♡ 02 - Nasi Goreng

36 9 17
                                    

"Loh? Aku ketiduran di UKS? Dion pergi kemana?"

Aku tak tahu bagaimana bisa tertidur begitu saja. Namun saat terbangun, Dion sudah tidak ada. Sepertinya tadi itu hanya mimpi, syukurlah. Aku tidak benar-benar menceritakannya pada Dion, kekhawatiran sempat melanda karena takut tak bisa mengontrol diri di depan muridku.

Saat membersihkan seprai UKS, aku melihat selembar kertas yang tergeletak di atasnya. Sesuai dugaanku, surat itu ditulis Dion.

Tasku masih di dalam kelas, jadi aku mau ambil dan langsung pulang. Terima kasih Bu Shiela sudah menjagaku. Bu Shiela jangan sedih, ya. Kalau Bu Shiela meninggal aku akan sedih, jadi jangan meninggal ya.

Dion

"Ternyata tadi bukan mimpi. Dion mendengar semuanya."Aku mendengkus kesal dan melipat kertasnya ke dalam saku.

Pasti aku terlihat buruk di matanya. Sebagai Guru, harusnya aku bisa mengontrol diri. Rasanya ingin menghilang untuk beberapa saat. Apa yang harus kulakukan jika bertemu Dion? Bagaimana kalau dia menceritakan ceritaku ke yang lain? Itu bisa gawat.

Kalau Bu Shiela meninggal aku akan sedih, jadi jangan meninggal ya. Kalimat itu tiba-tiba berdengung di telinga, bahkan sentuhan tangan kecil Dion masih terasa. Perasaan yang selama ini kupendam akhirnya tersampaikan. Suara hati yang bergemuruh membuat emosiku meluap, tanpa sadar bulir-bulir air mata jatuh membasahi pipi. Ternyata kesedihan ini masih tak dapat kutahan.

Di depan pintu UKS yang baru saja tertutup, suasana pun menjadi lengang. Suara sapu lidi yang menggesek daun kering bergema ke penjuru koridor. Anak-anak sudah pulang, guru-guru juga sedang bersiap pulang. Hari-hari yang kujalani seorang diri terasa makin suram saat kesepian.

"Loh, Bu Sela belum pulang? Ibu sakit?"

Suara yang kukenal menghampiri dari kejauhan. Bu Lina datang bersama anaknya yang sedang makan es krim. Ia melihatku berjongkok di depan pintu. Aku tak ingin menatapnya karena sedang menangis, aku tak mau terlihat payah. Orang dewasa harus kuat, kan?

***

Hari ini anak-anak sedang praktik memasak, karena terlalu berisik aku pergi ke ruang guru untuk menyelesaikan tugas. Guru lain membimbing anak-anak yang sedang praktik, aku tak perlu mengawasi mereka saat ini.

"Tumben Bu, biasanya Bu Syela bekerja di kelas sendirian."

Bu Ririn datang menyapaku dan memberikan segelas teh hangat—entah itu teh tawar atau teh kelebihan gula seperti yang pernah dibuatnya.

"Terima kasih, Bu. Saat ini kelas saya sedang praktik memasak," jawabku sambil menerima gelasnya.

Teh yang tersaji di gelas belimbing itu langsung kuminum sedikit untuk menghormatinya. Sebetulnya aku harus mengurangi minum teh karena punya anemia.

"Pantesan baunya enak. Biasanya anak-anak akan ke sini dan menyuruh kita mencicipi. Kata Bu Lina, Bu Syela lagi sakit. Nah, nanti kalau nggak habis, kasih ke saya aja ya, hehehe."

Meja Bu Lina terletak di pojok dan terhalang pintu. Seperti biasa, tidak ada orangnya. Terkadang mejanya dipakai guru olahraga untuk main gim di laptopnya atau dipakai guru lain untuk meletakkan pekerjaan yang menumpuk. Bu Lina adalah guru pembimbing pramuka dan penjaga ruang UKS, beliau hanya akan ke ruangannya saat ada acara pramuka.

Ketika Surya TenggelamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang