Kecupan singkat Tzuyu layangkan di kening Sana.
Tidak ada percakapan yang mereka lakukan setelahnya. Petang itu Tzuyu membantu Sana menyiapkan roti dagangannya.
"Aku tidak akan membayarmu untuk itu. Jadi pergilah!" Sana memerintah.
Tzuyu menggeleng. "Aniyo, aku melakukan in suka rela. Aku tidak ingin kamu kelelahan."
Tzuyu sudah bersikeras agar Sana beristirahat karena ia baru saja sembuh. Namun, gadis itu keras kepala.
"Mengapa kamu begitu peduli kepadaku?" Sana menatap Tzuyu yang sedang membungkus roti bakar.
"Bukankah sudah aku bilang, akan kuberitahu saat salju pertama turun." Tzuyu tetap fokus dan cekatan membukus roti.
"Kamu pikir ini Film romansa Natal? Mengapa harus menunggu salju turun?" Sana melipatkan tangan di dada, menunggu jawaban Tzuyu.
Tzuyu mencubit pipi Sana yang tembem. "Kamu ini banyak tanya ya"
Sana mengerutkan alisnya. "Aku begini wajar tahu. Lagian gadis asing sepertimu tiba-tiba masuk ke dalam kehidupanku dengan cara yang tidak biasa. Membuat aku jadi banyak pikiran. Siapa coba yang tidak bingung, jika tiba-tiba ada orang yang menguntit dirinya, kemudian bersikap seolah sebagai pelindung yang paling peduli denganku?. Bisa saja aku bepikiran kalau kamu ter-obsesi denganku?. Apa kita dulu pernah bertemu? Apa aku pernah menolak cintamu?"
Nafas Sana terengah-engah usai bercakap panjang lebar.
Setelah beberapa saat Sana kembali memanggang roti pesanan para pelanggan.
Wajah Tzuyu tampak gusar, namun ia berusaha menyembunyikannya.
"Permisi...roti bakarnya enam ya."
"Maaf nyonya, rotinya hanya tinggal empat." Jawab Sana.
"Oh gitu, kalau begitu empat saja deh. Rasa stroberi ya semuanya."
"Baik nyonya, silakan duduk dulu." Sana memberikan ibu itu kursi plastik untuk duduk.
Dia adalah pelanggan terakhir malam itu. Tzuyu dengan ekspresi menyelidik terus memperhatikan gerak-gerik yang tidak biasa dari wanita tersebut.
Ekspresi wanita itu terlihat cemas dan ia terus memindahkan posisi bokongnya pertanda tidak nyaman.
"Tzuyu tolong ambilkan selai stroberinya." Ujar Sana yang sedang fokus mengoles mentega.
"Oke baby." Tzuyu bergaya.
"Sekali lagi kamu memanggilku dengan sebutan itu lihat saja garpu ini melayang ke kepalamu!" Sana terlihat marah walau kupu-kupu berterbangan di perutnya ketika dipanggil oleh Tzuyu dengan sebutan itu.
"Hehe ini selainya, tuan puteri." Tzuyu tersenyum menggoda.
Sana tidak habis pikir lagi, percuma ia menasehati Tzuyu.
Aroma roti yang baru terjun ke pemanggang tercium lezat. Tzuyu terpesona dengan teknik Sana memanggang roti itu. Tanganya bak menari dengan spatula memastikan setiap sudut roti terpanggang sempurna.
"Tzuyu, aku bisa meleleh jika kamu terus menatapku seperti itu." Sana merasa tidak nyaman karena Tzuyu menatapnya terlalu intens.
"Kalau begitu sini aku dekap biar tidak meleleh." Tzuyu memeluk Sana.
Sana langsung mencubit lengan Tzuyu untuk melepaskannya. "Tzuyu, masih ada pelanggan." Sana melirik ke arah wanita yang sedang menunggu pesanannya. Untung saja wanita itu sedang bengong menatap jalanan jadi tidak melihat mereka.
Tzuyu berbisik, "Yasudah nanti aku peluk setelah dia pergi."
Sana memukul lengan Tzuyu. "Jangan macam-macam!"
"Permisi nyonya terima kasih sudah menunggu, ini pesanannya." Tzuyu memberikannya kepada wanita itu.
"Totalnya berapa?"
Tzuyu menatap Sana.
"2 ribu won saja nyonya." Ujar Sana.
Wanita itu membayar uang pas.
"Terima kasih, silakan datang kembali." Tzuyu berkata ramah.
Sana melepas celemeknya dan duduk sebentar setelah berdiri begitu lama.
Tzuyu duduk di sebelahnya dan menepuk punggung Sana dengan lembut. "Kerja bagus, aku bangga padamu."
Mata Sana berbinar. Sudah lama sekali tidak ada yang memujinya seperti itu.
"Matamu indah." Ucap Tzuyu.
Mereka saling bertukar pandang untuk waktu yang lama.
Kicauan burung serta hembusan angin semakin kencang menjelang tengah malam.
Keheningan malam itu membuat suara denting jam besar di dekat gereja terdengar jelas.
Gerobak sudah ditutup rapi dan di kunci dengan kuat.
"Angin berhembus begitu kencang. Apa akan hujan?" Ujar Sana.
Bendera-bendera berkibar dengan suara yang keras akibat angin yang berhembus kencang. Daun-daun kering di pohon berjatuhan dengan mudah.
Tzuyu menggenggam tangan Sana. "Sana, ikutlah denganku."
Mereka berjalan bersama menuju taman kota.
Malam itu di sekeliling taman cahaya redup dan tidak banyak orang yang berlalu lalang. Hingga tibalah di tengah taman tepat di depan patung air mancur berdiri sebuah pohon Natal yang menjulang tinggi dengan lebar yang hampir menutupi seluruh kolam air mancur. Pohon itu berkelip indah dengan berbagai ornamen Natal di sekelilingnya. Lilin-lilin mini melingkar di bawah pohon itu.
Sana merasakan bayang-bayang masa lalu usai menyaksikan pohon Natal yang berkelip. Jantungnya terasa sakit seolah ditusuk oleh bongkahan es yang dingin. Ia memegangi dadanya yang berdebar.
Tzuyu melepaskan genggamannya pada Sana. Ia juga berusaha menahan air mata serta perasaan tak nyaman di hatinya.
"Disinilah kita pertama kali bertemu." Suara Tzuyu terdengar parau. "Kita benar-benar putus asa kala itu."
Tzuyu mendongak ke angkasa yang gelap. Angin berhembus semakin kencang dan kabut hitam menghalangi cahaya bulan serta bintang di atas sana.
Sinar dari pohon Natal itu kontras hingga membuat silau mata. Benda putih yang lembut mulai turun dari angkasa.
Sana menatap Tzuyu yang melangkah mendekati pohon itu.
Diambilnya sebuah lilin kecil dan menyodorkannya ke arah Sana. Mata Tzuyu berbinar indah di tengah ke putus asaannya. "Kumohon, Jangan bunuh aku." Suara Tzuyu bergetar.
Mereka berdua tersontak kaget akibat cahaya dari pohon Natal yang tiba-tiba membesar membuat mereka harus memejamkan mata. Munculah seorang wanita dengan ukuran mini mirip seperti kurcaci dengan pakaian mirip santa keluar dari pohon Natal itu.
"Ini bukan mimpi kan?" Sana menganga lebar.
"Halo gadis-gadis kita bertemu lagi!" Manusia kurcaci itu tertawa penuh kepuasan.
Tzuyu terhuyung ke belakang hingga terjatuh.
Sana yang terkejut hendak membantu Tzuyu bangkit, namun kurcaci itu melayang hanya dengan satu kali hentakan ke udara.
Sana juga ikut kehilangan keseimbangannya dan terjatuh di samping Tzuyu.
"Sudah saatnya kalian menepati janji gadis-gadis."
Sana menatap wanita yang melayang itu dengan bingung. "Aku tidak ingat punya janji."
Wanita kurcaci itu berdiri tepat di hadapan Sana. "Tentu saja, karena kamu keras kepala kamu kehilangan ingatan itu. Tapi bagaimana dengan gadis tinggi ini?"
Tzuyu menelan ludahnya kasar. "Aku ingat, tapi aku tidak yakin."
"ehahahaaaa" Wanita kurcaci itu tertawa. "Kalau begitu mari kita buat semuanya jelas."
Tik!
Wanita kurcaci menjentikkan jarinya.Asap putih yang entah darimana asalnya membuat pengelihatan Sana dan Tzuyu kabur. Mereka seakan-akan disedot masuk ke dalam asap itu.
❄☃️☄️
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
Christmas With You {Satzu}
FanficDua gadis asing bertemu saat salju pertama turun. Dihadapan pohon natal ditengah kota, mereka memimpikan natal yang gemerlap. Mampukah mereka menyalakan lilin dan menerangi satu sama lain? 🎄✨💜💙