08. murung, cemburu

746 64 10
                                    

"Udah makan belum?" Tanya Diksa yang sedari tadi menatap Jicel sangat murung.

"Belum, Jicel gk pergi ke kantin sama kak Naresh karena males" jawab Jicel lesu.

Diksa mengarahkan bakso bakarnya kearah Jicel, Jicel yang bingung hanya mengangkat kepalanya menatap Diksa juga tusuk bakso itu.

"Makan sini, jangan cemberut mulu" ucap Diksa.

"Tapikan punya kak Diksa" jawab Jicel, Diksa menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Udah makan aja, buka mulut" suruh Diksa, jicel melakukan apa yang Diksa minta hingga dia menyuapi Jicel begitu saja.

Marvel orang yang paling antusias melihat ini, hanya saja dia sedang terpikirkan apakah Jicel yang mengirim kotak bekal tersebut untuk Diksa? Pasalnya Jicel keliatan murung dari tadi apalagi membahas kotak bekal itu. Tapikan Jicel bukan orang yang berani melanggar privasi seperti itu, bahkan soal orang yang Diksa suka dan apa yang menjadi beban dihatinya Jicel berani mengungkapkan langsung kepada Diksa.

"Anu Jicel, ini sih gk harus dijawab kalo bukan kamu"

Jicel dan Diksa mengalihkan pandangannya kebelakang menatap Marvel, hanya saja Marvel ingin bertanya, jika itu Jicel pasti dia akan jujur.

"Kenapa?" Tanya Jicel.

"Kamu yang ngasih kotak bekal ke kak Diksa?"

"Hehhh? Mana ada, kalo Jicel buatin bekal kak Diksa ya Jicel kasihin langsung. Lagian Jicel enggk bisa masak, minta bunda pun pasti bakalan di tanya tanya tumben bawa bekal ini dan itu, karena selama SMP Jicel selalu dikasih bekal sama bunda gk boleh beli makanan diluar, jadi ya Jicel benci banget sama yang namanya bekal"

Marvel jadi kikuk mendengarnya, bahkan Diksa pun memberikan ekspresi yang sangat susah di artikan. Kasian, aneh, mungkin seperti itu, ternyata Jicel itu sangat dimanja oleh orang tuanya.

"Kak Diksa dapet kotak bekal itu suratnya gimana? Kayak, dia suka kak Diksa gitu?" tanya Jicel.

"Bertahun tahun gue sekolah disini baru ada yang berani gitu, gue gk tau sih siapa, tapi ya bodoamat suka suka dia" Diksa melanjutkan makan bakso bakarnya kembali sembari menyuapi Jicel.

"Mungkin karena udah hampir lulus jadinya dia berani confess, tapi ya tetep aja, pasti kalo kak Diksa tau orangnya.." Jicel mulai murung kembali.

Diksa makin heran dengan sikap aneh Jicel yang ditunjukkan secara terang terangan, bukankah jika Jicel seperti ini dia terlihat seperti orang yang cemburu? Tapi Jicel sama sekali tidak menyadari dan malah melakukan itu terus menerus.

"Lo cemburu?"

"Ya enggk, kan sedih aja"

Diksa tertawa kecil yang membuat jicel tertegun, sudah lama dia bersama dengan Diksa tapi Diksa jarang sekali tertawa, tersenyum juga jarang. Itu makanya jicel merasa bahwa Diksa sedang bahagia, makin memburuk lah mood anak 17 tahun ini.

"Jangan tertawa di atas penderitaan orang lain" cibir Jicel kesal.

"Emang siapa yang terluka?" Tanya Diksa pura pura, itu membuat Jicel semakin marah pada Diksa dalam diamnya.

"Hahaha udah deh udah, nih makan lagi tinggal tiga dihabisin aja, soalnya gue udah kenyang" Diksa mengarahkan bakso bakar itu pada Jicel, tapi anaknya tidak merespon sama sekali.

"Masa marah, gitu doang" ucap Diksa meledek Jicel, masih tidak direspon membuat Diksa bingung harus bagaimana.

"Bujuk, lo kan suka novel romansa"

"Nyindir lo" jawab Diksa pada Marvel, kesal sekali dia selalu menjadi kompor antara Jicel dan Diksa jika sedang dalam hal seperti ini.

"Ayolah jicel, hampir masuk loh, ntar laper" bujuk Diksa.

We Are Different [ Nosung ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang