6

50 36 10
                                    

Happy reading

*****

Yedam membuka matanya lalu melirik jam dinding yang saat ini menunjukkan pukul lima pagi. Hari ini hari Senin, rasanya Yedam sangat malas jika harus upacara.

"Semoga hujan." Gumamnya setelah itu dia berjalan ke kamar mandi.

Lima belas menit berlalu Yedam membuka pintu kamar mandi dan terkejut saat mendengar suara rintikan hujan.

"Lah? Beneran hujan?" Herannya, kemudian dia tertawa. "Hahaha doa gue terkabul."

Ting!

Mendengar notifikasi dari ponselnya dia segera berjalan ke arah meja belajarnya dan mencabut ponselnya yang sedang dicas.

Ningning

Ujan nih
Jemput gue dong

Dih

Pake mobil gw

Nah gitu doang

-_-
Read

Yedam meletakkan ponselnya di meja kemudian segera bersiap-siap. Ngomong-ngomong rumah Yedam dan Ningning masih satu komplek. Jaraknya hanya berbeda dua rumah.

"Terobos atau pake payung ya?" Tanyanya pada dirinya sendiri sambil melihat kondisi luar lewat jendela kamarnya.

"Terobos aja lah." Dia keluar dari kamarnya, untuk berpamitan dengan bundanya karena ayahnya pasti sudah berangkat dari tadi.

"Bundaaaa!" Panggilnya tak lama kemudian bundanya muncul dari dapur masih dengan memakai apron.

"Udah mau berangkat ya? Duh nasi sama lauknya belum mateng, bunda telat bangun."

Melihat ekspresi di wajah bundanya membuat Yedam menjadi tidak enak. "Eh gak papa bun, gampang nanti aku sarapan di sekolah."

"Padahal itu makanan kesukaanmu loh.." Kata bunda dengan cemberut.

"Bunda cantik tenang aja, nanti pulang sekolah kan pasti udah mateng, nanti Yedam makan kok buat makan siang, sekarang Yedam mau sekolah." Dia berpamitan dan mencium pipi sang bunda.

"Naik mobil atau motor?" Tanya bunda.

"Mobilnya Ningning, bund." Jawabnya, bunda hanya ber'oh' ria.

"Dah bundaaa!"

"Dadah, hati-hati sayang."

"Siap!" Setelah menjawab dia menutup pintu rumah dan berlari menerobos hujan menuju rumah Ningning

"Anjir basah baju gue." Sepertinya Yedam menyesal tidak pakai payung, hujan terlalu deras membuat bajunya basah.

Ceklek

"Buset abis mandi lu?" Komentar Ningning saat membuka pintu rumahnya dan melihat Yedam yang setengah basah kuyup.

Yedam yang sedang mengeringkan bajunya melirik temannya itu, "Bacot lu!"

"Langsung berangkat aja kuy lah!"

Tanpa menunggu jawaban Yedam, Ningning menarik temannya menuju mobil yang sudah ada di luar garasi.

Selama perjalanan menuju sekolah hening, Yedam yang memang tidak banyak bicara dan Ningning yang hanya bawel jika sudah bertemu dengan teman sefrekuensinya.

Ngomong-ngomong yang menyetir mobil Yedam tadinya Ningning menawari tapi Yedam menolak karena dia yang menumpang walaupun sebenarnya Ningning lah yang mengajak berangkat bersama.

Di tengah perjalanan, Ningning yang kebetulan sedang menghadap ke jendela melihat perempuan yang mengunakan seragam yang sama sepertinya sedang duduk di halte bus yang sudah tidak terpakai.

"Eh dam itu kek temen gue deh." Ningning menepuk-nepuk pundak Yedam yang sedang menyetir.

"Hah? Mana?"

"Itu loh!"

Yedam mengikuti arah tunjuk Ningning, "Gak keliatan jelas mukanya."

"Berhenti gak?" Lanjutnya bertanya, Ningning mengangguk.

Saat mobil mereka berhenti di depan perempuan itu Ningning menurunkan kaca mobilnya, "LOH HANA LU NGAPAIN DI SINI?!"

Yedam yang tadinya tidak begitu penasaran menjadi ikut melihat saat mendengar nama yang familiar.

"INI MOTOR GUE MOGOK JADI GUE NUNGGU HUJANNYA REDA!!" Jelas Hana keras karena takut suaranya terendam suara hujan.

"Tanyain, gak bawa jas hujan." Suruh Yedam pada Ningning.

"LU GAK BAWA JAS HUJAN?!"

"ENGGAK TADI DI RUMAH GUE GAK HUJAN!!"

"Daripada kalian teriak-teriak mending Hana suruh masuk aja."

Ningning menatap Yedam selama beberapa detik kemudian dia kembali menengok ke Hana.

"MASUK SINI!"

"INI MOTOR GUE GIMANA?!" Tanya Hana menunjuk motor Mio berwarna merah miliknya.

Ningning celingak-celinguk memperhatikan sekitar kemudian dia melihat toko fotocopy an yang tak jauh dari tempat Hana berdiri.

"DITITIPIN KE SITU AJA!!"

Hana menengok ke arah tunjuk Ningning kemudian berlari menerobos hujan menuju toko itu.

Ningning mengerjapkan matanya, "Lah? Padahal mau gue kasih payung."

Yedam dan Ningning terus memperhatikan Hana yang sedang berbicara dengan pemilik toko sambil menunjuk motornya. Kemudian tak lama kemudian dia berlari dan masuk ke dalam mobil.

"Yah rambut gue basah." Ujarnya sambil mengelus rambutnya saat sudah menutup pintu mobil.

Yedam mulai menjalankan mobil kemudian berkata, "Padahal bisa loh pinjem payung."

Hana tersentak saat mendengar suara yang sangat dia kenal kemudian dia mendongak dan melihat Yedam yang sedang menyetir. Dari tadi dia memang tidak memperhatikan dengan siapa Ningning berangkat, oleh karena itu dia terkejut saat mengetahui ternyata Yedam lah yang bersamaan Ningning.

"Kenapa mukanya kok keliatan kaget gitu?" Tanya Ningning yang ternyata memperhatikan.

"Hah? Oh, enggak kaget aja tiba-tiba ada suara lain hehehe."

Ningning menggelengkan kepalanya walaupun sebenarnya dia sedikit curiga.

Selama perjalanan menuju sekolah tidak ada percakapan sama sekali, Yedam yang fokus menyetir, Ningning yang sibuk dengan ponselnya dan Hana yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Hingga tak terasa mereka sudah ada di parkiran sekolah.

"Mau ngelamun sampe kapan?"

Hana tersentak saat mendengar suara di sampingnya. Dia menengok menemukan Yedam yang sedang bersandar di pintu. Dia memperhatikan sekitar dan baru sadar bahwa mereka sudah sampai di sekolah bahkan Ningning pun sudah tidak ada. Oh dan hujannya pun hanya tersisa gerimis saja.

"Eh sorry."

Yedam berdehem kemudian menyingkir saat Hana ingin keluar. Tapi karena tidak hati-hati Hana terpeleset dan karena reflek Yedam menangkap Hana yang akan terjatuh. Tangan kanannya memegang tangan Hana dan tangan kirinya menyangga kepala Hana agar tidak terbentur.

Sedangkan Hana sibuk mengendalikan jantungnya yang sejak tadi berdetak kencang. Pertama karena kaget akan jatuh dan kedua karena jarak wajahnya dengan wajah Yedam sangatlah dekat. Kemudian dia tersadar dan melepaskan pegangannya.

"Ekhem, thanks." Tanpa menunggu jawaban dia langsung pergi dari hadapan Yedam. Karena dia merasa wajahnya sudah panas, dia menebak wajahnya saat ini sudah merah.

Sedangkan Yedam masih mematung di tempat dan tanpa alasan yang jelas dia tersenyum. Kemudian dia tersadar dan menampar wajahnya sendiri.

Plak

"Gue kenapa anjir?!"

*****

TBC

Secret Admirer Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang