Hari ini seharusnya menjadi hari yang membahagiakan untuk Aura. Dia dipersunting pengusaha kaya raya dari pulau seberang bernama Diyon. Diyon sebenarnya laki-laki yang baik, taat beribadah dan nggak neko neko. Namun pernikahan ini bukanlah impian dari seorang Aura.
Aura, gadis manis bunga desa terlanjur menambatkan hatinya pada seorang pemuda bernama Tyo. Tyo bukan pengusaha kaya seperti halnya Diyon. Dia hanyalah seorang pemuda biasa, sehari harinya bekerja serabutan dengan pendapatan harian yang tak tentu. Tyo memiliki paras tampan dengan perangai yang lembut mampu menggetarkan hati Aura. Bertahun tahun lamanya Aura menjalin hubungan dengan Tyo. Tak sedikitpun Tyo berlaku jahat pada Aura. Tak sedkitpun Tyo menyentuh Aura. Tyo benar benar menjaga Aura sepenuh hatinya.
"Apa kamu benar benar menyukaiku Tyo?," suatu ketika Aura bertanya pada Tyo.
"Ya, sepenuh hatiku," Tyo menjawab tanpa memandang Aura.
"Tapi mengapa, kamu jarang sekali menatapku ketika bicara, seperti saat ini. Di keramaian pun kamu tak pernah menunjukkan hubungan kita. Menggandeng tanganku pun kau tak mau," Aura bersungut sungut.
"Aku mau menjagamu Aura . . . sampai takdir yang akan menunjukkan jalannya bahwa kamu memang milikku," Tyo menjawab datar, nampak seulas senyum tersungging di bibirnya. Aura kagum pada Tyo, wajahnya tersipu melihat Tyo tersenyum.
Tyo yang sadar bahwa kehidupan rumah tangga bukan Cuma butuh cinta, harus ada materi untuk penunjang kehidupan, akhirnya memutuskan untuk mengadu nasib ke luar pulau. Aura melepas kepergian Tyo di pelabuhan dengan tangis dan harapan. Harapan semoga Tyo dapat segera meraih kesuksesan dan kembali untuk meminangnya.
Hari berganti, bulan dan tahun berlalu dengan kecepatan yang tak terbendung. Aura hanya mampu menatap HP nya menunggu kabar sang kekasih yang telah hilang kontak hampir dua tahun lamanya. Kesedihan adalah makanan sehari hari Aura. Wajahnya yang sayu, pipinya yang cekung, dan semangat hidupnya yang semakin menipis. Jika orang orang dapat dengan mudah melupakan cintanya, berpindah pada hati yang lain, maka tidak dengan Aura.
Hatinya telah terbawa oleh Tyo, yang menghilang tak tahu rimbanya. Aura yang selalu mengirimkan pesan Whatsapp pada Tyo, selalu centang biru namun tak pernah ada satupun balasan dari sang kekasih.
Hingga akhirnya datanglah sebuah lamaran dari Diyon. Pemuda tampan nan mapan. Kedua orangtua Aura sudah sangat sreg dengan pangeran yang satu ini. Mereka berharap Diyon mampu menjadi pengobat hati Aura, mampu membawa kebahagiaan dan gairah hidup pada anaknya. Aura tak ada pilihan lain, Aura pun akhirnya menerima lamaran Diyon. Biarlah hidupnya kini menjadi ladang kebahagiaan untuk orangtuanya yang terlihat bangga mendapatkan mantu yang luar biasa. Sementara kebahagiaan Aura sendiri telah pergi bersama sosok Tyo.
Pernikahan akhirnya terlaksana dengan lancar dan luar biasa megah. Tamu undangan terlihat takjub dengan kemegahan dekorasi acara resepsi. Semua hidangan terlihat menggoda, bahkan souvenir pun sebuah gelang perak khusus yang mengkilat. Pengantin terlihat anggun duduk di pelaminan. Terlihat serasi, ketampanan dan kecantikan yang seimbang. Namun, satu hal yang terlihat sedikit merusak pemandangan itu adalah sang mempelai wanita terlihat banyak melamun dan termenung. Sangat jarang Aura menunjukkan senyumannya. Sebagian tamu bertanya Tanya, bukankah seharusnya Aura berbahagia? Suaminya adalah laki laki yang hampir sempurna.
Sempurna? Ya, bagi orang lain. Tapi tidak bagi Aura. Cinta dan rindunya hanyalah untuk Tyo semata. Tadi malam Aura sempat mengirim pesan pada Tyo, dia pamit untuk menikah dan menjadi milik orang lain. Aura masih berharap Tyo akan datang dan menghentikannya, seperti di film film. Namun nyatanya hidup tak seperti di sinetron ataupun film. Kini Aura telah sah menjadi nyonya Diyon.
Malam setelah resepsi pernikahan berlangsung, pengantin duduk di sudut ranjang. Diyon Nampak menatap Aura dalam diam. Sementara Aura tak sedikitpun menganggap Diyon ada.
"Aura? Istriku?," Diyon memanggil Aura lirih. Ada sedikit rasa bimbang di hatinya.
"Iya, aku sudah jadi istrimu. Lakukan apapun yang kamu inginkan," jawab Aura ketus.
"Tidak Aura. Aku takkan menyentuhmu jika kamu tak membuka hatimu untukku," Diyon menepuk pundak Aura lembut. Diyon berjalan mematikan lampu kamar, kemudian tidur dalam selimut tebalnya.
Aura kaget dengan perkataan suaminya ini. Awalnya Aura mengira Diyon tertarik pada kecantikan dan kemolekan tubuhnya semata. Namun nyatanya, tidak demikian. Timbul tanya dalam hati Aura, haruskah dia mulai membuka hatinya pada Diyon?
Dan, sekali lagi waktu berlalu dengan sangat cepat. Hampir satu tahun usia pernikahan Aura dan Diyon. Kini Aura telah akrab dengan Diyon, suaminya. Meski tak pernah terjadi apapun di setiap malam selama pernikahan ini berlangsung, namun tak ada protes dari Diyon. Aura semakin sadar, suaminya berusaha memahaminya dan memberikan cintanya dengan tulus. Namun jujur saja, saat ini Aura hanya menganggap suaminya sebagai sahabat, bukan seorang kekasih. Tyo masih tersimpan rapat di dalam hatinya. Rindu itu, cinta itu masih milik Tyo.
Aura kesal sendiri memikirkannya. Mungkinkah mulai timbul rasa curiga, khawatir dan cemburu untuk Diyon? Aura berusaha menyangkal perasaannya dan berjalan menuju ke kamar. Aura berhenti di depan pintu kamar, membalikkan badan dan melihat ruang kerja suaminya. Entah kenapa saat ini dia ingin melihat lihat ruangan itu. Belum pernah Aura melihat ataupun mendekat ke ruang kerja suaminya itu.Aura duduk di kursi kerja Diyon, tercium aroma harum parfum suaminya. Entah darimana datangnya, muncul perasaan rindu dalam hati Aura. Aura menghela nafas pelan. Iseng iseng dia membuka laci. Ada sepucuk surat dan sebuah HP. HP yang familiar bagi Aura. HP dengan wallpaper foto seseorang yang Aura tunggu selama ini. Aura yakin HP ini milik Tyo. Bagaimana mungkin? Buru buru Aura membuka surat di genggamannya. Aura membacanya . . .
Mas Diyon, kebaikanmu telah memberiku pekerjaan yang layak, menjadikanku karyawanmu sekaligus temanmu takkan mampu kubalas hingga akhir hidupku.
Saat kutahu ternyata hidupku tak lama lagi karena sakit yang kuderita, aku tak ada lagi semangat untuk hidup.
Tapi dirimulah yang telah memberiku semangat, untuk melawan penyakit dalam tubuhku ini.
Namun, jika seandainya aku kalah melawan penyakit ini, ijinkan aku mengajukan permintaan yang sangat egois padamu.
Di kampungku aku punya seorang kekasih gadis baik dari keluarga baik-baik bernama Aura.
Aku berani bersumpah padamu bahwa aku tak pernah menyentuhnya, aku selalu menjaganya dengan hatiku.
Jikalau aku tiada nanti, tolong bahagiakanlah dia.
Karena aku sangat yakin Mas Diyon dengan Aura adalah pasangan yang cocok. Orang baik akan mendapatkan pasangan yang baik pula.
Meski demikian Mas Diyon berhak menolak permintaanku yang sangat egois ini.
"Haloo Selamat malam," Aura mengangkat telepon sambil mengusap air matanya.
"Selamat malam, dengan Nyonya Diyon?," Suara Bapak bapak terdengar serak dan berat. Sayup sayup terdengar bunyi sirine dalam telepon.
"Iya benar. Mohon maaf ini siapa?," Aura bertanya penasaran.
"Kami dari kepolisian Bu. Mohon maaf suami anda, Pak Diyon mengalami kecelakaan tunggal di jalan Thamrin. Mohon maaf Ibu, nyawa Pak Diyon tidak mampu diselamatkan," suara di telepon menghela nafas.
Aura ambruk ke lantai.
Tamat.
![](https://img.wattpad.com/cover/357064949-288-k48845.jpg)