Renjun menuntun Jisung untuk turun kebawah-ke arah lantai satu. Jisung terkekeh dan sempat menolak saat Renjun merangkulnya erat, seakan adiknya itu akan terlepas dari rengkuhannya.
"Kak, usia kandunganku masih beberapa minggu bukan hamil besar." Ujar Jisung, mendengus geli melihat kelakukan kakaknya.
"Ck, adek diamlah. Jika kau dan calon keponakanku terluka bagaimana? Ditambah, sekarang kau sangat bandel." balas Renjun.
Jisung hanya diam. Saat sudah sampai diruang makan untuk makan malam, ia melihat ada Chenle, sahabatnya yang sedang duduk manis disana. Pemuda manis itu sedang menunggu kedua kakak-beradik ini untuk turun dan makan malam bersama.
"Maafkan aku, Chenle. Aku tak membantumu untuk memasak makan malam." ujar Jisung dengan raut wajah penyesalan.
"Tak mengapa, Jie. Lagipula aku tadi masaknya bersama kak Renjun, jadi tak sendirian. Lagipula, aku juga sedang ingin belajar masak bersama kak Renjun." balas Chenle dengan lembut.
"Besok aku akan membantumu membuatkan sarapan." ucap Jisung.
"Big no!! Apa-apaan kau, adek? Kau sedang hamil. Jangan banyak gerak dan tetaplah istirahat." Sahut Renjun tak terima.
"Kak, usia kandungan ku masih kecil. Jadi tak apa jika aku membantu hal ringan di dapur. Lagi pula aku sangat bosan dikamar terus."
"Tidakl! Sekali aku bilang tidak, akan seterusnya tidak!" balas Renjun.
"Lagipula, ada kakak dan Chenle disini. Pekerjaan rumah akan beres, jadi apa yang kau pikirkan lagi selain beristirahat?" sambungnya.
"Tapi kak- .."
"Kalian tidak akan membiarkan aku mati kelaparan kan?" tanya Chenle sambil menatap Jisung dan Renjun secara bergantian. Sengaja memutuskan perdebatan diantara kakak-beradik itu.
Jisung duduk ditengah-tengah antara Renjun dan Chenle, ia diapit oleh dua orang yang sangat ia sayangi.
Jisung tersenyum lalu menatap sahabatnya itu. "Tidak akan Chenle. Ayo makan." balas Jisung.
Suasana meja makan menjadi hening. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu. Jikalau sedang makan, alangkah baiknya jika tidak berbicara, bukan? Itulah yang diterapkan Jisung dan kakaknya dari sang Ayah sejak kecil.
Setelah selesai makan kembali Renjun dan Chenle yang membereskan meja makan. Jisung ingin sekali membantu, tapi tatapan tajam dari kakak dan sahabatnya itu membuatnya menciut. Jadi ia lebih memilih untuk duduk saja dan memperhatikan kedua orang itu.
"Jie, lihat. Aku tadi membuat puding, kau mau mencobanya kan?" Tanya Chenle yang sudah selesai membereskan meja makan. Anggukan kecil dari Jisung dan senyum lebarnya membuat Chenle ikut tersenyum. Senang rasanya melihat sahabatnya itu sudah mulai melupakan kejadian yang menjadi mimpi buruknya itu.
*****
Di lain tempat, tampak seorang laki-laki tengah duduk sembari memperhatikan berkas-berkas yang menumpuk diatas meja kerjanya. Lelaki itu -Jaemin- tampak serius memperhatikan satu persatu berkas untuk ia tandatangani. Kacamata baca yang bertengger di hidungnya ditambah ekspresi nya yang dingin membuat nya terlihat sangat tampan.
"Jaemin, aku akan pergi ke suatu tempat sebentar" ucap Jeno yang baru saja datang bersama Sungchan setelah mengurus bisnis gelap Jaemin di wilayah utara.
Mendengar namanya disebut, Jaemin mengalihkan pandangnya menatap Jeno. Ia menaikkan sebelah alisnya seolah heran dengan ucapan Jeno.
"Pergilah" ucap Jaemin kemudian lalu kembali fokus pada berkas-berkas didepannya.
Mendengar itu Jeno pun pergi dari situ. Bibirnya menyunggingkan senyum karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan pujaan hatinya. Jeno memakai masker dan topi untuk menutup sebagian wajahnya. Dia berjalan cepat sambil mengedarkan tatapan waspada-takut kalau tiba-tiba saja Jaemin atau bahkan orang-orang yang bekerja pada mereka mengikutinya.
Masuk ke dalam mobil, Jeno menjalankan mobilnya melaju di jalanan tanpa tahu ada mobil lain yang mengikutinya dari arah belakang. Pagi buta dan Jeno sudah berada didaerah sekitaran rumah bergaya minimalis yang sekarang ditempati oleh Renjun, Jisung dan juga Chenle.
Jeno tak berniat masuk kedalam pekarangan rumah didepannya, ia hanya berdiri diam disana sambil kembali mengingat semua percakapannya bersama Jaemin. Dia tiba-tiba saja merasa takut-kehhh lucu sekali orang sepertinya merasa takut. Tapi perasaan itu tak bisa ditampik, perasaan takut kalau-kalau suatu saat nanti Jaemin mendapati Jisung dan juga Renjun. Entah apa yang akan terjadi kepada kedua kakak-beradik itu bahkan juga kepada sahabat mereka, Chenle.
“Jeno ..”
Suara itu mengagetkan pria itu yang sedari tadi melamun sambil menatap rumah didepannya. Itu Renjun, lelaki manis itu berdiri didepan pagar yang tingginya hanya sebatas pundaknya.
“Kau Jeno kan?” Ulangnya lagi, memastikan orang yang berdiri tak jauh dari pagar rumahnya itu adalah Jeno, orang yang menolong adiknya. Bahkan membawa mereka ke daerah yang baru ini.
Jeno tersenyum kecil lalu melepas masker yang ia kenakan, berjalan pelan ke arah Renjun yang sudah membuka pagar rumahnya sebagian. “Ya, ini aku. Kau sudah sarapan? Kalau belum, mau sarapan bersamaku, tapi di pertigaan depan sana-kebetulan ada yang menjual sandwich dan juga beongueppang.”
“Tapi kau bisa sarapan bersama kami didalam, aku dan Chenle sudah menyiapkan sarapan.”
“Tidak Renjun. Aku tak ingin Jisung merasa stress karena melihatku bersama dengan kalian. Aku yakin, dia pasti merasa takut dan tertekan akan semua hal yang menimpanya. Jadi lebih baik, aku juga untuk sementara waktu tidak bertemu dengannua secara langsung.” Dengan cepat, Jeno memberi alasan kepada Renjun.
Lelaki manis itu menatap Jeno, menelisik kedalam manik mata lelaki tampan dihadapannya. Ada sesuatu, entah apa.
“Baiklah, kalau begitu aku akan mengirim pesan kepada Chenle untuk memulai sarapannya bersama Jisung terlebih dahulu.” ucapnya lalu jemarinya itu mengetik pesan kepada Chenle dan mengirimnya.
“Ayo kita pergi. Jisung sangat suka Beonguppang, kalau pulang nanti aku akan membelikannya untuk Jisung. Pasti dia akan sangat senang.” ucap Renjun lagi setelah selesai mengirim pesan pada Chenle.
Jeno memperhatikan wajah manis Renjun yang tersenyum saat menceritakan keadaan Jisung akhir-akhir ini. Lelaki manis itu sangatlah menawan dengan tutur kata yang lembut. Dilihat dari segi manapun Renjun adalah seseorang yang sangat menyayangi keluarganya terutama Jisung, adik satu-satunya.
Tapi selama mereka berjalan dan saling bertukar cerita, Jeno selalu memperhatikan sekitar dengan waspada. Entah firasatnya saja atau karena ketakutannya yang berlebihan, dan rasa ingin melindungi orang yang ia sayangi saat ini. Dia merasa sedang diintai, dia merasa sedang di perhatikan.
“Kau kenapa Jeno? Kenapa sedari tadi kau banyak melamun? Apa ada yang mengganggumu?” Pertanyaan bertubi-tubi datang dari Renjun membuat Jeno terkesiap.
“Tidak. Aku hanya sedang mengagumi tempat ini. Ya, hanya itu.” Ucapnya lalu kembali menatap lelaki manis yang berjalan disampingnya.
“Benarkah? Kau tidak menyembunyikan apapun?”
“Tidak, Renjun. Ayo masuk kita sudah sampai, dan aku juga sudah sangat lapar.” Jeno langsung menarik tangan Renjun membawa lelaki manis itu memasuki sebuah kedai kecil yang berada tepat di pertigaan jalan.
"Bodoh" ucap seseorang yang mengikuti Jeno sedari berangkat dari mansion Jaemin sampai Jeno menghentikan mobilnya ditempat yang cukup jauh dari tempat tinggal Renjun dan Jisung yang baru dan berjalan kaki setelahnya.
Seseorang yang mengikuti Jeno itu adalah Jaemin. Dengan mengenakan hoodie hitam dan celana jeans panjang berwarna hitam serta mengenakan topi dan masker untuk menyempurnakan penyamarannya. Jaemin sudah curiga ada yang disembunyikan Jeno darinya dan kecurigaannya itu benar.
Setelah mengikuti Jeno dan Renjun, Jaemin kembali ke rumah dimana Renjun dan Jisung tinggal. Seringai lebar terbit diwajahnya saat mendapati mangsa yang dicarinya tengah bersembunyi disini.
“I got you, baby!”
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Need Your Love [Re-publish] 🔞
FanfictionKetika sosok yang dianggap Malaikat dipertemukan dengan sosok Iblis, keduanya akan sangat bertolak belakang. Ketika yang satunya bernafsu untuk menghilangkan nyawa maka sudah menjadi tugas yang satunya untuk menyelamatkan nyawa itu. ∆ BxB! ∆ NO SALP...