Waktu semakin cepat berlalu, namun Tzuyu tak kunjung menemukan cara untuk mendekati Sana kembali. Setiap ia mencoba berbicara dengannya, Sana selalu berhasil berkelid. Tampak sekali setelah mengetahui kebenaran yang terjadi trauma dan kemarahan membuat Sana tidak sudi melihat Tzuyu. Ia sepenuhnya teringat malam dimana orang tuanya meninggal. Ibunya tanpa pikir panjang melepaskan nyawa demi gadis asing yang tidak dikenal. Sana sangat terpukul. Ia pikir ayahnya yang seorang pastor akan lebih tabah dan bijaksana. Namun apa daya. Nyatanya kekuatan cinta begitu besarnya. Mengalahkan segala kekuatan di dunia.
Jalanan kota tampak gemerlap. Lampu-lampu mulai terpasang di setiap sudut jalanan dan toko-toko. Tak ketinggalan pernak-pernik Natal pun tak lupa telah terpasang di setiap bilik toko, tempat umum, maupun rumah-rumah penduduk. November telah usai dan kini bulan yang dinanti-nanti oleh banyak orang telah tiba. Para karyawan tersenyum ria menanti libur dan bonus hari raya. Anak-anak tentunya sudah tak sabar membuka hadiah Natal mereka.
Tzuyu justru semakin terdesak oleh waktu. Ia harus memutar otak untuk segera meyakinkan Sana.
"Semua bisa berubah. Aku yakin!" Tzuyu mengepalkan tangannya. "Aku akan mengembalikan kebahagiaanmu San, baru aku bisa pergi dengan tenang."
Saat Tzuyu tiba di kompleks biru, suasana tempat itu masih sama. Keributan sampai terdengar ke luar rumah. Semua rumah di kompleks itu telah terhias dengan ornamen-ornamen Natal. Tzuyu sangat sedih melihat rumah Sana yang seakan merana. Tidak ada gemerlap sedikitpun jika dibandingkan rumah tetangganya. Tzuyu begitu prihatin dengan keadaan Sana. "Ingin sekali aku menemuimu, San."
Pagi itu Mina yang memang rutin berolahraga di sekeliling kompleks kembali melihat Tzuyu yang menatap penuh harapan ke rumah Sana. Sudah seminggu lebih Mina menyaksikan Tzuyu datang ke depan rumah Sana. Namun, selalu ia selalu gagal menemui pemiliknya.
Mina merasa iba melihat gadis cantik yang tinggi itu kedinginan di luar. Apalagi Tzuyu jarang menggunakan pakaian hangat. Hanya kaos tipis yang ia kenakan. Tzuyu seakan membiarkan tubuhnya tertusuk dibungkus dinginnya suhu musim dingin.
"Apa tidak takut masuk angin?" Mina menghampiri Tzuyu dari balik punggungya.
Tzuyu yang memang sedang melamun tidak menyadari kehadiran Mina. Ia terkejut melihat gadis itu menghampirinya. Padahal kelihatannya gadis ini bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang yang tidak dikenal.
"Sana masih marah ya?" Tanya Mina.
Tzuyu mengangguk. Ia menggesek-gesekkan telapak tangannya mencari percikan kehangatan. Bibirnya putih pucat. Ia menggigil kedinginan.
Mina yang berpakaian lengkap dan hangat melepas salah satu mantelnya dan ia berikan itu kepada Tzuyu. "Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tahu kamu merasa bersalah. Aku hanya tidak suka melihat orang menyakiti dirinya sendiri. Manusia itu memang tidak lepas dari dosa. Jadi, jangan khawatir! Kamu tidak sendiri. Semasih bernafas maka kesempatan menebus dosa dan memperbaiki kesalahan masih selalu ada. Aku harap kamu tegar!. Dan kamu harus kuat agar bisa melindungi orang yang kamu sayangi."
Tzuyu mencermati setiap ucapan yang keluar dari bibir indah gadis di depannya. Ia merasa bahunya kembali ditegakkan setelah mendengar perkatanya.
Mina memberi kode agar Tzuyu memakai mantel untuk mengahangatkan tubuhnya.
Tzuyu menerima mantel yang diberikan. Ia kagum melihat kebijaksanaan gadis asing ini.
Mina kemudian mengajak Tzuyu untuk minum coklat panas di rumahnya.
Saking dinginnya diluar, cokelat hangat buatan Mina sangat terasa nyaman sampai membuat bulu kudu merinding saking nikmatnya. "Ini lezat sekali." Tzuyu tidak meninggalkan setetes pun di gelasnya. "Terima kasih nona."
Mina tersenyum. "Panggil saja aku Mina. Siapa namamu?, aku sering melihatmu dengan Sana."
Tzuyu mengernyitkan alisnya. "Namaku Tzuyu. Apa kamu berteman dengan Sana?" Tzuyu penasaran. Setahu dia Sana bilang membenci semua tetangganya.
"Kami satu SMA dan merupakan anggota paduan suara di gereja sewaktu dulu. Sebelum kejadian kelam menimpa keluarga Sana. Aku memang tidak begitu dekat dengannya. Kami hanya saling kenal."
"Jadi begitu ya?" Tzuyu memutar-mutar cangkir cokelat hangat yang telah kandas. "Apakah sebelum kejadian itu Sana, apakah dia ceria?"
Mina menghembuskan nafasnya dalam. "Sana bersinar dengan sangat cerah. Dia bagaikan matahari yang selalu hangat bagi sekitarnya."
Tzuyu semakin menyesali perbuatannya. Jika saja ia tidak mencoba bunuh diri maka Sana tidak akan kehilangan dirinya yang bersinar.
Sore itu Tzuyu kembali ke apartemennya untuk beristirahat. Namun, sejatinya ia tidak pernah merasakan istirahat bahkan untuk memejamkan mata sangat sulit. Ia selalu gusar sepanjang waktu.
Tzuyu menjambak rambutnya. "Ah, cara apalagi yang bisa aku lakukan untuk membujuk Sana?!."
Malam hari Tzuyu pergi bekerja di toko dan bertugas shift malam. Ia rindu sekali melihat Sana melintasi pintu dengan perut keroncongan dan ia akan menatap sisnis ke arah Tzuyu ketika memasuki toko.
Sana tidak memiliki tenaga untuk berjualan malam ini. Ia merasa sangat lesu. Telah seharian ia hanya terbaring di atas ranjang. Tidak peduli perutnya yang merana ia tetap diam berpeluk dengan matras.
Sana memeriksa ponselnya yang hampir mati karena daya telah menipis. Ia tidak menyangka Mina mengiriminya teks. Belum pernah dalam sejarah Mina mencoba menghubunginya lebih dulu. Jadi Sana pikir ini sangat genting.
Segera Sana menelpon balik nomer tersebut.
Mina mengabarkan bahwa waktu bibi Myoui tidak lama lagi. Gadis itu meminta Sana untuk membawa barang yang diminta dari rumahnya. Karena bibi Myoui ingin sekali melihat benda itu sebelum.
Sana langsung beranjak menuju gudang penyimpanan. Ia menggali isi kardus usang milik almarhum ibunya. Ya, ibu Sana dan Mina adalah sahabat. Ibu Mina bekerja sebagai ahli rias untuk setiap penampilan di gereja. Mereka sering bekerja sama karena ibu Sana ingin anggota paduan suara yang dia ajarkan selalu dirias oleh bibi Myoui setiap ada pertunjukkan. Sana pernah sekali di rias oleh bibi Myoui ketika tampil pertama kali sebagai paduan suara. Ia ingat sekali betapa cantiknya bibi Myoui telah meriasnya.
"Maaf merepotkan malam-malam" Ucap Mina.
Sana menggeleng. Dengan nafas tersengal gadis itu menyerahkan album foto di gereja sekitar tahun 90 an. "Aku harap ini membantu."
"Terima kasih." Mina menunjukkan foto-foto itu sambil berderai air mata. Ia mengusap lembut pucuk kepala ibunya.
"Jangan bersedih." Ucap ibu Mina, suaranya tidak jelas karena terhalang alat bantu pernafasan. "Ibu ingin kalian bersinar lagi. Ibu ingin melihat kalian tampil lagi di atas panggung menyanyikan lagu pujian saat Natal yang gemilang."
Sana menatap Mina. Ia mengusap punggung gadis itu. Sana bisa membayangkan betapa beratnya ini bagi Mina.
"Ibu akan menyaksikanmu dari atas sana."
---
Mina yang memang pendiam menjadi makin pendiam setelah malam pertama bulan Desember.
Gadis itu bersimpuh di hadapan Sana. "Maukah kamu membantuku memenuhi keinginan terakhir ibuku?"
Sana merasakan trauma setiap mengingat penampilan di gereja. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan hal semacam itu, namun ia melihat Mina yang putus asa. Itu bagaikan cermin, ia melihat kesedihan dan penderitaan Mina seperti yang ia alami dahulu.
❄☄️✨
Vote!!!
Hai guys 🤗 semoga December kalian istimewa Ya... 💜💙
See you :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Christmas With You {Satzu}
FanficDua gadis asing bertemu saat salju pertama turun. Dihadapan pohon natal ditengah kota, mereka memimpikan natal yang gemerlap. Mampukah mereka menyalakan lilin dan menerangi satu sama lain? 🎄✨💜💙