lain.
Begitu sampai, Helena mematikan mesin mobilnya. Ia meraih tasnya dan turun. Meski sudah pacaran lama, Ursula dan Helena memang tidak punya kebiasaan saling menyambut di pintu. Mereka datang dan pergi sesuka hati. Tak ada yang berkewajiban mengantar satu sama lain. Dengan kehidupan profesi yang mereka jalani, mereka diwajibkan bersikap sopan dan penuh tata krama setiap hari. Jadi, hanya pada satu sama lain saja mereka bisa menemukan kesempatan untuk tidak harus bermanis-manis kalau sedang tidak ingin.
Setelah mengunci mobilnya, Helena masuk ke dalam rumah itu. Ia kunci pintu utama di belakangnya. Matanya menyisir seluruh permukaan lantai bawah. Ia berjalan pelan, naik ke atas melalui tangga dan menemukan kekasihnya sedang berdiri di balkoni. Ia mendekat pada Ursula dan memeluk perempuan tersebut dari belakang.
"Hm... Kamu sudah datang..." Ursula berbisik.
Helena menempelkan pipinya pada punggung Ursula. Sedang tangannya ia lingkarkan di pinggang perempuan di depannya.
"Aku kangen padamu." Helena mencium bahu Ursula. Kemudian membalik tubuh kekasihnya, agar mereka bisa saling melihat.
Ursula tersenyum. Dengan ujung jarinya ia angkat dagu Helena. Ia dekatkan wajah cantik perempuan itu agar bibirnya bisa merasakan aroma permen karet dan sisa rokok dari bibir Helena. Mereka berciuman dengan lembut beberapa detik sebelum Helena melepaskan diri. "Kamu memang pintar merayu."
"Aku bisa membuatmu lebih sering memujiku. Kemari!" Ursula mencium kekasihnya lagi. Kini gerakannya lebih cepat. Ia mainkan lidahnya lebih dalam di mulut pasangannya.
Helena tidak bisa berbuat apa-apa selain menarik tubuh Ursula lebih dekat. Ia pijat punggung Ursula dengan gemas sehingga kedua perempuan itu melenguh dalam ketidaknyamanan yang mereka ciptakan sendiri.
"Ayo ke dalam kamar..." pinta Ursula. Helena tidak menjawab. Helena masih fokus pada ciuman mereka. "Hei... Hei... tenanglah... Kamu bisa kehabisan nafas kalau begini." Ursula agak kaget. Ia mengingat sudah berapa lama terakhir kali mereka berciuman dengan cara seperti ini. Biasanya Helena hanya mencium sekedar saja. Ciumannya memang selalu penuh dengan gairah. Namun, tidak pernah seperti ini. "Apa kamu baik-baik saja Helena?" tanya Ursula.
"Aku juga ingin tanya hal yang sama padamu," sahut Helena dengan nafas yang masih tak beraturan. "Ada apa denganmu? Kenapa kamu begitu menarik malam ini? Apa yang berbeda darimu? Apa kamu baru melakukan perawatan? Apa parfummu baru? Apa yang berbeda? Katakan sekarang!" Helena berkomentar dengan tak sabar.
Kemudian ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menempel kembali pada Ursula. "Sini, Ursula. Cium aku." Helena beranjak dari bibir ke leher lawannya. Ia menghisap leher itu, mungkin akan meninggalkan bekas merah—ia tidak perduli.
"Helena, jangan bikin merah di sana. Aku tidak ingin mahasiswaku melihat."
"Kamu bisa pakai make up yang tebal, atau scarf... Aku tidak perduli." Helena memojokkan tubuh Ursula pada pagar balkoni.
Angin dingin meniup punggung Ursula dan menyerangnya dengan gairah yang lebih tinggi dari sebelumnya. "Oh, Helena. Ayo masuk ke dalam kamar. Aku tidak bisa menahan diri, aku bisa merobek bajumu di sini." Ursula mengancam.
"Robek saja kalau kamu mau..." Helena kemudian berjongkok di depan Ursula. Ia topang satu kaki kekasihnya.
"Apa yang kamu lakukan, Helena?!" Ursula panik ketika Helena memelorotkan celananya.

KAMU SEDANG MEMBACA
2. Microscopic Lust GXG (END)
Romansa18+ "Cinta segitiga itu tidak ada, Santi. Yang ada hanya rasa angkuh untuk membagi!" -Octava Gourse- Octava adalah seorang gadis berusia 22 tahun. Pernikahan kedua sang ibu dengan seorang miliader bernama Gourse membuat gadis itu harus tinggal serum...