♡ 04 - Gurita

27 9 8
                                    

"Dion, aku lihat semuanya! Aku udah lihat kamu dan Bu Shiela gandengan tangan di taman belakang! Guru dan murid nggak boleh melakukan hal seperti itu! Aku laporkan Bu Shiela, biar dia bisa dipecat!"

"Tunggu Aruni, kamu salah paham!"

Kegaduhan dari dalam UKS menghentikanku membuka knop pintu. Aruni dan Dion yang berseteru membuatku panik, apalagi saat mendengar bahwa Aruni akan melaporkanku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi kepala sekolah, murid-murid dan Guru yang lain jika mereka mendengarnya. Pasti akan sangat memalukan, mungkin aku bisa masuk berita akibat pelecehan terhadap anak SD dan dianggap pedofilia.

"Aruni! Dengar dulu, jadi waktu itu ibuku menelepon dan mengatakan kalau kakekku masuk rumah sakit. Aku terkejut dan menangis, jadi Bu Shiela menenangkan aku di taman belakang, hanya itu saja."

Aku hampir tak bisa berkata-kata saat mendengarnya, bahkan alasan yang tengah kupersiapkan di kepala hilang begitu saja digantikan rasa lega sebab Dion telah melakukannya untuk melindungiku. Di depan pintu UKS yang akhirnya kubuka, Aruni terkejut menatapku. Mungkin gadis kecil itu tak berpikir bahwa aku akan segera datang.

"Bu Sela!?" Aruni terperanjat dari posisinya yang sedang memojokkan Dion di sudut ruangan.

"Kalian berdua sedang apa di sini?" keningku mengernyit membuat nyali gadis itu ciut.

"Ja-jangan salah paham, Bu! Kami tadi main petak umpet dan Dion sembunyi ke sini. Jadi a-aku mengejarnya," ucap Aruni sedikit terbata-bata.

Anak itu langsung kabur begitu menyadari tatapanku yang berubah sinis, Aruni lari terpontang-panting menyusuri koridor dengan sepatunya yang berdecit.

"Shiela? Kok ditekuk mukanya? Jangan bilang kamu cemburu sama anak SD." Dion mendekatiku, kepalanya mendongak untuk memastikan apa yang dilihatnya benar.

Kulontarkan lirikan tajam ke arahnya dan mengelak. "Kamu nggak tahu kan? Aruni itu suka sama kamu."

Sikap Aruni yang suka memerhatikan Dion diam-diam dan melihatnya dari kejauhan belakangan ini sering kuamati, jelas sekali kalau anak itu punya perasaan padanya. Dapat kusimpulkan hal itu benar sebab aku pernah berada di posisinya.

"Tapi kan aku sukanya Shiela, bukan Aruni," Dion merajuk.

Aneh sekali jika aku bisa merasakan cemburu seperti ini, bahkan cemburu ke wujud Hosea yang seorang anak SD. Berusaha tak memperkeruh suasana dan menganggapnya sebagai angin lalu, lantas kuajak Dion kembali ke kelas karena takut dicurigai yang lain.

***

Ketika bel istirahat selesai berkumandang itu artinya bagi anak-anak untuk kembali ke kelas masing-masing, beberapa masih sibuk menghabiskan jajanan dengan terburu-buru, sebagian tak peduli dan langsung membuangnya.

Di kelas, anak-anak pun masih bersenda gurau sampai akhirnya aku datang dan semuanya berhamburan kembali ke tempat duduk. "Aruni, ayo duduk!" Kecuali Aruni, gadis itu masih asyik mengobrol.

Setelah memastikan semuanya duduk rapi, aku segera menuliskan judul materi di papan tulis. Goresan demi goresan dari kapur yang berdebu diperhatikan dengan seksama, kemudian mereka melihat tulisan 'invertebrata' yang kutulis hampir memenuhi papan tulis.

"Anak-anak hari ini kita akan belajar tentang hewan-hewan yang tidak punya tulang belakang. Mereka disebut invertebrata, kalian pernah dengar?" tanyaku.

Anak-anak memperhatikanku walaupun tidak semuanya, mereka mulai membuka buku catatan dan menuliskan apa yang kuucapkan. Beberapa hanya mendengarkan bahkan Dion terlihat menunduk sambil tiduran di atas meja. Mungkin aku harus memberikannya pertanyaan.

Ketika Surya TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang