Rumah keluarga Gourse memang tidak sepenuhnya sesuai dengan asumsi orang saat mendengar nama belakang itu. Seperti Octava yang sempat merasa minder, tepat ketika Amanda menyuruh anaknya duduk tenang di ruang keluarga sebulan lalu. Ia mengumumkan berita besar tentang rencana pernikahannya yang kedua.
Sebenarnya hari itu Octava sudah tahu apa maksud Amanda tiba-tiba mengajaknya bicara. Ia tahu ibunya ingin menikah lagi. Ia tahu ibunya tak tahan hidup sendiri. Ia tahu ibunya masih cukup muda. Ia tahu, kalau tidak menikah, fitnah akan mulai terdengar di mana-mana. Octava tahu benar bagaimana perangai saingan bisnis keluarga ayahnya. Kadang, memisahkan diri adalah pilihan yang benar di saat begini.
"Semua orang butuh teman—paling tidak untuk menemani kita di hari tua," kata Amanda melanjutkan pidato singkatnya tentang bagaimana rasanya menjadi janda yang ditinggal mati suaminya.
Octava ingin sekali bisa menanggapi orasi yang lebih mirip keluhan dibanding pernyataan dewasa itu. Tapi, ia tidak sedekat itu dengan ibunya. Ia kadang merasa nyaris dibuang. Meski Octava yakin kalau ibunya itu sangat mencintainya. Buktinya hanya satu, sampai sekarang Octava belum pernah dimarahi atau dipukuli.
Mungkin, Amanda hanya tidak pintar mengungkapkan sayang dengan kata-kata atau pelukan seorang ibu. Mungkin aksi lebih baik dari pada kata-kata manis.
Menjadi anak tunggal di keluarga Telaga tidaklah seperti apa yang dipikirkan orang. Octava tak begitu berminat bahkan hanya untuk memikirkan keuntungan apa yang akan ia dapat setelah ayahnya meninggal. Karena gadis itu tidak mendengar berita soal adanya warisan setelah kematian ayahnya.
Octava tak pernah dipusingkan dengan masalah harta dan aset keluarga ayahnya. Om dan Tantenya saja sudah berwajah menakutkan. Bisnis mereka di bidang permainan. Mainan anak, mainan elektronik, mainan papan dan segala macam permainan. Sudah, Octava hanya tahu sampai di sana saja. Sebagai bagian dari keluarga Telaga, Octava mengikuti perkembangan dan menguasai semua permainan, itu saja sudah berlebihan menurutnya.
Lepas dari sana, Octava hanya berharap bahwa semuanya akan membaik jika ia dan ibunya tinggal berdua. Mungkin Octava dan Amanda bisa saling membuka diri. Mungkin mereka akan membangun fondasi baru antara ibu dan anak. Hanya mereka.
Ternyata pikirannya keliru. Salah. Ternyata Octava tidak cukup untuk mengisi kebahagiaan dalam hati wanita itu. Amanda ternyata ingin menikah lagi.
"Aku tak pernah keberatan soal rencana Ibu menikah lagi." Octava menanggapi pidato Amanda dengan hambar. Memangnya apa yang akan terjadi jika ia menolak? Apakah ibunya akan kawin lari? Pikir Octava dalam hati.
Mendengar itu mata Amanda langsung bersinar-sinar. "Sungguh?"
"Tentu saja," jawab Octava sambil melirik cincin baru di jari manis Amanda. Cincin itu terlalu menonjol untuk diabaikan. Dan entah sejak kapan sudah menggantikan cincin pernikahan yang lama. Amanda bahkan tidak minta ijin pada anaknya saat ia menerima lamaran itu. Jadi untuk apa dia bertanya lagi sekarang?
"Syukurlah kamu mengerti... Aku sudah tahu sejak awal kalau kamu akan menyukai calon suamiku dan anaknya." Wanita itu meremas tangannya sendiri karena antusias.
"Tunggu, apa Ibu bilang?" Octava hampir melompat dari sofa.
"Ya, Gourse punya seorang anak perempuan yang manis sepertimu. Kamu akan punya saudara. Oh, kalian akan jadi teman dekat yang—"
***
Suara pintu mobil yang terbuka membuat Octava tersadar dari ingatannya sebulan lalu. Baru enam bulan ayahnya tiada. Dan Amanda sudah akan menikah lagi. Syukur, Octava sudah cukup dewasa. Umurnya 22 tahun. Ia seorang mahasiswi semester 7. Jadi, ia bisa mengerti. Dan lagi, Octava bersyukur karena ia belum sempat bertanya, apakah ibunya yang meracuni sang ayah? Tapi, apa mungkin Amanda akan setega itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
2. Microscopic Lust GXG (END)
Romance18+ "Cinta segitiga itu tidak ada, Santi. Yang ada hanya rasa angkuh untuk membagi!" -Octava Gourse- Octava adalah seorang gadis berusia 22 tahun. Pernikahan kedua sang ibu dengan seorang miliader bernama Gourse membuat gadis itu harus tinggal serum...