Aku melebarkan kedua mataku. Sebuah suara familiar yang sudah sangat lama tidak aku dengar kembali memasuki gendang telingaku.
"Nona, kenapa anda nampak tegang? Apa ada sesuatu yang mengganggu anda?"
Aku melirik kearah sesosok wanita di sampingku. Dia duduk di atas kursi samping kasur. Dia mengenakan pakaian pelayan, rambutnya berwarna hitam dengan tatapan lembut dan hangat. Hanya dengan sebatas lilin yang cukup untuk dijadikan sebagai penerang di malam hari, ditambah dengan dua buah lilin di atas meja. Pelayan tersebut bisa terbilang cantik walau dibawah cahaya redup.
"Nona?" Aku ulang kembali sebutannya tersebut. Apa itu ditunjukkan untukku? Kenapa nona dan bukan Ratu?.
Wajah pelayan tersebut menjadi kebingungan, kemudian tangannya terulur menyentuh permukaan dahiku dengan lembut.
Aku melirik tangannya yang berada di dahiku. Oh, apa dia mengecek suhu tubuhku?, sepertinya benar.
"Hm, anda tidak demam, tapi anda nampak kurang sehat. Apa ada yang anda inginkan sebelum tidur, nona?" Ucapnya sebelum menarik kembali tangannya dari dahiku.
Walau aku masih bingung, namun aku tetap meresponnya.
"Tidak ada. Aku akan langsung tidur sekarang." Oh tunggu, bukankah suaraku terdengar berbeda sekarang?.
"Baiklah. Kalau begitu saya pamit pergi, nona. Selamat malam, semoga tidur anda nyenyak." Setelah mengucapkannya, sang pelayan meraih lilinnya , membawanya dan pergi ke kamar pelayan setelah menutup pintu.
Aku segera bangun dari tempat tidur dan menuju cermin. Tidak perlu dipertanyakan lagi. Keterkejutan memenuhi kepalaku sekarang. Apa yang terpantul di permukaan cermin adalah aku, ya, aku, aku versi kecil yang berumur kisaran 8 tahun. Tidak salah lagi kalau aku kembali ke masa lalu setelah mengingat siapa wanita pelayan sebelumnya dan dimana aku sekarang.
Aku sekarang berada di kamarku dimasa kecil, lebih tepatnya, rumah bangsawan dari keluarga Marquez Leinicol. Wanita yang sebelumnya merupakan salah satu pelayan dari keluarga Leinicol, vernia, aku cukup dekat dengannya di masa lalu.
Cukup untuk melamun, sekarang aku mulai menyadari sebuah suara samar-samar dari luar, sepertinya cukup jauh. Kemudian aku tersadar.
"Ahh...kalau aku kembali ke masa lalu, apakah hari ini adalah...." Aku menghentikan gumamanku, berjalan cepat menuju jendela, membuka gorden, nampak gelapnya malam dan sinar bulan di luar. Selain sinar bulan dan bintang, ada lagi sinar lain. Parade! Aku ingat itu, hari ini, malam ini, merupakan malam pelaksanaan parade tahunan.
Parade fortuna, atau parade malam. Parade tahunan yang selalu ramai di ikuti banyak orang. Aku ingat waktu di masa lalu aku tidak di perbolehkan untuk keluar di malam hari walau untuk acara apapun, termasuk parade.
Ini terjadi di umurku 8 tahun, aku cukup ingat. Sebuah parade yang sama sekali tidak pernah aku lihat secara langsung, karena di umurku 8 tahun itulah, tahun terakhir parade tersebut dilaksanakan untuk yang terakhir kalinya. Karena kejadian mengerikan terjadi saat itu.
Aku menutup gorden sebelum melangkah pergi keluar kamar. Perlahan aku mengendap, menuruni tangga, dan keluar dari rumah tanpa halangan walaupun dengan pencahayaan yang minim, aku bahkan mampu melewati beberapa penjaga dengan mudah, karena itu merupakan salah satu bakatku, menyelundup.
Remang-remang cahaya bulan sedikit memperlihatkan pagar rumahku. Aku segera berjalan dengan cepat, bahkan tanpa alas kaki aku tetap melangkah tanpa memedulikan apa saja yang sudah aku injak. Sampai di depan pagar aku melewati celah kecil yang cukup untuk dilalui tubuh kecilku.
"Hah, pagar besi sialan, kau tidak akan bisa menghalangiku." Desisiku pelan dengan senyum remeh.
Aku memang memanggil pagar besi itu sialan karena di waktu dulu wajahku pernah menghantam pintu pagar tersebut ketika aku sedang diam, ternyata pagar tersebut bergerak sendiri dan mengenai wajahku, mungkin karena angin, namun aku tetap sangat kesal karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vincteva
Teen FictionPintu besar terbuka, cahaya masuk menyinari masing-masing retina mata yang ada di sana. Begitu memasuki ruang singgasana di sana sudah menanti sang raja, sebelah tangannya yang bertumpu pada dagu dan pipi sementara sebelah tangannya di sisi singgasa...