6

183 26 0
                                    

Ashel menghembuskan nafas pelan, lalu menyandarkan tubuhnya di sofa yang ia duduki setelah mendengar pertanyaan Marsha. Sedangkan Marsha hanya diam menunggu jawaban dari Ashel.

Kini mata Ashel menerawang jauh menatap sebuah pigura foto yang ukurannya tidak besar itu, terpajang dengan manis di meja belajarnya. Terlihat di sana ada potret dirinya dan Azizi saat masih SD. Ashel tersenyum tipis.

"Sebenernya gue bisa aja jawab pertanyaan lo ini" Ashel mengatakan itu sambil mengalihkan pandangannya ke Marsha.

"Tapi, alangkah baiknya kalo lo tanya langsung ke Azizi" Lanjutnya sambil tersenyum.

Marsha sedikit kecewa karena tidak mendapatkan informasi yang dia mau. Bertanya dengan Azizi langsung? Dia bahkan tidak yakin kalau gadis yang lebih tua dari dirinya itu akan terbuka dengan orang yang baru dia kenal, seperti Marsha ini.

"Sensitif banget ya, Shel pertanyaan gue?" Tanya Marsha.

Ashel berdiri dari duduknya, lalu berjalan menuju meja belajarnya. Diraihnya pigura foto yang tadi dipandangnya itu. Kini matanya menatap lekat wajah Azizi yang masih kecil itu.

"Bukan hak gue, Sha" Ashel mengatakan itu sambil meletakkan kembali pigura foto itu.
"Bagusnya lo denger langsung dari dia" Lanjutnya.

Ashel kembali berjalan mendekati Marsha.

"Tapi, ada satu fakta yang bisa gue kasih tau ke lo"

Mendengar itu, Marsha tampak bersemangat.
"Apa? Apa?" Marsha bertanya dengan antusias.

Ashel terkekeh melihat Marsha yang sudah masuk mode kepo itu.
"Azizi gak pernah mau ngajak orang lain ke rumahnya selain gue dan bokap nyokap gue"

Marsha mengerutkan dahinya, merasa heran.
"Hah? Kenapa?" Tanyanya ke Ashel.

"Karena baginya, rumah itu berisi kelemahannya. Dia gak mau orang lain tahu sisi lemahnya" Jawab Ashel.

"Dan, ketika dia memperbolehkan orang lain selain gue ke rumahnya. Dalam kasus ini, itu adalah lo. Tandanya..." Ashel menggantung kalimatnya. Memancing Marsha agar penasaran. Marsha yang mendengar tentu saja merasa penasaran dan memasang ekspresi seolah meminta Ashel melanjutkan ceritanya itu.

"Itu tandanya, lo udah bukan orang lain bagi dia. Dia bersedia memperlihatkan segala sisi dalam dirinya" Lanjut Ashel.

Marsha tertegun mendengarnya. Apakah Azizi menganggapnya benar-benar sahabatnya? Hati Marsha menghangat mendengarnya.

"Itu berarti, Kak Zee udah bener-bener menganggap gue sahabatnya kah?" Tanya Marsha untuk memastikan dugaannya.

Tapi reaksi Ashel sedikit membuat Marsha terkejut. Ashel menggeleng menyangkal pertanyaan Marsha.

"Enggak" Jawab Ashel singkat. Marsha sedikit kecewa mendengar jawaban Ashel.

Ashel yang melihat raut kekecewaan Marsha pun tertawa.

"Hahahahaha.. Lo memang gak dianggap sahabat oleh Zee. Tapi dia udah anggap lo lebih dari itu. Mungkin sebagai adiknya? Sama kaya dia yang menganggap gue adiknya" Ucap Ashel sambil mengusap pundak Marsha.

Kini senyum mengembang di wajah Marsha.

"Jadi, andai kan lo tanyakan pertanyaan lo yang tadi itu ke Azizi langsung. Dia pasti bakal jawab kok" Ucap Ashel.

***

Azizi terbangun dari tidurnya. Dia tahu bahwa kini sudah hampir siang karena sinar matahari menyeruak masuk melalui celah gorden kamarnya. Azizi hendak bangkit dari posisi tidurnya. Tapi, ia terkejut karena dia merasa sekujur tubuhnya sakit.

Lupa, kalau dia memang lagi sakit.

"Eughh, bodoh. Bisa-bisanya gue lupa" Rutuknya.

Azizi bangkit dengan perlahan menuju kamar mandi untuk mandi. Setelah memakan waktu kurang lebih 30 menit untuk mandi, kini Azizi keluar dari kamar mandi dengan baju kaos hitam tanpa lengan dan celana pendek.

Azizi kaget ketika melihat ke arah pintu kamar tidurnya itu. Pintu kamarnya sudah diblokade menggunakan sofa. Dan terlihat 2 orang gadis yang sudah tidak asing lagi itu tengah duduk sambil bersedekap dada, memandang tajam ke arah Azizi. Azizi yang ditatap begitu hanya memutar kedua bola matanya lalu melongos menuju kursi gaming miliknya. Lalu dia memutar tubuhnya ke arah dua orang gadis itu yang masih menatapnya.

"Kenapa lo berdua? Kaya mau nagih hutang aja" Tanya Azizi.

"Inget, lo gak boleh pergi kemana-mana hari ini! Istirahat!" Ancam salah satu dari mereka.

Azizi terkekeh mendengar itu.

"Iya, Acel. gue juga gak bisa ngapa-ngapain kok ini" Jawab Azizi sambil terkekeh. Lalu Azizi melempar pandangan ke arah gadis lainnya.

"Lo mau marah apa ke gue, Sha?" Azizi menyeringai jahil ke arah Marsha.

"Gak ada, sih. Cuma kata Ashel hari ini jadwal lo latihan. Kata Ashel lo suka maling-maling pergi latihan ke dojang walau lagi sakit" Ucap Marsha.

Azizi tertawa keras kali ini. Merasa gemas kepada dua orang sahabatnya itu. Segitu perhatiannya sampai dirinya dikurung begini.

"Ya udah, tapi ini gue tetap boleh main valorant kan?" Tanya Azizi sambil menunjuk ke arah monitor PC-nya yang belum menyala itu.

"Iya, boleh" Ashel memberikan izin.
"Asikkkkkkk" Sorak Azizi senang.

"Udah, Sha. Gue titip Azizi ya. Nanti pulang kuliah gue langsung kesini" Ashel beranjak dari duduknya hendak pergi.

"Loh, Marsha gak kuliah kah?" Tanya Azizi.

"Enggak kak, gue kosong hari ini" Jawab Marsha. Azizi hanya manggut-manggut mendengarnya.

"Heh, itu sofa gue balikin lagi ya ke asalnya!" Perintah Azizi.

"Iya bawel! Ini juga baru mau dibalikin" Jawab Ashel.

Azizi hendak menekan CPU yang berada di bawah meja untuk menyalakan PC-nya. Tapi saat dia merunduk, perutnya terasa sakit.

"Arrghh" Erangnya menahan sakit. Mendengar itu, Ashel dan Marsha segera menghampiri Azizi.

"Kenapa Zee? Yang mana yang sakit?" Tanya Ashel ke Azizi yang bersandar di kursi sambil sebelah tangannya memegang perutnya.

"Perut nih, ngilu dikit. Gak papa kok, cuma kaget aja tadi kalo ternyata masih sakit"

"Kenapa gak minta tolong aja sih?? Kan gue sama Marsha bisa bantu" Omel Ashel.

Azizi terdiam sebentar.

"Gak mau. Terakhir kali gue minta tolong, gue malah kehilangan hal yang berharga"

Marsha bingung dengan kalimat Azizi itu. Sedangkan Ashel hanya tersenyum tipis sambil mengusap pelan pucuk kepala Azizi.

"Gue ralat. kan bisa lo tendang aja tuh CPU sampe gue atau Marsha notice kerempongan lo itu. Terus nanti kita berdua inisiatif deh bantuin lo" Ucap Ashel.

Azizi tersenyum.

"Udah ah! Sana nanti telat ke kampusnya!" Usir  Azizi ke Ashel. Ashel menoyor kepala Azizi lalu melenggang pergi keluar dari kamar Azizi.

Marsha yang melihat semua ini sedari tadi semakin penasaran. Penasaran tentang Azizi dan hidupnya.

Marsha menatap punggung Azizi yang sudah sibuk dengan PC kesayangannya itu.
 
 
 

Bersambung

METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang