2

209 25 1
                                    

Ashel terperanjat ketika terdengar suara rem tangan yang ditarik oleh Azizi, pertanda bahwa mobil sudah berhasil sampai di parkiran kampus dengan selamat. Mempertanyakan berapa lama waktu yang dia habiskan untuk melamun.

"Tenang aja, lo cuma menghabiskan waktu 20 menit kok untuk melamun. Guinness World Record juga kayanya gak bakal tertarik buat mencatat durasi melamun lo yang sebenarnya gak bisa dibilang singkat itu"

Gadis berambut pendek itu seolah menjawab pertanyaan di benak Ashel. Ashel hanya memutar bola matanya sebagai respon, lalu kembali menatap jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya.

"Masih ada waktu satu jam lagi sebelum kelas dimulai. Mending lo makan dulu deh biar gak ngeluh laper dan penyakit asam lambung lo yang merepotkan itu kumat. Abis ntar gue dimarahin sama mama!"

Lalu Ashel meraih kotak bekal yang tadi dilemparnya itu lalu meletakannya di pangkuan Azizi. Tanpa mengucapkan terima kasih, Azizi membuka kotak bekal itu dan mulai mengambil ancang-ancang untuk melahap semua isinya.

"Kalo makan aja, diem nih anak!"

Batin Ashel sambil memperhatikan Azizi yang sibuk makan. Lalu Azizi menoleh ke arah Ashel yang membuat Ashel menyeringai lebar.

"Gue denger ya, kalo lo lupa!"

Azizi mengatakan hal itu dengan tatapan dibuat galak padahal gak seram menurut Ashel. Ashel lalu tertawa terbahak-bahak.

"Gak enak banget deh Zee kayanya punya kemampuan kaya lo. Berisik gak sih?"

Ashel bertanya sambil melempar pandangan ke depan. Memperhatikan slot parkiran kampus yang mulai terisi.

"Banget"

Azizi hanya menjawab singkat lalu melanjutkan suapannya.

Azizi tak mengerti, mengapa hal ini bisa terjadi. Kemampuan yang menurutnya hanya bisa ditemui di cerita-cerita fiksi yang sering ia baca itu malah benar-benar ia miliki di dunia nyata. Jujur saja, Azizi tidak suka dengan kelebihan yang ia miliki ini. Baginya, ia seperti melanggar batasan privacy manusia.

Azizi bisa membaca pikiran, mendengar suara hati semua orang yang berada dekat dalam jangkauannya.
Kadang ia merasa bersalah ketika tidak sengaja 'mendengar' suara hati orang-orang yang seharusnya tak perlu ia dengar. Selain itu, Azizi menganggap kelebihannya ini sedikit mengganggu ketenangan hidupnya. Suara orang-orang tersebut terdengar seperti bersahut-sahutan dan berisik. Membuatnya harus terus menerus menyumpal telinganya dengan earphone ketika berada di tempat yang ramai oleh manusia.

Tak ada yang mengetahui soal kemampuannya ini. Hanya Ashel, sahabat kecilnya ini yang tahu. Azizi merasa harus menyimpan rahasia ini dari semua orang. Tapi tidak berlaku untuk Ashel. Orang itu harus tahu segala hal yang dialami oleh Azizi Asadel. Ia takut ketika dunia mengetahui kemampuannya, ia nanti malah direkrut oleh Avangers, lalu dipaksa melawan musuh-musuh yang menyeramkan dan menyelamatkan dunia sambil menggunakan baju ketat. Membayangkannya saja Azizi langsung bergidik ngeri.

"Lo ngapain tiba-tiba kaya ulet gitu? Mikir apaan lo, hah?!"

Hardik Ashel sambil menatap sengit Azizi yang tengah menutup kotak bekal yang sudah tandas isinya itu.

"Takut. Gimana kalo tiba-tiba gue direkrut Avangers, Cel?"

"Itu mulu yang lo takutin. Lagian mereka dah bubar! Ayok ah buruan"

Ashel mengakhiri percakapan ngawur tersebut lalu membuka pintu mobil dan bersiap untuk melangkah ke kelas. Diikuti oleh Azizi yang berjalan di belakangnya sambil memasang earphone di kedua telinganya.

***

Kelas sudah mulai sejak 10 menit yang lalu. Semua mahasiswa di kelas tersebut tampak menyimak slide yang disajikan di depan sana sambil mendengarkan dosen yang menjelaskan materi yang ia tampilkan. Ada juga beberapa yang pura-pura menyimak padahal sedang melakukan kegiatan lain. Hal yang normal terjadi dalam perkuliahan.

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk 3 kali. Lalu muncul lah sesosok gadis dengan rambut hitam panjang lurus, dan kulit putih. Gadis itu berjalan menghampiri dosen dan meminta maaf karena datang terlambat. Dosen tersebut mengulum senyum, lalu mempersilahkan gadis tersebut untuk duduk.

Semua kejadian itu disaksikan oleh Azizi. Tentu saja karena beberapa 'suara' yang mengganggu ketenangannya.

"Buset cakep banget"

"Montok banget nih cewek"

"Ahh, Marsha memang tidak pernah mengecewakan"

"Gue suruh duduk di tengah sini kali ya? Lumayan bisa pegang-pegang tipis cewek cakep"

Azizi menatap muak sekumpulan laki-laki yang duduk berkelompok di depan Azizi tapi di sisi sebelah kiri kelas. Mereka dengan sengaja memberi satu kursi kosong di tengah mereka untuk gadis yang baru datang itu. Siapa namanya tadi? Marsha?

Tangannya mencengkram erat pulpen di tangannya saat tak sengaja ia 'mendengar' batin Marsha.

"Gak ada bangku kosong lagi. Aku muak harus selalu duduk di dekat mereka. Mereka selalu kurang ajar"

Azizi mendengar itu sambil menatap Marsha yang mulai berjalan gontai. Ashel menyadari ada yang tidak beres dengan Azizi.

"Kenapa, Zee?"

Ashel berbisik sambil menyentuh tangan Azizi yang masih mencengkram erat pulpen di tangannya.

"Nanti gue ceritain"

Lalu Azizi bangkit dan menghampiri Marsha. Membuat atensi seluruh mahasiwa dan dosen di kelas tersebut jatuh kepada Azizi.

"Ada apa, Azizi?"

Tanya dosen tersebut yang memperhatikan Azizi.

"Ah, ini pak. Saya mau ngajakin dia tukeran tempat duduk sama saya. Tempat duduk saya ada di belakang dan saya sedang tidak membawa kacamata. Jadi saya rasa, saya harus maju sedikit agar bisa melihat tulisan yang ada di slide bapak. Hehehe"

Azizi menjawab, lalu duduk di kursi yang tadinya akan diduduki gadis bernama Marsha itu. Azizi memberi kode kepada Marsha lewat lirikan matanya untuk segera duduk di kursi yang ia tempati sebelumnya. Marsha yang masih mencerna kejadian tersebut, lalu duduk di kursi yang diberikan Azizi.

"Yaelaaaahh gagal gue mau pegang paha Marsha. Tapi yang ini oke juga"

Seketika Azizi menatap tajam salah satu cowok yang memang daritadi menatapnya. Azizi tahu apa yang ada dipikirannya.
Lalu Azizi menarik kursinya lebih dekat dengan cowok tersebut yang membuat si cowok itu kegirangan.

Azizi mendekatkan bibirnya ke telinga cowok itu. Membisikkan kalimat yang membuat cowok itu bergidik. Lalu menarik kursinya, membuat jarak dengan Azizi.

"Berani macem-macem sama gue, gue colok mata lo pake pulpen detik ini juga"

METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang