♡ 01 - Dion

63 9 9
                                    

"Astaga, mimpi itu lagi."

Alarm yang berdering keras seolah menarik nyawaku dari alam bawah sadar secara paksa. Akhir-akhir ini aku sering mengigau dan mengalami mimpi buruk.

Kumatikan alarm ponsel yang tergeletak di samping bantal. Gorden yang membiaskan cahaya matahari membuatku sedikit kesal. Setelah membukanya dan menghirup sedikit udara segar, kulihat tukang sayur keliling yang baru saja lewat—itu adalah sebuah pertanda bahwa aku harus segera bersiap.

Sepasang sandal berbulu yang tergeletak di bawah kasur mengantarku menuju kamar mandi. Sandal yang mirip anak ayam itu kudapat berkat menukarkan kupon permainan arkade di mal—saat masih SMA aku sering pergi ke sana bersama Hosea.

Karena terlalu banyak bermain, aku jadi tidak fokus belajar dan tidak bisa bekerja sesuai impian. Walaupun tidak sesuai, tetapi akhirnya aku mendapat pekerjaan sebagai Guru Sekolah Dasar. Mungkin punya cita-cita jadi Astronot agak berlebihan.

"Lumayan."

Roti tawar yang diolesi selai kacang dan stroberi ternyata cocok juga jika dimakan bersama. Aku ingin mencobanya setelah dengar ungkapan 'you can be the peanut butter to my jelly' yang sering diucapkan orang barat dalam film dan lagu cinta. Untuk pertama kalinya aku hanya sarapan roti dan air mineral, sebab baru saja aku pindah ke kontrakan yang lebih dekat ke tempat kerja.

"Hosea, aku berangkat dulu ya."

Masih banyak barang-barang di dalam kardus, tetapi fotoku dan Hosea harus jadi yang pertama mengisi ruangan. Walaupun hanya bisa melambaikan tangan ke arah fotonya, itu membuatku sedikit terhibur.

Sudah lama aku bekerja sebagai Guru Sekolah Dasar di kota ini—kota yang jauh dari kampung halaman. Namun tak ada yang berubah, aku sama sekali belum melupakan kejadian itu, padahal sudah lama sekali. Jadi aku selalu menyibukkan diri, jika masih mengingatnya aku akan coba melakukan aktifitas lagi. Hidup seperti ini terasa sangat menyiksa.

***

"Pagi Bu Syel! Hari ini kita berdua ngawas ujian bareng, lho!"

Karena sulit menyebut Shiela, kebanyakan orang di sini memanggilku Syela, atau Sela pokoknya yang mudah diucapkan. Aku juga mendapat panggilan menjengkelkan dari beberapa siswa nakal yang menyebutku dengan Bu Syalan jika mereka mendapat nilai jelek.

"Pagi Bu Ririn. Oh, ya? Ya udah yuk Bu, bareng."

"Bu Syel, malem ini sibuk nggak? Saya mau kopdar sama bule dari Prancis. Ini kesempatan, lho! Bu Syela nggak punya pacar, kan?"

Bu Ririn adalah Guru bahasa Inggris yang paling mudah bersosialisasi di sekolah ini. Beliau punya banyak kenalan bule yang ditemuinya lewat aplikasi kencan buta. Bu Ririn juga suka membuat rekaman karaoke lalu memamerkannya ke murid-murid. Setelah bercerai dari suaminya beliau tampak lebih bebas dan gembira.

Ini bukan pertama kalinya Bu Ririn mengajakku ikut kopdar, kencan buta atau semacamnya. Jawabanku tetap sama dan tidak akan pernah berubah. "Nggak ah Bu, saya harus membuat laporan peringkat kelas."

"Bu Shiela udah 27 tahun loh, memangnya nggak mau punya pacar? Nggak mau menikah?"

Dibalik ucapannya yang menohok, aku tahu Bu Ririn memedulikanku dan ia ingin aku bahagia tapi sayangnya aku sudah tidak butuh kebahagiaan seperti itu. Saat ini hanya kematian yang kuinginkan. Kalau bisa mati secepatnya, aku ingin mati sekarang juga dan bertemu Hosea.

Ketika Surya TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang