B. 3 - Rencana

407 30 3
                                    

HAPPY READING :)

Freya terbangun dari tidurnya, dadanya terasa sesak, dan air mata mulai mengalir tanpa sadar dari matanya. "Loh, kenapa aku nangis?" gumamnya dalam hati, merasa bingung dengan tangisannya.

Tiba-tiba, sebuah potongan ingatan dari mimpinya muncul. "Ternyata gara-gara mimpi," ucapnya, mulai mengingat mimpinya, meskipun tidak semua yang dia ingat.

"Tapi aneh banget, kenapa rasanya mimpi kali ini kayak beneran terjadi ya?" gumam Freya dalam hati.

Tiba tiba, terdengar suara ketukan dari arah pintu, "Freya, kamu udah bangun belum? Kalo udah, turun ke bawah kita sarapan," ucap ibunya sambil mengetuk pintu kamar Freya.

"Udah, Mah, tapi aku mandi dulu," jawab Freya.

"Iya," jawab ibunya. Setelah itu, hanya terdengar suara langkah kaki yang kian menjauh.

Freya bangun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Air mengalir, menghilangkan rasa ngantuk yang masih tersisa. Dalam kebingungannya, dia mencoba meresapi setiap detail mimpinya yang terasa begitu nyata, mencari makna di balik perasaan dan pengalaman yang menghantuinya.

Freya menutup kran air mandinya dengan hati senang, menghirup aroma sabun lavender yang masih menyelimuti udara.

Saat itu, teleponnya berdering dengan nada yang berbeda, menggema di kamar mandi. Langkahnya yang berlumuran air membawanya ke meja belajarnya, di mana ponselnya terletak.

Dengan lembut mengelap tangan basahnya, Freya memandang layar ponsel. Nama "Chika" terpampang jelas. Dia segera mengangkat teleponnya, menyapanya dengan suara lembut, "Halo kenapa Chik?"

Chika menjawab sapaan itu dengan penuh semangat, "Halo Fre!"

Freya bertanya dengan rasa ingin tahu, "Iya, kenapa Chika?"

Chika tersenyum di ujung telepon, "Nanti malem bisa ketemuan gak?"

Freya memikirkan jadwalnya, "Nanti malem? Bisa sih, emang ada urusan apaan?"

Chika menjawab dengan misterius, "Ada, pokoknya."

Setelah percakapan singkat itu, Chika menutup teleponnya. Freya, yang masih memegang ponsel di telinganya, menghela nafas panjang, "Haduh, bisa-bisanya kena jebakan dia."

Dia melanjutkan, "Kalo dia bilang 'ada pokoknya', pasti tujuannya buat ngajak nongkrong doang. Yasudahlah."

Freya menyelesaikan panggilan dan kembali fokus pada persiapannya. Setelah memilih baju, dia melangkah keluar dari kamar, menuruni tangga menuju ke lantai bawah. Ruang tamu terbuka di depannya, dan dia melintasi ruang itu menuju ruang makan.

Ayah, ibu, dan adiknya sudah duduk di sekitar meja makan, menyuguhkan senyum menyambut. Freya bergabung dengan mereka, memberi salam, "Selamat pagi mah pah flo. Ada apa?"

Ibunya tersenyum lembut, "kita lagi nge rencanain makan malam bersama. Bagaimana kalau malam ini kita makan di resto aja?"

"Tapi kayaknya aku gak bisa Ma. Aku juga ada janji ketemuan sama Chika nanti malem, bolehkan?." Ucap freya

Ayahnya mengangguk pengertiannya, "Boleh, asalkan jangan terlalu larut pulangnya."

"Iya, paling sampe jam 9-10 doang" ucap freya

Setelah mengakhiri sarapan pagi dengan aroma Teh dan hangatnya roti bakar, Freya menyusuri lorong menuju kamarnya.

Dia melangkah dengan langkah yang cepat dan tegas, membawa sisa semangat dari sarapan yang baru saja diakhiri.

Saat pintu kamarnya terbuka, Freya terlihat sibuk memilih pakaian di dalam lemari yang rapi.

Beberapa menit kemudian, Freya kembali ke ruang keluarga dengan penampilan yang rapi dan teratur. Ibunya yang duduk di sofa sambil membaca koran, memandangnya dengan keterkejutan yang halus.

Simpul WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang