sembilan

5 5 3
                                    

"Yang ku anggap amerta ternyata fana. Asa telah sirna, litani tak lagi terucap dan berakhir nestapa."


°°°

Motornya berhenti di depan rumah sakit besar.
Tanpa membuang buang waktu, Kala lalu bergerak cepat menuju kamar nomor 97 ruangan dimana mama mya dirawat.

Sama seperti seminggu belakangan dia berkunjung ke tempat ini, Kala hanya berdiri di balik kaca pintu ruangan itu karena belum dibolehkan masuk melihat kondisi mama nya yang sangat kritis.

"Kemana aja lo baru muncul sekarang?!" suara itu memenuhi ruang kosong rumah sakit yang masih kosong

"Sibuk," balas suara berat yang sangat familiar ditelinga Kala

"Sesibuk itu sampai lo lupa Mama? Orang tua kebanggaan lo mana? apa dia sibuk juga?" sindir Kala

"Lo diam aja kalau ga tau apa apa," ucap Saga— adik Kala— berjalan ke kaca pintu ruangan untuk melihat Mama nya lebih jelas, kemudian berdiri disamping Kala.

"Lo masih disini atau mau pergi?" tanya Kala. "Gue mau ke sekolah," lanjut nya

"Disini! gue kangen Mama" jawab Saga.

"Kalau gitu gue cabut—"

"Gue juga kangen lo, Bang" perkataan Saga membungkam Kala.

"Gue juga," batin Kala, lalu berjalan keluar rumah sakit.

°°°

Lagi lagi, ekspektasi ku terlalu tinggi, realita membanting ku ke dasar bumi, sadar seketika, ini menyakitkan.

Tak akan ada yang mengerti, sangat melelahkan, kali ini, aku diam. Bohong jika tak ada air mata. Namun, apa yang aku harapkan? Tidak ada harapan sama sekali karena yang paling mengerti aku hanya diriku sendiri dan kamu.

Setelah bel pulang berbunyi seluruh siswa mulai berhamburan keluar dari kelas XII IPA 2 termasuk Kala dan Starlla. Kala menatap Starlla, "Mau jalan bentar ga?" tanya nya

"Mau kemana?"

"Ayo ketaman belakang aja," Kala menarik tangan Starlla untuk pergi bersamanya

Mereka sampai ke tempat tujuan, duduk di kursi yang berada di ujung taman dengan canda dan tawa masing masing. Satu hal dari banyaknya hal menyenangkan dari Starlla, Kala paling suka dengan tawa perempuan itu.

"Tadi malam kamu ga bales chat aku, kenapa La?" tanya Kala yang membuat suasana tiba-tiba menjadi diam

"Kena marah lagi, Kal" lirih Starlla

"Kali ini tentang apa?"

"Kemarin adek aku menang lomba Kal," jawab Starlla, "Terus papa banding bandingkan aku lagi sama dia, papa bilang aku cuma anak bodoh yang gabisa apa apa," lanjut nya pelan

"Papa selalu nyuruh aku ini itu, tapi Papa engga pernah fasilitasi aku. Engga kayak ke Alya, Papa selalu ngasih yang terbaik,"

"Aku iri Kal, tapi aku ga sesempurna dia untuk bisa dibanggain. Papa selalu nyuruh aku jadi contoh buat Alya tapi aku ga punya hal baik yang bisa dijadikan contoh."

"Ini tangan kamu kenapa?" Kala menarik tangan Starlla untuk melihat luka itu lebih dekat

"Dipukul papa, Kal" Starlla menangis

Kala tau menjadi gadis itu tidak mudah, Starlla sering memendam masalahnya sendiri tanpa orang lain ketahui, karena yang orang lihat Starlla adalah gadis yang ceria.  Namun, kenyataannya gadis itu rapuh.

"Cape ya Kal dituntut harus bisa semua hal," Starlla menatap ke langit dengan tatapan kosong

"Tuhan mendatangkan kesulitan di perjalanan kehidupan kita bukan tanpa alasan La, Tuhan mau mengingatkan kamu tentang artinya bersyukur atas apa yang kamu miliki, mungkin tidak se sempurna yang dimiliki orang lain. tapi, kamu tau ga sih masih banyak orang diluar sana yang kehidupannya lebih berat dari kita?" ucap Kala

Cowok itu mengelus rambut Starlla, "Kamu kuat La, jangan nyerah ya??" Kala menatap Starlla dan senyum kepada gadis itu.

"Aku bisa engga ya minta sama Tuhan biar sama kamu terus?" tanya Starlla

Kala tertawa, "Bisa dong, siapa bilang gabisa?" Kala menatap Starlla tulus

"Terus nanti kalau Tuhan engga mau kabulin gimana?

"Nanti aku yang coba minta,"

"Apasi Kal, mana bisa gitu" Starlla memukul bahu Kala pelan, Kala tertawa lagi.

"Kalau sama kamu semuanya bisa, La" ucap Kala lembut.

You're my Otherhalf Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang